Tidak seperti kebanyakkan perempuan yang biasanya memiliki naluri keibuan, Keira sangat membenci anak-anak. Bahkan bayi tak berdosa sekalipun ia samakan dengan monster kecil jahat yang mengganggu ketenangan bumi.
Arsen pun tak terkecuali. Keira masih tidak menyukai Arsen. Selain karena Arsen keluar dari rahim Martha, Arsen masih menjadi golongan anak-anak. Jadi, walaupun kemarin Keira sempat berbaik hati mentraktir makan dan membawa Arsen menginap di rumahnya, bukan berarti ketidaksukaannya pada Arsen memudar begitu saja.
Buktinya, belum duapuluh empat jam Arsen tinggal di rumahnya, anak itu sudah tiga kali Keira bikin menangis.
"Aku gak bisa, Keira!" ucap Arsen disertai airmata putus asa. Kedua tangannya memeluk handphone yang ia pegang, matanya memandang sayu ke arah Keira yang berada di kolam renang, berharap bisa dibebaskan dari segala derita secepatnya.
Keira megeksploitasi Arsen dengan menyuruh anak yang mengenakan topi segitiga berwarna hijau itu memotret gambarnya di kolam renang dengan satu keharusan. HARUS SEMPURNA. Tidak boleh ada kekurangan satu titik saja, atau Keira tidak akan berhenti mencacinya.
Bukannya kasihan dan merasa bersalah, perempuan itu malah memutar bola matanya kesal. "Kalau gitu aja gak bisa, terus apa yang kamu bisa?"
Arsen menggeleng, masih dengan wajah penuh air mata, "gak ada yang aku bisa."
"Kalau gitu, apa guna kamu di dunia ini?" tanyanya membentak. "Beneran mau aku jual ke Pennywise?"
"Jangan!" Arsen menggeleng frustasi.
Ayolah, apa yang paling ditakuti anak berumur 8 tahun selain Pennywise si badut jelek pembawa mimpi paling buruk?
Belum puas membully Arsen, Keira siap mengeluarkan ribuan makian dan tipu daya tentang bagaimana Pennywise akan mendatangi Arsen.
Tangis anak itu tentu makin menjadi, menjadikannya sosok menyedihkan paling tak berdaya. Sementara Keira hanya mengeluarkan senyum seringainya menikmati segala kepuasan melihat seorang anak kecil menangis. Sayangnya, segala kemenangan ini harus berakhir ketika seseorang datang tergesa-gesa melewati pintu belakang dan langsung membawa Arsen ke dalam pelukannya. Hanya perlu beberapa detik setelahnya, Keira dapat melihat bagaimana tatapan penuh amarah itu siap melahapnya hidup-hidup.
"Are you out of your mind?!" Suara itu membentak. Keira masih mencerna mengenai apa yang terjadi di sini dan tiba-tiba sekali. Setelah dia mengerti, tawa sinisnya yang menyebalkan pun muncul.
"Here we go again," gumam Keira memutar bola matanya. Lagi-lagi merasa kesal karena kegiatannya harus diganggu.
Pelukan Arsen dari lelaki yang mengenakan kemeja putih itu terlepas seiring dengan topi segitiganya yang jatuh, Ghidan menggunakan jari-jarinya menghapus air mata Arsen, "it's okay. It's okay," ucapnya lembut, berbanding terbalik dengan nada suaranya ketika berbicara dengan Keira barusan.
Melihat situasi di hadapannya, Keira tahu kalau suaminya ini lagi-lagi salah paham. "You don't know what actually happ..."
"It's not even funny!" Potong Ghidan lebih dulu, mencegah segala bentuk pembelaan diri Keira. Perempuan itu melongo, sementara Ghidan masih memberinya tatapan mengintimidasi. "Don't you dare to do this again or I am gonna make sure you will cry harder!"
Keira menghembuskan napas beratnya. Kedua tangannya tersilang di depan dada. Sama sekali tidak memasang raut yang menunjukkan kalau dia manusia biasa yang punya perasaan, perempuan itu malah memberikan tampang menantang.
"Sen, masuk dulu ya," bisik Ghidan pada Arsen.
Arsen memandang sebentar ke arah Keira, "Iya sana, masuk," suruh perempuan itu menyetujui. Tidak baik kalau pertengkaran beracun mereka di dengar oleh anak sekecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Blues (COMPLETED)
Romance"Marriage is hard, divorce is hard. Choose your hard." Menikahi perempuan tukang kontrol dan selalu ingin menang sendiri bukanlah perkara mudah. Hebatnya, Ghidan Herangga berhasil menjalani itu selama tujuh tahun berturut-turut. Tanpa persetujuannya...