17+
Sebagai manusia yang egosentris dan mengedepankan arogansi, Keira mana tahu caranya meminta tolong pada orang lain. Dari dulu, dia terbiasa mengandalkan diri sendiri atau apa yang ia punya untuk bertukar sesuatu. Menjadi sebuah larangan dalam kamusnya memperlihatkan sisi tidak berdaya di mana ia memohon bantuan tanpa memberi imbalan.
Sebenarnya, waktu Ghidan menawarkan kalau suaminya itu dapat membantu, Keira hanya perlu mengiyakan, lalu semuanya akan berjalan lebih mudah. Bukan malah bertingkah sombong dan terang-terangan merendahkan pria itu dengan mengatakan kalau dia masih punya banyak pilihan. Layaknya itu suatu yang menjijikan apabila ia menerima pertolongan dari suaminya sendiri.
Perempuan itu tidak bisa menutupi gerakan uring-uringannya sembari duduk di sofa lobby sebuah gedung kondominium. Sudah nyaris dua jam dia menunggu, namun orang yang sudah berjanji dengannya belum juga menampakkan batang hidungnya. Ia merasa bosan, apalagi Jerry sedang tidak bisa dihubungi. Setidaknya, Keira mensyukuri dari tadi dia sesekali mengobrol dengan seorang security muda yang jam kerjanya baru saja selesai, berwajah tampan dan menunjukkan ketertarikan padanya.
"Oh, jadi kamu sepupunya Pak Ghidan?" simpulnya kemudian sambil ber-oh ria.
Keira tersenyum seadanya. Daripada dia dikira 'ani-ani' simpanan om-om, lebih baik dia ngaku-ngaku menggunakan title yang cepat dipercaya, kan?
Pemuda ini mana mungkin percaya kalau Keira mengatakan dia istrinya Ghidan. Orang yang sekadar tahu mereka tidak akan percaya, ditambah keluarga besarnya sendiri pun berpikir kalau mereka telah lama berpisah.
Meskipun agak percuma, Keira menyentuh layar ponselnya sekali lagi, mencoba menghubungi Ghidan yang sempat mengabaikan pesan-pesannya. Beruntung, teleponnya diangkat pada deringan ke-lima.
"Di mana?" tanyanya berusaha untuk tidak ketus.
"Di kamar."
"Gimana?" tanyanya kurang paham. Setelah mencerna, Keira menaikkan nada suaranya, "Kamu gak liat aku di lobby?"
"Gak," balasnya simpel. "Yaudah sih, tinggal naik," lanjut pria itu mengentengkan.
Keira menghembuskan napas beratnya. Bola matanya memutar. Kalau begini ceritanya, bukankah jelas sekali Ghidan sengaja membuatnya kesal?
"Ini orang belum kapok juga cari gara-gara sama gue, ya?!" gumamnya sinis sebelum meminta security di hadapannya memberinya bantuan untuk mengakses lift.
***
Perempuan itu tidak berhenti menekan bel yang terletak di dinding dekat pintu. Butuh bermenit-menit sampai akhirnya pintu berwarna gelap di hadapannya terbuka. Menampakkan Ghidan yang masih mengenakan kemeja putihnya yang lengannya terlipat sampai siku. Untuk beberapa saat, Keira sempat memperhatikannya sebentar, sampai ia menyadari kalau pria ini telah mempermainkannya.
"Kamu beneran mau bikin aku kelihatan kayak ani-ani?" Dia segera mengeluarkan protesnya.
Satu alis Ghidan terangkat. Pria tinggi itu balik mengamati Keira dari atas sampai bawah. Perempuan itu hanya mengenakan tank-top merah pendek dan hot pants denim. Beneran mirip ani-ani zaman sekarang.
"Why you look at me like that? I know I am fabulous," ucap Keira kemudian, masih sempat-sempatnya mengeluarkan sikap sombongnya. "Mau kamu slut-shaming penampilan aku juga gak mempan karena aku tahu aku memesona."
Kemudian tanpa menunggu dipersilahkan, perempuan itu membuat Ghidan menyingkir sedikit dari pintu sehingga dia bisa masuk ke dalam. Keira menanggalkan sandalnya sembarangan, lalu masuk untuk menelusuri ruangan di unit ini. Matanya menengok ke kanan dan ke kiri untuk mengamati, sementara Ghidan terpaksa mengkorinya di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Blues (COMPLETED)
Romance"Marriage is hard, divorce is hard. Choose your hard." Menikahi perempuan tukang kontrol dan selalu ingin menang sendiri bukanlah perkara mudah. Hebatnya, Ghidan Herangga berhasil menjalani itu selama tujuh tahun berturut-turut. Tanpa persetujuannya...