48. The Baby

90.2K 9.5K 2.3K
                                    

Akhir-akhir ini, Sheryl menjadi salah satu nama kontak yang sering berinteraksi lewat chat dengan Keira. Mereka bukanlah 'teman dekat' pada awalnya. Namun, Sheryl merupakan orang yang berguna, makanya Keira dengan senang hati mendekatinya.

Dua hari lalu, mereka bahkan pernah makan siang bersama, walau ada Bianca juga. Jadi, Keira tidak segan menanyakan hal-hal yang tidak penting kepada Sheryl. Seperti...

'Ghidan udah makan siang, Ryl?"

'Ghidan minggu ini ada trip ke luar lagi gak?'

'Meeting sampai jam berapa, Ryl?'

'Hari ini Ghidan kemana aja?'

'Kira-kira nanti Ghidan pulang jam berapa?'

Dan hal-hal serupa lainnya dengan objek orang lain. Untungnya, Sheryl merupakan perempuan baik hati yang tidak repot membalas Keira dengan, 'Kenapa gak tanya sendiri ke orangnya sih?'

Walau mungkin, Sheryl sudah gregetan untuk mengirim pesan begitu untuk Keira. Namun, Sheryl memilih menjadi sosok yang pengertian. Dia mengerti kalau Keira terlalu gengsian untuk bertanya langsung pada Ghidan.

Lagipula, Keira meyakini kalau dia tanya secara langsung, Ghidan akan membalasnya dengan, 'Apansih? Kepo amat.'

Well, Keira tentu akan merespon begitu kalau Ghidan repot bertanya aktivitas-aktivitasnya di jam kantor. Makanya, dia yang tahu diri ini lebih suka mengganggu Sheryl. Selain memang sudah menjadi tugas Sheryl ditanya-tanyakan segala hal tentang Ghidan.

Sore ini, Keira tidak hanya menanyakan pukul berapa Ghidan pulang, melainkan juga meminta tolong pada Sheryl supaya Ghidan bisa pulang lebih awal, setidak-tidaknya pria itu tiba di rumah sebelum jam 7 karena Keira menginginkan sesuatu.

'Ghidan udah keluar kantor dari jam 5 tadi, tapi gak tau langsung pulang atau mampir-mampir dulu.'

Perempuan yang masih mengenakan blazer blouse kerjanya menghela napas berat. Beberapa hari lalu juga Ghidan keluar kantor pukul 6, tapi baru sampai rumah pukul 11 malam.

'Memangnya dia kemana, Ryl?'

Agak lama sampai Sheryl menjawab, 'Kalau itu, gue kurang tau, Kei.'

Yaialah, kalaupun Sheryl tahu, mana mungkin dia mau kasih tahu. Bagaimanapun, dia bekerja dengan Ghidan, mana sudah lama dan tipe manusia setia lagi.

'Oke, thanks Ryl' disertai emotikon hati.

Perempuan itu akhirnya melirik ke samping kiri, tempat Arsen yang daritadi dia abaikan duduk menyender. Anak itu baru selesai mandi, kelihatan dari bedak yang cemong di pipi tembemnya.

"Kei, jadi kan temenin aku?" Dia memastikan dengan tampang memelas.

"Aku capek banget, Sen," jawabnya jujur. Saking capeknya, matanya pun terasa berkunang-kunang. Bayangkan saja, dia harus pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya, dan berjalan kaki beratus meter lebih di tengah teriknya matahari, pakai high heels pula. Belum lagi dia kurang tidur beberapa hari terakhir.

"Aku gak berani pergi sendirian, Kei. Nanti aku diculik."

Dikarenakana sudah berjanji, Keira tentu saja harus kasih solusi. "Dianter Bi Eni aja, ya?"

Arsen melipat bibirnya, rautnya terlihat murung. "Yaudah, gak apa-apa," balasnya dengan nada pelan, tentu saja dia kecewa.

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang