35. Daydream

63.8K 8.4K 3.4K
                                    


45 menit sebelum jam istirahat makan siang, Ghidan masih berkutat dengan tumpukan dokumen dari berbagai devisi yang harus ia tandatangani. Beberapa sudah mendapati persetujuan dari Direktur Perencana, yang artinya bisa langsung ia setujui tanpa dilihat-lihat lagi.

Pria itu terlalu fokus dengan laporan Legal Due Diligence perusahaan yang akan diakuisisi saat pintu ruangannya diketuk beberapa kali, diikuti suara pintu terbuka yang mengiringi. Belum berminat mengangkap kepala untuk mencari tahu siapa yang masuk kemari.

"Apalagi?" tanyanya.

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Belum ada jawaban juga.

Ghidan yang sejak awal sudah merasa terganggu kini semakin merasa terganggu. Dia mengangkat kepalanya, memberikan tatapan jutek. Namun, bukan Sheryl ataupun Carissa yang berdiri tak jauh dari mejanya, melainkan seorang tamu.

Seorang tamu yang nyaris membuatnya terjungkang.

"Hai, Pak," sapanya ramah.

Mungkin karena terlalu lelah atau isi kepalanya terlalu penuh, reaksi tubuhnya yang terkejut memberikan gerakan agresif hingga membuat asbak kaca di atas mejanya terjatuh ke lantai, memberikan suara bantingan yang sangat berisik.

Perempuan yang berdiri di sana mundur selangkah karena ikut terkejut. Asbak itu menggelinding ke arahnya, membuatnya menunduk untuk mengambil benda bulat itu, lalu menaiki tangga agar bisa meletakkannya kembali ke atas meja Ghidan.

"Do you smoke in this room?"

Ghidan tidak memberikan balasan. Asbak itu hanya hiasan, hadiah yang diberikan rekan bisnisnya dari Dubai. Konon seharga 7000an dollar Amerika. Meskipun dia termasuk perokok berat, merokok di ruangan merupakan larangan yang tidak dia lakukan.

Pria itu membuang beberapa detik begitu saja sampai akhirnya bertanya, "what are you doing here?"

"Kenapa kayak ngeliat setan, sih?" Yang ditanya malah bertanya balik.

Benar saja. Bagi Ghidan, perempuan cantik dengan dandanan heboh di hadapannya ini lebih mengerikan dari pada hantu.

Ghidan tidak mau bernasib sama dengan Pak Rion yang minggu lalu dilabrak istrinya di depan umum karena ketahuan selingkuh. Meskipun tidak melihat langsung kejadiannya, Ghidan bisa memperkirakan setragis apa peristiwa itu sampai Pak Rion izin sakit selama 2 hari. Terakhir dia bertemu Pak Rion tadi pagi, pria itu kelihatan kosong layaknya tak punya jiwa.

Ah, tentu saja Ghidan berbeda dengan Pak Rion, dia tidak selingkuh. Memang ada wanita lain yang dia sukai. Namun hubungan mereka hanya sebatas 'teman', walau perasaannya tentu saja lebih dari teman. Ghidan sengaja membuat hubungan mereka sebatas itu demi melindungi Aruna. Meskipun resksi beberapa orang tentu tidak bisa dia kontrol sepenuhnya. Untungnya, dia punya kuasa untuk meminimalisir itu semua.

Namun, hal itu tidak mempan untuk Keira. Perempuan itu licik dan tidak terbaca. Dia bisa melakukan sesuatu yang sangat tidak terduga. Belum lagi, Ghidan menjadi saksi bisu bagaimana buruknya perlakuan Keira terhadap Martha. Ghidan tentu tidak mau melihat Aruna diperlakukan seenaknya.

"What are you doing here?" Ghidan mengulangi pertanyaannya, kali ini penuh penekanan. Bertahun-tahun dia bekerja di sini, baru kali ini seorang Keira kemari. Untuk apa?

"Tenang, jangan usir dulu!" ujarnya, belum memberikan jawaban atas pertanyaan Ghidan. "This is for bussiness matter, ini beneran penting, kok!" lanjutnya kemudian.

Ghidan mendengkus kasar. Firasatnya buruk. Keira pasti kemari untuk bawa-bawa masalah. Ah, dirinya sendiri saja sudah menjadi masalah bagi Ghidan.

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang