Bi Eni tidak tahu menahu apa yang terjadi pada kedua majikannya. Sampai minggu lalu, rumah ini terasa begitu damai. Bukan damai dalam artian tidak ada keributan. Seorang Keira tidak pernah bosan mengajak orang lain berargumen dalam hal apa saja. Sedangkan Ghidan dengan malas harus meladeninya, walau pria itu lebih suka diam dan membiarkan saja.
Tidak masalah, perdebatan mereka akhir-akhir ini terasa adil. Kalaupun ada yang menggunakan nada gregetan, semuanya selesai setelah kesimpulan didapatkan. Lalu, mereka akan kembali berbicara layaknya dua manusia normal yang akrab. Bi Eni dan Bi Oda bahkan sepakat kalau keduanya sudah kembali ke masa baik-baik saja.
Bagaimana tidak bisa-baik saja kalau Keira, seorang istri yang semua tahu kalau dia egois, sempat menghampiri Bi Oda yang sedang memasakkan mie nyemek untuk Ghidan dan mengatakan, "ajarin aku cara buatnya dong, Bi?"
"Kok tiba-tiba, Mbak? Mau coba bikinin bapak, ya?"
"Enak aja, buat aku sendiri lah!" jawabnya sengak. Meskipun sisi gengsi setinggi langit seorang Keira tidak bisa menghilang begitu saja.
Namun, baik Bi Oda maupun Bi Eni tahu kalau Keira sedang bermetamorfosis jadi istri yang mulai waras. Bukan waras dalam artian bisa memasak, tapi warasnya dalam artian sadar kalau kehidupan setelah menikah itu bukan hanya tentang dirinya dan dunianya, tapi ada orang lain yang harus dia pikirkan juga.
Walau sampai bagian menambahkan sedikit air ke dalam minyak, perempuan itu langsung menjauh. "Dih, kok ribet banget sih? Udahlah, Ghidan bikin sendiri juga bisa!" Dan memutuskan untuk menyerah.
Meskipun begitu, Bi Eni sampai membanggakannya di depan Bi Oda, teman sepekerjanya yang selalu tidak habis pikir dengan perbuatan kurang ajar Keira terhadap Ghidan.
Sebagai orang yang paling lama mengenal Keira di rumah ini, Bi Eni meyakini kalau Keira tidak separah itu. Bahkan beberapa tahun lalu pun, perlakukan Keira terhadap Ghidan juga tergolong normal. Dia memang bukan tipikal manusia sopan, mulutnya blak-blakan, tapi cara Ghidan menanggapinya lah yang membuat mereka kelihatan normal. Keira memang berubah, tapi Ghidan juga berubah.
Baiklah, kalau Ghidan dan Keira sedang sama-sama ke kantor, Bi Oda dan Bi Eni jadi sering menggosipi mereka. Bukannya sebelumnya tidak sering, tapi melihat Ghidan dan Keira yang mulai sering berduaan, intensitas membicarakan hubungan keduanya pun menjadi makin seru.
Makanya, waktu pin pintu kamar Keira berubah dan Ghidan sering melamun memandangi pintu kamar Keira, Bi Eni dan Bi Oda pun sadar kalau ada yang tidak beres dari keduanya. Apalagi, ketika Keira mulai kembali mendiami Ghidan sebagaimana masa perang dingin mereka sebelumnya.
"Apa Bapak jadi menceraikan Mbak Keira, ya?" Bi Oda nekat menebak. Dia sudah menyebut beberapa kemungkinan hingga sampai pada kesimpulan satu itu. "Bisa saja, kan? Saya tuh pernah dengar kalau bapak berniat menceraikan Mbak Keira."
"Hush, sampean ojo asal ngomong. Bukannya si Bapak cinta sama Mbak Keira?"
"Mbak Keira jahat begitu. Mana tahan? Kan bapak juga sudah punya perempuan lain."
Bi Eni tidak terlalu memedulikan tebakan asal Bi Oda. Menurutnya, paling ini hanya perselisihan biasa yang sayangnya belum ada yang mau mengalah. Sewaktu Keira pamit untuk jalan-jalan ke Bali kemarin pun, Bi Eni berpikir kalau Keira butuh waktu untuk menenangkan diri. Sampai ketika Ghidan mengedor-gedor kamar Keira, lalu menyuruhnya mengambil bor untuk membobol masuk secara paksa ke dalamnya.
"Mbak Keira ngapain lagi, Pak?" Bi Eni mendesah pelan, tidak didengar Ghidan yang tengah mengacak-acak barang di dalam sana. Di satu sisi, dia tahu kalau dia hanyalah asisten rumah tangga di rumah ini. Namun, di sisi lainnya, perasaannya mulai tidak enak mendapati raut dingin majikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Blues (COMPLETED)
Romance"Marriage is hard, divorce is hard. Choose your hard." Menikahi perempuan tukang kontrol dan selalu ingin menang sendiri bukanlah perkara mudah. Hebatnya, Ghidan Herangga berhasil menjalani itu selama tujuh tahun berturut-turut. Tanpa persetujuannya...