53. Flying High

88.1K 11.1K 2.3K
                                    

Sewaktu pertama kali kemari, Ghidan menyebut bangunan tiga tingkat di hadapannya ini sebagai rumah termewah yang pernah dia masuki. Tidak hanya berdinding tinggi dan berukuran besar dengan halaman luas, interiornya juga luar biasa indah. Sampai-sampai Ghidan khawatir kakinya hanya akan mengotori marmer Italia yang menjadi lantainya.

"Kamu tahu berapa banyak yang saya keluarkan untuk membangun rumah ini?" Lelaki di hadapanya menatapnya penuh intimidasi, membuat Ghidan hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam saking cemasnya. Pria di hadapannya tertawa, "Kalaupun harus bekerja seumur hidup ditambah menjual harga diri sekalipun, kamu tetap tidak akan punya uang yang cukup untuk membahagiakan anak saya. Garis start kamu bukan lagi di angka nol, melainkan minus. Sementara Keira berada jauh di depan kamu. Dengan begitu, bagaimana bisa kamu berani menikahinya? Apa yang bisa kamu kasih untuk dia? Cinta?" Dia mendengkus. "Cih, omong kosong."

Perkataan dari laki-laki lebih tua di hadapannya ini tentu menusuk tepat di hatinya. Ada rasa marah dan sakit yang menggila. Bukan karena itu fitnah, melainkan kenyataannya. Dia dan Keira memang berasal dari latar belakang yang jauh berbeda. Keira berada jauh di atasnya dengan segala previlege yang perempuan itu miliki. Keira sempurna, sedangkan dia bukan apa-apa.

"Anak saya juga tidak percaya cinta. Hanya ada dua kemungkinan kenapa dia bersedia menikah dengan kamu. Pertama, karena kamu memakai sihir dan guna-guna. Kedua, karena dia mau membuat saya marah. Menurut kamu, mana yang benar?"

Sumpah, tidak pernah sekalipun Ghidan menjadi sediam ini ketika menghadapi seseorang. Dia dihina, juga diinjak-injak. Hermawan Soerjono mengundangnya hanya untuk menghancurkan harga dirinya. Berkali-kali memberitahu kalau Ghidan seharusnya mundur karena dia sama sekali tak pantas. Hubungan tidak setara tidak akan berakhir baik.

"Daripada kamu ataupun anak saya nanti menderita, lebih baik kamu pergi dan menghilang sejauh-jauhnya, itu juga kalau kamu masih punya malu. Tapi kalau tidak..."

"Saya tidak akan membuat Keira menderita," potong Ghidan kemudian. Akhirnya nekat juga. Dia meremas tangannya sendiri yang ia satukan kuat-kuat. "Saya janji akan hal itu. Kalaupun di antara kami harus ada yang menderita, itu saya."

"Rupanya kamu tidak punya malu..."

"Don't listen to him." Suara perempuan memotong. Keira hadir di antara mereka, segera mendekati Ghidan yang duduk kaku si atas kursi, lalu mengulurkan tangannya. Untuk saat itu, Ghidan seperti bisa melihat bintang bertebaran di sekitar mata Keira, saking cantiknya dia di matanya. "I've told you. You don't need to meet him. He even got married to a slut, ngapain dengerin dia?" Dia berbisik. Namun hermawan Soerjono tetap bisa mendengarnya.

Dia naik pitam, menunjuk Keira. "Anak kurang ajar." Dia mengutuk Keira. "Saya jamin, kalian akan sama-sama menyesali pernikahan bodoh ini!" lanjutnya emosi. Dia gantian memandang ke arah Ghidan yang tangan kanannya sedang dipegang Keira. "Sampai kapanpun, saya tidak akan menganggap kamu sebagai menantu saya. Kamu tidak akan pernah pantas!"

Hermawan Soerjono bisa marah-marah sampai darah tinggi. Mulutnya juga bisa berbusa untuk menasihati Keira. Berkali-kali dia memberitahu kalau Danu lebih bisa membahagiakan Keira, karena dalam segi apapun, Danu jauh lebih baik dan pantas. Namun, Keira tetaplah Keira yang keras kepala.

"Don't worry. Kita akan tetap menikah."

"Kenapa?"

"Apa?" Keira menatapnya balik.

"Why do you want to marry me?"

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang