Di tengah jalanan jam makan siang yang penuh kemacetan, Keira memegang stir mobil sambil menguap beberapa kali. Rekonstruksi* perkara guna melengkapi BAP baru saja selesai walau dengan paksa. Beberapa bagian yang ditunjukan penyidik tidak sesuai dengan pengakuan tersangka. Berita-berita di media semakin menggiring opini publik untuk berpikir kalau Michella Ayudia, tersangka dalam kasus ini, merupakan pembunuh dengan otak psikopat yang gila harta. Mereka masa bodoh dengan adanya asas praduga tidak bersalah.
"Lo kenapa mau ngambil kasus ini si, Mbak? Kan membantu orang yang lemah tidak sesuai dengan prinsip hidup lo?" tanya Linda tiba-tiba, biar Keira tidak kehilangan fokus dalam menyetir karena mengantuk.
Well, sebenarnya Linda memang penasaran sih. Kasus pembunuhan yang melibatkan orang penting kayak begini pasti jauh lebih rumit dari kasus pidana lainnya. Bukan berarti yang lain tidak rumit, tapi, dalam kasus seperti ini, pasti ada-ada saja drama yang berakhir menyusahkan mereka. Belum apa-apa saja sudah ada yang mengirim pesan ancaman untuk Keira, itu juga Linda tahu karena tidak sengaja melihat layar ponsel perempuan itu tadi pagi.
"Dih, siapa bilang gue mau membantu orang yang lemah?" tanya Keira tak paham.
"Terus, lo pulang larut dan dateng pagi-pagi buta demi membela kasus hukum orang lain walau gaji nggak seberapa ini buat apa?"
"Buat menyenangkan ego gue lah!" Keira menjawab dengan gaya congkak andalannya. Dia melirik Linda dengan mata yang memicing. "Duh, lo nggak berpikir kalau gue ini diam-diam berhati lembut dan berjiwa Sailor Moon yang ingin menyelamatkan bumi dari penjahat, kan?"
Linda menggeleng pasrah. Sayangnya, mulutnya berbicara sebaliknya, "Terkadang, lo emang kayak Sailor Moon, buktinya di kasus sebelumnya, lo niat banget bantuin si Alita buat mendapatkan keadilan dan hak-haknya.." Linda menjawab sungguh-sungguh, sementara Keira malah berdecak nyinyir. "Sekarang, gue paham kenapa Mas Danu pernah suka banget sama elo."
"Jangan-jangan lo juga suka nih ama gue?" Tuduhnya kemudian. "Gue udah biasa nih ditaksir cewek."
"Gak gitu juga kali, Mbak."
Keira tersenyum lebar.
"Lin, isi kepala gue tuh simpel. I do whatever I like and do it for myself, mungkin niat gue melakukan segala sesuatu buat ngasih makan ego gue. Gue bahkan gak pernah tuh ngerasain yang namanya berkorban buat orang lain, tapi orang-orang demen banget mikir kejauhan. Contohnya si Danu tuh, dia demen sama gue karena berpikir gue peduli dan menolong dia ketika dibully. Padahal mah, itu kebetulan aja mulut gue nyinyir dan gue gaksuka sama yang ngebully dia. Si Danu udah gue jelasin berkali-kali, tapi tetep aja ngotot ngerasa gue macam pahlawan buat hidup dia yang suram," jelas Keira panjang lebar, kini dia betulan kehilangan rasa kantuknya karena semangat bercerita. "It's the same story with my husband." Keira melirik Linda sebentar. "Lo ingat yang bawa sushi waktu itu, kan?"
"Si Ghidan Herangga?" Well, mana mungkin Linda lupa.
"Kok lo excited banget sih nyebutin namanya?"
"Habisnya dia sekeren itu, Mbak!" Linda makin heboh. "Balik-balik, gue langsung searching namanya di Google, anjing sih achievement-nya beneran bikin kagum, pantas ada temen gue yang ngefans banget sama doi." Gadis itu menceritakan dengan mata berbinar layaknya hatinya sedang berbunga-bunga. Sementara Keira geleng-geleng kepala, tapi bibirnya malah ikutan tersenyum. "Dia beneran suami elo, Mbak?"
"Iya dong, liat nih cincin gue," balas Keira asal, dia bahkan mengangkat tangan kirinya ke arah Linda untuk pamer, yang tentu saja makin membuat pikiran Linda halu kemana-mana.
"Jujur, gue sempat kepo sih tadi, tumben-tumbenan lo pake cincin! Dia yang kasih?"
Keira mengangguk mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Blues (COMPLETED)
Romance"Marriage is hard, divorce is hard. Choose your hard." Menikahi perempuan tukang kontrol dan selalu ingin menang sendiri bukanlah perkara mudah. Hebatnya, Ghidan Herangga berhasil menjalani itu selama tujuh tahun berturut-turut. Tanpa persetujuannya...