17. Villain

71.2K 8.1K 1.8K
                                    

Sorry for typos.

***

Lima hari merupakan waktu yang cukup bagi Keira untuk self-healing.

Setelah diusir Erick dari apartemen Bimbie dan mendapati bensin mobilnya habis, Keira menyadari kalau hari itu segala hal berjalan sangat kacau. Alhasil, saat uang recehan untuk bayar parkir menyelinap di sela-sela tempat duduk setelah terjatuh, air matanya pun ikut-ikutan jatuh. Lalu, tanpa bisa dicegah, dia menangis histeris di hadapan petugas parkir yang memandangnya curiga.

"Mabok ya, Mbak?"

Perempuan berpakaian minim itu hanya bisa menggeleng.

"Kalau mabok jangan nyetir, Mbak. Nanti orang lain bisa celaka."

Dia menggeleng lagi.

"Mending cari supir atau telpon kerabat."

Sekali lagi, seorang Keira hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kerabat yang mana? Keira tidak pernah punya siapa-siapa.

Puncaknya, suara klakson dari mobil yang mengantri di belakang membuat isakkannya menggema. Perempuan itu layaknya benda mati yang tak lagi punya kendali atas dirinya sendiri. Sampai pengemudi mobil belakang tidak tahan lagi dan menghampiri. Ah, dia bahkan tidak punya kesempatan untuk menyelamatkan rasa malu dengan menutup kaca. 

"Loh? Keira?"

Double combo. Di antara semua manusia, kenapa harus orang yang mengenalnya yang harus melihat seorang Keira dalam kondisi paling memalukan begini? Dia lebih baik dicaci maki orang tidak dikenal daripada dikasihani orang yang mengenalnya.

Perempuan itu menengok dengan air mata bercucuran di sekitar pipi. Jiwanya berteriak, itu Danu, laki-laki yang mengaku menyukainya sejak SMP. Laki-laki yang pernah dijodohkan dengannya dulu. Laki-laki yang tentu saja tidak seharusnya dia temui di sini. Keira tidak bisa bayangkan apakah ada kondisi yang lebih buruk dari pada ini.

"Are you drunk?" tanyanya kemudian dengan alis bertaut.

Seperti sebelumnya, Keira memberikan menggeleng disertai isakkan sebagai jawaban. Kepala Danu mendekat, saat itu pun Keira tidak punya daya untuk menjauh. Well, Danu hanya memastikan apakah ada bau alkohol di sekitar tubuh Keira. Karena tidak ada, pria itu makin bingung mengingat perempuan berlinang air mata di hadapannya ini sama sekali tidak seperti Keira yang dikenalnya.

"Kenapa?" tanya Danu berbisik.

Keira menunduk. Jarang-jarang dia yang selalu mengangkat dagu tinggi-tinggi itu bisa menunduk. "Hiks... nggak bisa...bayar parkir."

Danu terdiam. Mulutnya menganga. Dia sepertinya tidak bisa berkata-kata.

Itu hal yang sederhana. Sangat sederhana. Bahkan Keira punya e-wallet ataupun kartu digital untuk sekadar membayar parkir yang tidak seharusnya membuatnya sampai menangis sebegininya.

Sempat bengong beberapa waktu sambil memandangi wajah Keira, Danu kembali ke mobilnya, lalu balik lagi dengan menyerahkan beberapa lembar uang ke petugas parkir.

Satu hal lagi yang dibenci Keira, dibayari oleh pria layaknya ia tak mampu.

Palang otomatis itu yang menghadang sedan putihnya itu pun terangkat, mempersilahkan mobol Keira kembali melaju.

"Mending berhenti di depan sana, nanti gue panggilin sopir."

Perempuan itu menggeleng. Tentu dia menolak tawaran Danu. Masih sibuk menghapus air matanya, ia menatap ke arah Danu. "Thanks, Nu."

Lalu menjalankan mobilnya dan menjauh dari sana.

Malam menyebalkan yang tidak ingin Keira ingat itu untungnya sudah berlalu. Sayangnya, rasa malunya masih bersisa. Keira benar-benar berharap itu kali terakhir dia bertemu Danu. Kalau bisa, jangan pernah lagi. Walau tetap dia merasa berutang duapuluh ribu rupiah.

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang