8. So, I Married The Fox?

84.3K 7.6K 643
                                    

PG 17!

***

"Nggak seharusnya aku jual diri demi segepok uang!" ucapnya kesal seakan telah menyesali pilihannya.

Bimbie yang menyetir di sebelahnya hanya bisa memberikan ekspresi prihatin. Dia menjemput Keira di lobi beberapa menit lalu, setelah perempuan itu menelponnya dan menceritakan apa yang telah terjadi padanya. Mendengar cerita deksriptif dari Keira sambil membayangkannya sudah membuat Bimbie bergidik, belum lagi bekas menyala di beberapa bagian tubuh perempuan itu yang Bimbie lihat sendiri.

Keira baru saja melalui malam panjang yang mengerikan. Dia bahkan mengakui kalau dia baru sadar telah menikahi psikopat.

"Bisa-bisanya aku bersedia melakukan itu..." ucapnya frustasi. "Bisa-bisanya aku minta uang sama laki-laki?!" lanjutnya mengulangi.

"Uhum." Bimbie berdehem. "He is your husband, anyway," koreksinya pelan.

"The fact he is my husband triggered me more." Keira menegaskan. Suaranya agak menggema di mobil yang sempit, bikin laki-laki berkacamata cat-eyes itu terkejut. "Aku yang seharusnya lebih sukses dan lebih hebat dari dia! Iya, kan?"

Bimbie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Melirik Keira sekilas sekali lagi. Perempuan itu sibuk menutup bekas menyala pada leher dan dadanya menggunakan concealer sambil terus mengoceh.

"Terus, apa yang ada di pikiran aku sampai mengaku kalau aku butuh duit?!" tanyanya tidak percaya. "Aku seharusnya bekerja lebih keras, bukan malah minta-minta!"

"Sebentar, kamu kesal bukan karena dia 'mengerjai' kamu semalam, tapi karena fakta kamu butuh duit dia?"

Keira mengangguk. "Ya. I am a professional, Bimbie. I accepted his request, so I had to accept the concequences too," jawabnya santai.

"Oh my gosh!" Bimbie menghembuskan napas frustasinya. Sejak mengenal Keira, Bimbie tahu kalau perempuan ini titisan dajjal. Otak dan jalan pikirnya aneh. Bimbie seharusnya sudah terbiasa. Sayangnya, kelakuan Keira selalu saja di luar nalarnya yang hanya manusia biasa.

Menyadari Bimbie mulai meremehkan keluh kesahnya, Keira menambahkan. "Well, aku juga kesal karena dia gak mau pakai kondom dan buang di dalem!" ucapnya emosi, teringat kejadian mengenaskan apa yang telah dilaluinya. "Itu hal paling murahan yang bisa dilakukan laki-laki ke perempuan, tau gak?"

"..." Bimbie mencengkram stir kemudinya gregetan. Dia sudah kasihan pada Keira. Berpikir kejauhan kalau terjadi apa-apa pada mentalnya karena Ghidan mungkin saja nyaris membunuhnya. Namun sepertinya, perempuan ini baik-baik saja. Sangat baik-baik saja malah.

"IH BAJINGAN BANGET KAN ITU ORANG?!" Dia mengomel lagi. Mascara yang tadi ditangannya bahkan terpental mengenai dashboard. "Ini lagi masa subur. Kalau aku sampai hamil, gimana?!"

"Ya, tinggal minta tanggung jawab," balas Bimbie pelan.

Keira meringis, "kamu pikir aku bercanda?!"

"Nggak."

"I don't want to get pregnant," bisiknya. "Again..."

Suasana malah jadi suram. Bimbie mempererat genggamannya pada stir Lexus-nya, kali ini perasaannya jadi tak enak tanpa alasan.

"Are you okay?"

"I am," balas Keira. "Aku udah minum morning after pill kok, belum dua puluh empat jam. Jadi, pasti mempan," lanjutnya pelan, kali ini tangannya sibuk memoleskan lipstick untuk mewarnai bibirnya.

"Nek," panggil Bimbie.

Keira menengok.

"Kamu nggak melakukannya secara gratis. You actually work for it," katanya. "Kamu nggak minta-minta."

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang