24. The Devil

67.1K 7.4K 1.3K
                                    


17+

***

Tahu tidak kalau tidak selamanya iblis datang dengan wujud raksasa merah buruk rupa dengan tanduk dan tongkat garpu, terkadang dia datang dengan gaun satin merah, sepatu Christian Louboutin, wangi parfum semerbak dipadukan dengan rupa yang sempurna dan segala hal yang kamu butuhkan di dunia yang kejam ini?

Ghidan mengetahui itu sejak lama. Sejak dia sadar kalau perempuan menawan yang terlihat di balik pintu ini sama sekali bukan malaikat sebagaimana yang dia yakini dulu, melainkan iblis yang dengan segala tipu daya akan menyeretnya ke neraka. Sementara Ghidan pernah ada diposisi sukarela terjun ke neraka jahanam sekalipun asal bisa bersama dengan iblis satu ini.

Hold down, take a deep breath. Dia tidak lagi sebodoh itu. Tidak boleh lagi. Kini, dia sudah tercerahkan untuk membenci si iblis dan bersumpah akan mengembalikannya ke tempat asalnya ... neraka. Ya, Ghidan akan memberitahu perempuan ini bagaimana rasanya hidup di neraka karena pilihannya sendiri. Tekadnya sudah kuat sekali, mungkin terlihat dari tatapan tajamnya yang ingin menelan perempuan ini hidup-hidup.

"Ehem ..."

Tidak juga disuruh masuk, Keira memiringkan kepalanya sedikit, meneliti Ghidan yang menatapnya melamun. Keira berdecak sambil menutup dadanya dengan satu tangan, "I know my boobs are magneficent and you like staring at it. But, your eyes kinda annoyed me, you should not look at women like that, you know..."

Tanpa membiarkan Keira menyelesaikan kalimat penuh nasihat non-sense-nya yang menyebalkan, Ghidan menarik tangan kanan perempuan itu dan menyeretnya masuk, lalu melempar tubuhnya ke atas sofa sampai terduduk dengan paksa.

"Bisa sabaran dikit gak sih?" nada Keira mendadak kesal.

Beginilah mereka tiap kali bertemu, selalu bertengkar.

"Why are you coming late?"

"Kamu juga baru pulang, kan?" tebaknya penuh tuduhan. "Dipikir enak apa nunggu berjam-jam di lobi? Yaudah, kali ini aku lebih pinteran untuk telat tiga jam biar gak perlu nunggu. Gantian dong kamu yang nunggu."

Bentar, ini yang butuh siapa sih? "I am not your friend," balas Ghidan datar.

"Ya? You are my husband?" Keira membalas dengan lagak polosnya yang membuat darah dalam tubuh Ghidan makin berdesir. Apakah Keira masih berpikir kalau ini semua hanya candaan dalam hidupnya?

Menyadari Ghidan sedang tidak bisa diajak bercanda, Keira akhirnya mengarahkan pandangannya ke samping kiri. Dalam hati dia menggerutu kalau harus jadi korban suasana hati laki-laki ini yang buruk entah karena apa, tapi harus dia yang menanggungnya. Coba saja kalau dia tidak dalam keadaan terpuruk, mungkin dia akan dengan senang hati mengeluarkan segala unek-uneknya tanpa peduli harus dibentak atau dimarahi.

Sayang sekali, Keira harus menahan itu semua demi membuat pria ini tidak berubah pikiran. Apabila Ghidan tidak jadi membantu perusahaan ayahnya, mungkin ayahnya itu akan betulan membunuhnya sebagaimana ancamannya kala itu. Calon warisan yang seharusnya berupa aset-aset menggiurkan akan berubah menjadi utang kalau perusahaan itu tidak terselamatkan.

Seperti yang selalu dia yakini, Keira tidak menyayangi ayahnya, akan tetapi dia menyayangi nyawanya dan juga calon harta warisannya. Maka dari itu, dia harus tahu rasanya berkorban dan mengalah.

"Okay, I am sorry," gumamnya kemudian, terdengar sangat terpaksa, karena memang terpaksa. "Aku tadi nunggu Arsen tidur dulu." Keira mengangkat kepalanya sedikit, meneliti ekspresi Ghidan yang lumayan melunak. "Kalau kamu lagi capek, we can talk about this next time kok," tawar Keira lembut.

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang