3. The Third Person

113K 9.6K 590
                                    

"What's wrong with you?" Marco bertanya setelah bermenit-menit kebingungan melihat perilaku pria yang berada dalam ring. Pria itu tidak berhenti memukul samsak tinju di hadapannya dengan membabi buta. Tadinya sempat mengenakan sarung tinju, sekarang tangannya tidak lagi dilapisi apa-apa. "Siapa yang lo bunuh kali ini?"

"Keira," jawab Ghidan tanpa berpikir, masih memukul bantalan keras di hadapannya. Matanya menatap lurus ke arah sana untuk menyalurkan seluruh emosinya.

Ya, dia membunuh perempuan yang menjadi istrinya tersebut di dalam kepalanya.

Biasanya, Ghidan akan bertarung dengan orang sungguhan, entah itu si profesional atau amatir yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sayangnya, karena ini masih jam kerja, maka hanya ada dia dan Marco, si pengurus club yang sedang tidak mau ditantang karena malam ini akan menghadiri acara penting.

"Your wife?" tanya Marco bingung. Berteman dengan Ghidan dari dulu membuat Marco menjadi salah satu yang tahu kalau Ghidan sudah beristri. Dia bahkan pernah bertemu Keira beberapa kali. Dari tingkah laku Keira dan sifat-sifatnya yang sempat diungkapkan Ghidan, Marco bingung bagaimana bisa kedua orang ini sampai menikah.

Ghidan dan Keira berasal dari dunia yang berbeda. Keira tipikal perempuan yang tidak mengerti apa itu susah. Ayahnya pengusaha, keluarga besarnya terdiri dari orang-orang terpandang, wajahnya cantik dan pencapaiannya membanggakan. Sekilas, perempuan itu seperti tidak memiliki kekurangan, dia punya banyak privilage yang membuat hidupnya praktis. Mungkin itu juga yang menjadikannya arogan dan tidak memiliki empati terhadap orang lain. Sementara Ghidan butuh proses yang sangat rumit dan menyakitkan untuk sampai ke posisinya yang sekarang. Dan parahnya, Keira belum juga mau menghargainya.

"Kalau lo beneran mau bunuh dia, gue punya banyak link pembunuh bayaran," tawar Marco, berupaya menghibur Ghidan yang makin merusak buku-buku jarinya sendiri.

Ghidan akhirnya berhenti, napasnya ngos-ngosan, sementara tubuhnya bermandikan keringat. Dia menatap Marco agak lama. Ah, ya, tentu saja yang dikatakan Marco barusan bukan omong kosong belaka meskipun ia berbicara pakai nada bercanda. Dia betulan bisa mencari orang untuk melenyapkan nyawa Keira dan menjadikan itu selayaknya kecelakaan tak disengaja.

"How?" tanya Marco lagi. Rautnya berubah serius.

Ini penawaran yang sama sekali tidak buruk.

Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Ghidan akhirnya memberikan gelengan. Ia melangkah ke sudut ring, mengambik air mineral dan menegaknya sampai setengah.

Well, dia memang ingin sekali melenyapkan Keira dari hidupnya. Perempuan itu jahat. Bahkan Maleficent pun seperti malaikat jika dibandingkan dengan perangai buruk Keira. Sayangnya, benar-benar membunuh Keira bukanlah sesuatu yang ingin Ghidan lalukan juga.

Setelah semua yang diperbuatnya, tidak adil kalau Keira mati dengan mudah.

Marco duduk di kursi yang terletak di ujung ruangan, disusul Ghidan yang masih menggenggam air mineralnya. Ini adalah tempat yang pria itu kunjungi apabila berada di emosi paling buruk, tempat yang sesuai untuk melampiaskan segala emosinya.

"Apalagi yang dilakukan si jalang itu kali ini?"

Ghidan tidak langsung menjawab. Banyak hal yang tidak mau dia ceritakan pada orang lain. Namun, menahannya juga bukan sesuatu yang bisa ia lakukan lagi.

"Dia pake uang gue buat jajanin selingkuhannya," ucapnya tanpa emosi.

Jujur, Ghidan sama sekali tidak masalah kalau Keira mencuri kartu kreditnya untuk keperluan perempuan itu. Keira bisa menggunakannya untuk membeli kapal pesiar sekalian, Ghidan juga akan merelakannya. Anggap, itu merupakan kewajiban Ghidan sebagai suami. Masalahnya, istrinya itu sengaja menginjak harga dirinya untuk yang kesekian kali dengan membuang-buang uangnya kepada lelaki selingkuhannya.

Marriage Blues (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang