Ghidan lebih cocok disebut sebagai orang yang konstan dibandingkan fleksibel. Dia tahu apa yang dia inginkan, berupaya mencari jalan, dan mencapai tujuan itu tak peduli apapun kendalanya.
Jika dia bilang tidak, berarti tidak. Jika dia bilang iya, berarti iya. Dan jika dia bilang membenci Keira setengah mati, berarti dia benar-benar berharap perempuan itu musnah saja dari bumi.
Ah, andai saja hidupnya masih sesimpel itu.
Pria itu tahu kalau dia seharusnya diam saja ketika melihat Keira menghilang dibalik pintu kondominiumnya. Dia yang menginginkan istrinya yang jahat itu pergi, kehadiran Keira hanya membuat keadaannya memburuk. Namun, pikirannya yang tak bisa tenang malah membuatnya terpaksa menghubungi nomor rumah. Bi Eni yang mengangkat. Perempuan paruh baya itu langsung memberitahu Ghidan kalau Keira belum tiba di rumah, sempat menitip pesan untuk dibukakan pintu karena akan pulang dalam keadaan mabuk. Padahal, Ghidan belum bertanya.
Tahu apa titik paling sintingnya? Saat ia malah mengunjungi nightclub di gedung sebelah meskipun tahu kondisi kesehatannya tidak memungkinkan untuk banyak bergerak dan keluarga rumah. Bukankah dia berubah menjadi sangat plin-plan? Isi kepala dan tindakannya sangatlah kontradiksi.
Baiklah, Ghidan harus mengakui kalau dia merasa sedikit bersalah karena mungkin niat Keira kemari memang baik, perempuan itu membawakannya obat didalam paperbag yang gadi dia bawa.
"How could you find me?" Perempuan itu bertanya disela-sela Ghidan yang melingkarkan lengan perempuan itu ke lehernya. Ghidan diam saja, sementara Keira mengeluarkan tawa yang mengebalkan. "Kamu pasti login pakai iTunes aku, iya kan?" tebaknya yakin. "It's illegal, you know," lanjutnya bermonolog sendiri walau harus kuat-kuatan dengan musik DJ yang sangat berisik.
Butuh usaha luar biasa hingga akhirnya mereka berdua bisa keluar dari dalam sana. Ghidan melepaskan rengkuhannya pada tubuh Keira sebentar, menunduk memegang lutut sembari menstabilkan napasnya yang pendek. Dadanya terasa senak, bau alkohol membuatnya ingin muntah. Belum lagi keringat dingin yang tidak berhenti keluar dari pori-pori kulitnya dan tubuhnya yang terasa menggigil.
Sambil menyender di dinding dekat lift, Keira malah tertawa, ia terang-terangan mengeluarkan tawa meledeknya khas orang mabuk untuk Ghidan yang pucat pasih.
"You have to stop acting like you are strong when you are not," ejeknya santai. "Of course I am stronger than you."
Mendengar itu, Ghidan tentu emosi, darahnya berdesir. Apakah Keira berpikir Ghidan tak bisa meninju wajahnya meskipun kondisinya sedang tidak sehat?
Lagipula, kapan sih Keira tidak membuatnya emosi?
Sementara Ghidan menengok dengan tatapan tajam, perempuan itu malah melangkah sempoyongan mendekati Ghidan, masih memamerkan senyumnya yang cantik. Dia mengulurkan kedua tangannya, mengambil lengan kanan lelaki berkaos putih itu lalu mendekapnya. "I am gonna help you," bisiknya dengan mata setengah terpejam.
Ghidan menarik kembali tangannya. "You are crazy," balas Ghidan tidak paham lagi.
Pintu lift terbuka. Ghidan tidak punya pilihan selain mengikuti Keira yang menariknya masuk. Tenaga perempuan itu termasuk kuat untuk ukuran teler orang yang nyaris pingsan. Tidak sampai disitu, dia kembali bergelendotan memeluk lengan Ghidan sambil senyum-senyum sendiri. Dengan mata beler dan suara sumbang, Keira terus bergumam menggunakan kata-kata yang tidak jelas diikuti tawa menyebalkan yang membuat Ghidan berharap akan lebih baik kalau perempuan ini pingsan saja.
"Pathetic," komentar Ghidan ketus. "Why didn't you ask your friends to drink with you?" Tanyanya mengomel. "Look at you right now, untung gak mati,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Blues (COMPLETED)
Romance"Marriage is hard, divorce is hard. Choose your hard." Menikahi perempuan tukang kontrol dan selalu ingin menang sendiri bukanlah perkara mudah. Hebatnya, Ghidan Herangga berhasil menjalani itu selama tujuh tahun berturut-turut. Tanpa persetujuannya...