Kok part kmrn rame bgt siy w ampe kaget hhh. Kemana saja kelian selama ini? Hihiy.
***
Ghidan berdiri di depan lobi kantornya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ekspresi datarnya seperti memberitahu kalau dia sedang tidak bisa diajak bercanda. Pria itu mendesah, teringat peringatan Keira yang menyuruhnya tidak boleh keluar terlambat sedetik saja. Lalu, siapa yang malah terlambat? Perempuan itu sendiri.
Beberapa menit kemudian, barulah sebuah sedan putih yang Ghidan hapal betul lewat di depan lobi, berhenti tidak jauh di depan Ghidan. Tanpa berlama-lama, dia langsung masuk ke dalamnya, disambut oleh Keira yang memberikan senyum riangnya.
"Smile, Ghidan! Jangan pasang tampang galak begitu. Lihat tuh orang-orang jadi serem sama kamu." Dia menunjuk beberapa security ataupun karyawan yang juga baru keluar lobi dan berdiri di sekitar Ghidan.
Belum menunjukkan rasa bersalah meskipun tidak menepati janji sendiri. Ah, kapan sih Keira tahu caranya merasa bersalah?
"Mau saya yang nyetir?" tanya Ghidan sebelum memasang safety belt, masih memberikan tampang juteknya.
"No, I can drive anyway." Keira memakai kacamata hitamnya. Kemudian memberikan Ghidan handphone yang sedang membuka applikasi maps. "Tugas kamu lihat maps. Laki-laki sering meremehkan perempuan gak bisa baca peta, sekarang biar kamu rasain sendiri gimana sulitnya membaca peta!"
Ghidan tidak memberikan ekspresi berarti, tetap memegang handphone Keira sebagaimana yang dimintal.
"GPS di mobil kenapa?" tanyanya. Dia menyentuh bagian GPS di layar dashboard mobil Keira yang menunjukan Benua Australia.
"Rusak."
"Gak diperbaiki?"
"Males, gak sempat."
"Tinggal minta tolong Mang Jamal," ucap Ghidan. "Atau weekend saya aja yang bawa, biar saya perbaiki. You can drive my car."
Keira melirik Ghidan sekilas yang masih fokus mengutak-atik GPS-nya. Perempuan itu hanya tersenyum simpul. Kira-kira beginilah Ghidan kalau hubungan mereka baik-baik saja, atau mungkin dia bisa jauh lebih pedulian dari ini.
Pria ini baik, terkadang bisa terlalu baik. Dulu, waktu mereka masih sebatas teman, pukul berapapun Keira menghubunginya, Ghidan selalu datang di saat itu juga. Seperti ketika Keira kebanyakkan minum karena tidak puas dengan nilai Hukum Pidananya, Ghidan yang menjemputnya di nightclub, padahal itu sangat meribetkan pria itu mengingat kos-kosan Keira punya jam malam. Alhasil, Keira terbangun di kamar kos Ghidan yang bukan apa-apa dibandingkan kamar Keira yang mewah. Di saat seperti itu, Ghidan memiliki kesempatan untuk mencelakainya, akan tetapi dia memilih untuk menjaganya. Memberikan sarapan ketika bangun, atau mendengar segala keluh kesah Keira yang tidak berguna. Pernah juga saat ban mobil Keira pecah di saat tidak ada bengkel yang bisa ia hubungi, Ghidan yang datang untuk membuat semuanya lebih mudah dilewati.
Sebanyak apapun Keira bertingkah dia bisa melakukan segala hal sendirian, terkadang ada hari di mana dia membutuhkan seorang teman. Dan tidak ada teman yang bisa menerimanya lebih baik daripada Ghidan.
Sayang sekali, Keira terlalu tidak tahu diri sampai menyia-nyiakan laki-laki sepertinya.
"Gak usah deh, ada google maps juga."
Sehabis Keira mengatakan itu pun, Ghidan juga belum menyerah mengutak-atik setting GPS-nya, sampai dia lelah sendiri dan memilih menghidupkan audio mobil.
Tidak lama kemudian, handphone Keira berdering. "Ada vidcall masuk dari Bimbie," katanya memberitahu.
"Ignore aja, paling dia lagi pamer oplas hidung di Bangkok," ucap Keira sinis. "With my husband's money."
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Blues (COMPLETED)
Romance"Marriage is hard, divorce is hard. Choose your hard." Menikahi perempuan tukang kontrol dan selalu ingin menang sendiri bukanlah perkara mudah. Hebatnya, Ghidan Herangga berhasil menjalani itu selama tujuh tahun berturut-turut. Tanpa persetujuannya...