PART 23 || HAPPY BIRTHDAY, ALUDRA

100 8 0
                                    

Aludra mengerjapkan matanya berulang kali karena merasakan kedinginan. Ia baru sadar bahwa dirinya tertidur di bawah rintikan hujan.

Aludra melihat ke arah jam tangannya, ia terkejut bahwa sudah pukul 17.00. Jadwal pulang sekolah ialah pukul 16.00, tetapi ternyata ia malah tertidur 1 jam.

Aludra melangkahkan kakinya dengan lesu, rasanya ia tak bersemangat sama sekali. Ia bahkan berpikir, mengapa tak ada yang membangunkannya? Apa dikarenakan taman belakang ini jauh dari kelasnya? Karena itu tak ada yang mendatangi nya?

Entahlah, Aludra tak ingin memikirkan masalah itu sekarang. Ia hanya ingin pulang agar bisa mengistirahatkan tubuhnya yang penat.

Aludra berjalan menuju halte terdekat dengan seragam yang masih basah kuyub, Aludra menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia tak mendapati kendaraan sama sekali. Sepi.

Aludra menghembuskan nafasnya kasar lalu dengan terpaksa ia harus berjalan kaki menuju ke rumahnya.

Saat sudah berjalan 10 langkah, terdengar deruman suara motor. Aludra tak menghiraukannya, tak mungkin itu deruman motor Lintang.

Tetapi motor itu tiba-tiba menghadang Aludra, dan pemilik motor itu membuka helm full face nya.

Aludra kaget melihat orang yang menghadangnya, "kak Axel?"

Dia adalah Yonathan Axel Imanuel, dialah yang mengantarkan Aludra pulang saat di usir oleh Nadeem.

Axel tersenyum, tetapi senyuman itu tak bertahan lama. Dikarenakan melihat kondisi seragam serta hijab yang dikenakan Aludra.

Kotor dan lusuh.

"Mau gue anterin pulang?" Aludra mengangguk.

Aludra menaiki motor sport milik Axel, ia hanya berpegangan pada ujung seragam sekolah Axel.

Di depan Axel terkekeh, ia memaklumi bahwa Aludra tak suka jika berpelukan dengan orang yang bukan muhrimnya.

Tetapi Axel malah berniat menggoda Aludra, "pegangan! Nanti jatuh." titah Axel.

"Udah,"

"Pegangan di perut gue biar nggak jatuh, kalo Lo pegang ujung baju gue ntar Lo jatuh." ucap Axel dengan lembut.

"Bukan muhrim kak, nggak baik." ucap Aludra.

Axel menjalankan motor nya menuju rumah Aludra, ia masih ingat rumah Aludra. Dikarenakan rumah Aludra tak jauh dari rumah temannya.

Axel sebenarnya hendak ke rumah Dito-temannya. Jika bukan karena tugas tak mungkin ia mau jauh-jauh dari rumah ke rumah Dito.

Tetapi tanpa ia sadari, ternyata rumah Dito dan Aludra berdekatan. Hanya berjarak beberapa meter saja.

Aludra hanya diam tak bergerak, ia malah menghirup udara senja seperti ini. Axel yang melihat lewat kaca spion pun gemas dengannya.

Pantas saja teman sekolahnya menyukai Aludra, Aludra beda dengan teman gadis Axel di sekolah.

Aludra berhijab, polos, lugu, lemah lembut, pemalu, menundukkan pandangan nya, dan yang satu lagi. Cantik.

Memang semenjak Axel menceritakan tentang Aludra ke teman-temannya, banyak teman-temannya yang menyukai Aludra. Walaupun mereka belum tau wujud asli Aludra.

Menurut mereka adalah, "jika menurut Axel cewek itu cantik. Pasti cantiknya diatas rata-rata. Makanya gue nggak perlu nyari tau lagi." ucap teman-teman Axel waktu itu.

Setelah menempuh perjalanan selama 10 menit akhirnya Axel dan Aludra sampai di depan rumah Aludra. Axel turun dari motor lalu membantu Aludra turun dari motornya.

Aludra sesegera mungkin turun dari motor Axel lalu tergesa-gesa masuk ke rumah karena bajunya yang basah kuyub bisa mengakibatkan ia masuk angin.

Entah mengapa Aludra tak memperhatikan jalannya, ia terpeleset batu lalu tubuh Aludra di tangkap oleh Axel. Memang jarak Aludra terpeleset dengan Axel berdiri tidak lah jauh makanya ia bisa mudah menangkap tubuh mungil Aludra.

Axel menatap manik mata Aludra dengan lekat, begitupun dengan Aludra. Axel terpesona dengan kecantikan Aludra.

Aludra mengerjapkan matanya lalu berusaha berdiri dengan tegak, "maaf kak, Aludra ceroboh."

Axel tersenyum, "iya nggak papa, gue duluan ya?"

"Kak Axel nggak mampir?" Axel menggeleng.

"Gue mau ke rumah sahabat gue, kebetulan rumahnya se komplek sama Lo kok. Gue mampirnya kapan-kapan aja ya. Bye." ucap Axel.

Ia menaiki motor sportnya lalu melajukan motornya dan tak lupa ia melambaikan tangannya ke Aludra, Aludra pun membalas lambaian tangan Axel.

Saat Axel sudah berbelok, Aludra menatap ke rumahnya. Ia takut untuk ke rumah sendiri.

Tanpa berpikir panjang Aludra melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Ia lelah. Ia ingin tidur pulas kamarnya.

Aludra mengernyitkan dahinya bingung saat mendapati seluruh ruangan gelap gulita, Aludra tak menghiraukan nya. Ia tetap berjalan menuju kamarnya.

Saat hendak menaiki tangga tiba-tiba lampu di seluruh ruangan menjadi terang, sampai-sampai Aludra menutupi matanya dengan kedua tangannya karena saking terangnya ruangan itu.

"HAPPY BIRTHDAY!" ucap semua orang disana.

Aludra terperanjat kaget, ia menjauhkan kedua tangannya dari mukanya. Ia melihat sekeliling nya. Ramai. Ada teman sekelasnya dan keluarga besarnya.

Lintang menghampiri Aludra lalu menggendong Aludra ala bridal style. Lintang menuju kearah semua orang berkumpul.

Aludra menundukkan kepalanya, ia takut melihat sorot mata keluarganya. Karena Aludra mengenakan seragam yang basah dan kotor.

"Ehem."

Aludra tak kunjung mendongak. Tangan Lintang pun bergerak memegang dagu Aludra. Lalu dengan perlahan Aludra mendongak karena tangan kakaknya itu.

Aludra memandang mata Lintang yang lembut, tak seperti kemarin yang kasar dan judes.

"Kak," lirih Aludra.

"Why?"

"Jangan marahi Aludra lagi, Aludra takut." ucap Aludra polos.

Semua orang yang berada di ruang itu mengerjapkan matanya berulang kali, ia masih memikirkan ucapan Aludra.

Sedangkan Lintang hanya melongo dengan mulut yang terbuka, ia juga berpikir tentang ucapan Aludra. Takut? Marah? Lagi?

Sungguh, Lintang bingung untuk saat ini. Ia mencoba berpikir berulang kali. Alhasil. Aha!

Lintang tersenyum lalu mengusap lembut kepala Aludra yang tertutup hijab itu. Aludra nyaman dengan posisi itu lalu sedikit demi sedikit mata Aludra terbuka.

"Maaf," ucap Lintang saat Aludra memandangnya begitu dalam dengan lembut.

"Emm, buat apa ya kak? Kak Lintang nggak salah kok," ucap Aludra polos sembari memandang setiap inci wajah tampan Lintang.

Lintang menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sebenarnya salah Lintang ke Aludra itu banyak. Sebanyak gunung Tangkuban Parahu. Mungkin.

"Udahlah lupain, gue pusing." ucap Lintang mencoba mengalihkan pandangannya kearah lain. Lintang salting.

"Kakak marah ya? Kenapa pipi kakak merah? Please, kak, jangan marah lagi."

Lintang mendengus kasar lalu ia memandang Aludra kembali, "nggak kok, kakak cuma gerah aja. AC-nya pasti dimatiin." ucap Lintang asal.

"Tap-"

"Oh ya dek, Lo kan belum ganti baju ya? Ganti baju gih! Nanti masuk angin!" ucap Lintang sambil sesekali mendorong bahu Aludra.

Aludra terkekeh, "iya kak iya, Aludra bisa jalan sendiri kok. Jangan di dorong-dorong. Kan Aludra bukan gerobak."

Lintang mengusap wajahnya kasar, "astaghfirullah, iyain ae lah. Dahlah, gue pusing!" putus Lintang lalu membaringkan tubuhnya di atas lantai yang dingin itu.

Aludra terkekeh kembali, lalu ia berjalan ke arah kamar untuk mengganti pakaiannya yang basah kuyup.

KYMBERLIANT ANNIE KASSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang