Aludra kembali dengan baju warna biru mudanya, entah mengapa ia suka memakai baju yang berwarna biru muda.
Ia mencepol asal rambutnya lalu memakai hijabnya. Aludra menghembuskan nafasnya gusar. Dia menuruni satu persatu tangga dengan kepala yang menunduk.
"Aludra, stop! Lo nggak usah nunduk, kita nggak bakalan marah lagi. Sekarang coba liat ruangan ini!" ucap Lintang keras.
Aludra mendongak lalu melihat seluruh penjuru ruangan yang ia tempati. Indah. Dan jangan lupakan spanduk yang terpampang di tembok dengan tulisan 'HAPPY BIRTHDAY, ALUDRA QUBILLAH ATTALA!' lalu tak lupa juga ada foto Aludra di spanduk itu.
Aludra bahkan tak ingat ulang tahunnya sendiri. Tetapi semua orang malah memberikan kejutan yang luar biasa, walau ada sedikit rasa sakit di hati Aludra.
Aludra memandang semua orang yang berada di ruangan itu. Ada pamannya, kedua orang tuanya, kakak-kakaknya, dan jangan lupakan teman-teman Aludra.
"Happy birthday, sayang." ucap kedua orang tua Aludra sembari memeluk erat anak bungsunya, seakan-akan tak mau Aludra pergi jauh. Dan Aludra hanya menikmati pelukan erat orang tuanya walau dirinya sedikit tak bisa bernafas.
Lintang yang mengetahui itu pun langsung menjauhkan Aludra dari bunda dan ayahnya, lalu ia merengkuh tubuh mungil Aludra dengan perlahan tetapi semakin lama pelukan itu menjadi erat.
"Maafin kakak," ucap Lintang sambil melepaskan pelukan nya secara perlahan.
"Kenapa kak? Kakak nggak salah kok." ucap Aludra.
"Maaf udah buat kamu jadi kayak gini, ini semua kakak yang rencanain. Seharusnya kakak nggak rencanain ini. Maaf," sesal Lintang.
Aludra mengusap rahang Lintang dengan lembut, "kakak nggak salah kok. Ini kejutan yang bagus banget buat Aludra."
Lalu melepaskan tangannya yang mengusap rahang Lintang, setelah itu Aludra langsung memeluk kakaknya yang ia sayangi sampai-sampai Lintang terhuyung ke belakang karena mendapat pelukan mendadak dari Aludra.
"Agresif banget adek gue!" batin Lintang.
"Kakak, kangennn!" ucap Aludra manja.
"EKHEMM!!"
Lintang dan Aludra menoleh kearah dehaman itu. Dehaman itu berasal dari-kakak sulungnya, kak Zhafran.
"Ganggu aja dah Lo bang," eluh Lintang.
Zhafran tak memperdulikan celotehan Lintang, ia malah menatap adik bungsunya-Aludra.
"Nggak kangen kakak, hm?" ucap Zhafran sambil merentangkan kedua tangannya.
Aludra menggeleng, "Aludra nggak kangen kak Zhafran."
Zhafran menurunkan kedua tangannya saat Aludra ternyata tak rindu dengannya. Saat Zhafran berbalik badan tiba-tiba Aludra memeluknya dengan kuat, sampai Zhafran terhuyung ke depan.
"Kangen doang, ehh nggak. Kangen banget!" pekik Aludra.
Zhafran tersenyum hangat lalu berbalik badan dan kembali memeluk Aludra, "udah berani ya jahilin kakak sendiri?" ucapnya sambil menyentil hidung Aludra.
Aludra hanya terkekeh, ia melepaskan pelukannya Zhafran perlahan. Zhafran sebenarnya tak rela karena berada dipelukan Aludra ia nyaman.
"Nanti lagi acara pelukannya kak, sekarang Aludra mau ketemu ayah bunda dulu. Kakak nanti tidur di kamar Aludra boleh kok." ucap Aludra sembari meninggalkan Zhafran. Zhafran tersenyum hangat.
Ayah dan bunda merentangkan kedua tangannya, lalu dengan cepat Aludra berhambur kepelukan kedua orang tuanya.
"Hiks,"
Ayah dan bunda melepaskan pelukannya lalu memandang Aludra yang sudah menangis.
"Anak ayah kenapa nangis? Siapa yang buat kamu nangis?" ucap ayah Aludra dengan sesekali mengusap puncak kepala Aludra. Tetapi Aludra diam seribu bahasa.
"Sayang, kenapa diem? Ada apa? Cerita sama bunda, nak." ucap bunda.
"Hiks, bunda, ayah." lirih Aludra.
Kedua orangtuanya merasa gelisah dengan putrinya, Aludra tak pernah ketakutan disaat hari ulang tahunnya tiba.
Bunda mengusap punggung Aludra, ayah menghapus jejak air mata Aludra. Kedua kakaknya juga heran, tetapi mereka hanya diam, karena jika sudah ada bunda dan ayah, Aludra akan baik-baik saja.
"Ayah, bunda?"
"Iya nak, ada apa?" ucap orang tua Aludra berbarengan.
"Kak Lintang, kak Zhafran?" Kedua kakaknya itu segera menghampiri adiknya.
"Kenapa dek? Ada yang sakit?" tanya Zhafran dengan gelisah.
"Aludra kenapa?" Bukan Zhafran yang bertanya, tetapi Lintang.
"Kalo Aludra udah nggak ada, tolong jagain bunda dan ayah. Jangan bikin bunda dan ayah kecewa, dan kalo Aludra beneran meninggal, ikhlaskan Aludra." ucap Aludra lirih dengan kepala yang menunduk.
Keempat orang itu terkejut dengan ucapan Aludra. Mengapa Aludra berkata seperti itu? Apakah ada yang menyakitinya?
Lintang memeluk adiknya seketika, ia mengeratkan pelukannya. Ia tak mau Aludra meninggalkannya.
"Hustt, jangan bilang kayak gitu ya? Ucapan itu doa." ucap Lintang sambil sesekali mengusap kepala Aludra.
Aludra diam, ia juga tak ingin berkata itu. Tetapi entah dorongan dari mana ia berkata demikian.
Aludra kembali menangis dipelukan Lintang. Entah mengapa, hati Lintang merasa takut. Takut kehilangan adiknya ataupun takut ditinggalkan adiknya.
"ASSALAMUALAIKUM,"
Aludra melepaskan pelukannya lalu melihat ke arah suara itu. Aludra mengenal suara itu. Bahkan ia hafal siap pemilik suara itu.
Ara dan Lana. Temannya.
Ara dan Lana berlari dan berniat memeluk temannya, tetapi tiba-tiba kerah baju mereka berdua ditarik oleh seseorang. Siapa lagi kalau bukan Lina yang menarik mereka? Iya, itu adalah Lina.
"Gue dulu!"
Mau tak mau Ara dan Lana harus mengalah ketimbang dimakan habis-habisan oleh macan betina itu.
Lina memang kalem dan dingin, tetapi jika ia marah pasti bisa babak belur orang yang mengetes kesabarannya. Jangan lupakan, ia juga juara jika bertanding pencak silat. Bahkan sampai seleksi ke luar negara. Hebat bukan?
Maka dari itu tak ada yang berani macam-macam dengan Lina. Tetapi Ara dan Lana selalu saja menjahilinya. Semarah-marahnya Lina, ia tak akan melukai Ara, Lana dan Aludra.
Bahkan diantara mereka bertiga hanya Aludra lah yang ia perhatikan. Entah kenapa ia hanya ingin melindungi Aludra. Polos, lugu, bahkan mudah dibohongi. Itulah alasan Lina melindungi Aludra. Tapi entahlah itu benar atau tidak.
Lina menghampiri Aludra, lalu memeluknya dengan erat.
"Happy birthday! Ciee, yang tambah tua. Canda tua." ucap Lina dengan tertawa terbahak-bahak bersama Aludra.
"Lina juga tua, buktinya ulang tahun Lina sama Aludra masih duluan Lina. Berarti Lina tuaa, canda Lina tuaa!" ucap Aludra polos.
Semua orang tertawa terbahak-bahak, mereka tau bahwa hanya Aludra yang berani mengejek Lina. Bahkan saudara kembar Lina tak pernah mengejeknya karena Lana takut di banting oleh Lina. Aneh, tapi ini nyata.
Lina yang diejek seperti itu hanya mendengus, tetapi ia juga senang Aludra tertawa terbahak-bahak. Karena semenjak tadi pagi Aludra sama sekali tak tertawa.
"Pertahankan senyum Lo, jangan sampai senyum Lo pudar." batin Lina.
Lina bahkan tak ingin senyum Aludra pudar, kalau saja tadi Aludra tak tertawa mungkin Lina akan menghajar Lintang yang seenaknya menyusun rencana ini.
"Jangan lunturin senyum itu, gue suka senyum Lo! Sampai kapanpun Lo punya gue. Nggak ada yang bisa pisahin kita!" ucap seorang pria yang tak jauh dari mereka. Ia memakai kacamata hitam, makanya Lintang dan keluarganya tak mengusir dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KYMBERLIANT ANNIE KASSIA
Fiksi Remaja[[BUDAYAKAN VOTE SETELAH MEMBACA] [REVISI KALO UDAH TAMAT] ••• "Kenapa kakak bohongin Aludra?" tanya Aludra di sela-sela isak tangisnya. "Kakak nggak bohongin kamu, kakak takut kamu tinggalin kakak kalau kamu tau kebenarannya." jelas Zhafran. "Kak L...