XL. Sophia

11.6K 1.7K 121
                                        

Sesak. Kepala Cara terasa pening, dunianya seolah berputar, perkataan Dante menamparnya. Dialah makhluk yang paling egois yang ada di permukaan muka bumi ini. Bagaimana mungkin ia menarik Christopher masuk ke dalam dunianya yang gelap lalu menghancurkannya tanpa sisa seperti ini?

Cara menarik napas dalam, dadanya naik turun, matanya berkaca-kaca, ia tidak mampu membalas perkataan Dante dengan kalimat yang sama tajamnya karena ia tahu jauh di dalam lubuk hatinya bahwa semua yang Dante katakan benar.

Cara meletakkan gelas sampanye yang ada di tangannya ke atas meja lalu meninggalkan Dante sendirian. Pria itu bahkan tidak merasa perlu repot menahannya atau berbicara dengannya lagi.

Apa yang pernah psikolog dan psikiater katakan tentang dirinya? Stockholm Syndrome? Abandonment Issues? Cara ingin tertawa keras-keras sekarang, dahulu ia menampik semua itu. Dia tidak memiliki masalah di dalam dirinya, dia sehat, dia tidak memiliki masalah mental. Bagaimana bisa orang-orang yang tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya menilainya seperti itu? Namun, kini Cara harus menundukkan kepalanya dalam-dalam dan menelaah kembali seluruh laporan para psikolog dan psikiater yang ada di atas meja Alan. Mereka benar, dia salah.

Tony Williams memberikan luka yang terlalu dalam bagi Cara hingga dia tidak bisa tumbuh seperti manusia yang normal.  Sejak ia kecil Tony telah terbiasa meninggalkannya berhari-hari, terkadang tanpa minuman dan makanan, lebih sering tanpa listrik yang mengalir masuk ke dalam rumah mereka. Christopher menariknya dari dalam kegelapan itu, tetapi Cara meninggalkannya. Kenapa? Karena bagi Cara lebih baik ia pergi lebih dahulu sebelum ditinggalkan. Dia tidak ingin merasa kehilangan lagi.

Dia takut suatu hari nanti Christopher akan memilih meninggalkannya, jadi dia pergi terlebih dahulu.

Melihat bagaimana Christopher mempertanyakannya setiap saat membuat Cara meragukannya. Christopher tidak mempercayainya. Bukan hanya Cara yang membaca laporan itu, Chris juga. Stockholm Syndrome menjadi masalah lainnya. Christopher tidak mempercayainya karena percaya pada satu titik tertentu Ferro telah mempengaruhi Cara sedemikian dalam, membuat gadis itu membagi kisahnya yang tidak pernah ia bagi bersama orang lain, karena mereka memiliki masa lalu yang nyaris serupa, ayah yang sama-sama abusif dan ibu yang telah tiada, apa yang lebih indah dari itu?

"Cara." Cara menoleh melihat wanita berambut panjang dengan segelas sampanye di tangannya datang menghampirinya. "Apa kau baik-baik saja?"

"Vanessa." Cara mengangguk kaku, menyadari bila keadaannya saat ini bisa dikatakan tidak lebih baik. Tangannya berkeringat, wajahnya memucat, napasnya naik turun, perasaan gelisah menggelayutinya. "Aku baik-baik saja."

"Kau tidak terlihat baik-baik saja." Vanessa berdecak, ia menarik Cara duduk di salah satu sofa. Tangannya meletakkan sampanye ke atas meja lalu memeriksa keadaan Cara. "Kau tahu kalau aku dokter, bukan? Kau tidak terlihat baik, aku akan memanggil seseorang untuk .... "

"Tetap di sini." Cara menahan lengan Vanessa sebelum wanita itu pergi. "Bisakah kau membantuku, aku .... " Cara menjilat bibirnya gelisah, berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan kondisinya saat ini. "Aku butuh pil kontrasepsi."

Vanessa terdiam, dia memperhatikan raut wajah Cara. "Bukankah Dr Luis sudah pernah memberikan pil itu kepadamu sebelumnya?"

"Aku berhenti meminumnya, sejak dua tahun lalu." Cara menjelaskan dengan nada pelan.

"Apa kau aktif berhubungan seksual?" Vanessa bertanya kembali, sikapnya menjadi jauh lebih profesional daripada sebelumnya.

"Ya." Cara mengangguk, wajahnya memerah.

"Kapan kau terakhir kali melakukan hubungan seksual?"

Cara mengerjapkan matanya. "Dua hari lalu."

Vendetta | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang