XIII. Borgata

23.8K 2.8K 50
                                    

"Apa kau baik-baik saja?" Christopher menolehkan kepalanya, melihat ibunya yang berdiri di belakangnya, menyapanya sembari tersenyum sedih melihat tangannya yang masih terbalut perban.

"Aku baik-baik saja." Christopher menghela napas panjang ketika ia meletakkan kedua tangannya di tepi bak cucian piring. Ia melihat ke luar jendela, melihat adik-adiknya yang pergi menuju ke sekolah meninggalkannya berdua bersama ibunya di flatnya yang mungil.

"Aku tahu apa yang terjadi kepada Cara membuatmu lelah, Chris." Ibunya mengusap punggungnya, mata cokelat wanita itu memerhatikan gurat-gurat lelah yang terlihat begitu jelas begitu juga kantong mata Chris yang semakin menggelap. "Kau bisa menyerahkan semuanya kepada kepolisian, Chris."

"Berapa lama aku harus menunggu? Aku mungkin baik-baik saja, tetapi aku tidak tahu apa yang terjadi pada Cara. Dia bisa jadi ketakutan saat ini, Ferro Belucci bisa saja melakukan sesuatu kepadanya! Aku bahkan belum bisa menemukan di mana Tony berada." Chris menggeram marah, entah sudah berapa lama ia memendam emosinya seperti ini, menghabiskan waktunya siang dan malam untuk bekerja dan mencari tahu di mana Cara berada. Tidak ada jejak sedikit pun selain Cara berada di tangan Outfit, jalannya begitu buntu karena nama Ferro Belucci adalah hal tabu yang tak bisa diucapkan dengan mudah.

"Aku mendoakannya agar selalu baik-baik saja, Chris." Tanpa ia sadari Christopher tak lagi berteriak gusar, ia terisak, menumpahkan semua perasaan yang ia pendam semenjak Cara diculik ketika ibunya meraihnya ke dalam pelukan.

"Ma .... " Chris membalas pelukan ibunya. Terisak di pelukan ibunya seperti saat usianya masih lima tahun.

***

"I cannot trust myself around you, Cara." Lagi, sekali lagi pria itu mengucapkan namanya dengan aksennya yang aneh, membuat tubuh Cara yang menegang semakin kaku ketika pria itu menyurukkan kepalanya di tulang selangkanya.

"Ferro ... aku ingin," Cara tak bisa menyembunyikan bulu kuduknya yang tiba-tiba meremang di bawah sentuhan Ferro. Gadis itu menggigit bibirnya, tak membiarkan sebuah suara lenguhan menjijikkan keluar dari bibirnya karena pria itu tiba-tiba mencium tulang selangka, menjilat lehernya dan bagian sensitif tubuhnya yang lain.

"Apa yang kau inginkan, Cara?" Ada nada menggoda di sana seolah ia tahu bila Cara mengikuti permainannya saat ini, gadis itu akan segera kalah.

"Aku ingin .... " Cara menggigit bibirnya keras-keras hingga ia nyaris bisa merasakan aroma besi darah di mulutnya.

"Hmm?" Ferro hanya bergumam ringan nyaris tak terdengar ketika pria itu meremas bokongnya, menempelkan tubuh mereka semakin dekat.

"Aku ingin kau berhenti." Pada akhirnya Cara dapat mengucapkan kata terkutuk itu ketika sisi logis di dalam dirinya berhasil mengambil alih, napasnya memburu cepat ketika menyadari Ferro kini menatap matanya tajam. "Aku bukan barang, Ferro. Aku bukan mainanmu." Pria itu akhirnya melepaskannya, membuat Cara tiba-tiba saja harus menjejakkan kakinya yang gemetaran seperti jeli di atas lantai yang terbuat dari kayu berwarna cokelat kemerahan. "Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhku."

"Benarkah?" Ada nada ejekan di dalam suara Ferro ketika pria itu memerangkap tubuhnya, jemari pria itu mengangkat dagunya agar Cara menatap matanya langsung dan tidak menghindarinya. "Suatu hari nanti, Cara. Suatu hari nanti aku akan menyentuhmu ... aku akan menyetubuhimu di atas meja itu, di atas karpet itu, di atas sofa itu, atau bahkan di dinding ini Cara." Pria itu mengucapkannya seolah-olah ia tengah bersumpah di hadapan Cara, sebuah senyum kemenangan terbentuk di bibirnya ketika melihat pipi Cara yang memerah. "Aku akan memastikan kau menyukainya Cara. Kau akan memohon kepadaku untuk memuaskanmu." Ferro menyentuh bibirnya yang membengkak karena gigitan giginya sendiri. 

Vendetta | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang