Daniella Gage mengambil sebatang cerutu yang berada di hadapannya, menimbangnya sebentar sebelum meletakkan kembali cerutu itu ke tempatnya. "Ferro."
"Tidak biasanya Gage membiarkanmu seperti ini." Mata Ferro menatap Daniella yang duduk di atas sofa kulit di ruang kerjanya. Wanita itu meletakkan gaun berwarna hijau selutut, tangan kanannya memegang erat sebuah tas kulit berwarna hitam.
Ferro melirik tas itu lalu mengambil sebuah cerutu kemudian menyalakannya dengan pemantik ikan kodnya. "Gage tidak menyuruhmu datang ke sini untuk membunuhku, bukan?"
"Capo." Daniella menyingkirkan tas tangannya lalu duduk tegap di hadapan Ferro. "Ini ... bukan apa-apa."
"Apa yang kau cari, Dani? Perlindungan?" Ferro melihat wanita itu meremas tangannya gelisah. "Kau ingin minum? Vodka? Gin? Tonic?" Ferro lalu bangkit dari sofa, kakinya melangkah menuju rak kaca berisi deretan minuman keras yang diturunkan dari capo Chicago Outfit sebelumnya, dari kakeknya, ke ayahnya, lalu ke dirinya.
"T-tidak, aku tidak membutuhkan minuman." Daniella mengambil cerutu yang berada di atas kotak kembali lalu memainkannya dengan tangannya. "Aku hamil."
"Hm ... Gage tahu?" Ferro menatap sepupunya itu. Bukan hal yang tidak biasa di keluarga mereka untuk menikahkan anak perempuan yang mereka miliki dengan orang-orang penting untuk memperkuat kekeluargaan mereka atau bagi Daniella, untuk membuat aliansi antara Chicago Outfit dan Irish Mob. "Apa kau datang ke sini untuk meminta perlindungan, Dani?"
"Rocco ... "
"Rocco? Rocco Valenquez? Ada apa dengannya?" Ferro terdiam sejenak lalu tertawa sinis. "Itu bukan anaknya, bukan? Tidakkah kau tahu tindakan menjijikanmu ini bisa membunuhmu dan menghancurkan hubungan Outfit dan Irish?"
"Tidak. Ini anak Charles." Daniella berhenti memainkan cerutu di tangannya lalu menatap Ferro yang masih berdiri di depan rak berisi minuman keras. "Aku meminta perlindungan untuk Rocco."
"Rocco akan baik-baik saja. You just need to stay fucking away from him, Dani. Berhentilah bermain api, apa Gage masih tahu kau menemui Rocco?"
"Dia tahu, tapi ini anaknya. Aku tidak pernah berhubungan dengan Rocco atau siapa pun setelah menikah Charles." Daniella menelan ludahnya susah payah saat Ferro mengambil segelas wiski lalu kembali duduk di atas sofa kulit yang berada di seberangnya. "Aku tidak yakin Charles akan mempercayainya. Lakukan ... lakukan apa saja, Ferro. Kau tahu aku mencintai Rocco, menikahi Charles bukan keinginanku."
"Kau seorang outfit, Dani. Dan kau menikah seorang Irish. Seharusnya kau tahu di mana prioritasmu berada." Ferro menekankan setiap patah katanya.
Daniella meremas keliman gaunnya. "Kau bahkan membunuh orang yang kau cintai, Ferro. Apa yang kau tahu tentang apa yang aku rasakan?"
"Sometimes killing is kindness, Dani." Ferro tertawa tertahan lalu melanjutkan. "Apa yang kau tahu tentang apa yang aku rasakan?"
Daniella bangkit berdiri, tangannya menggenggam erat tas kulit hitam berisi pistol yang pernah diberikan kepadanya oleh Rocco. Para pria Outfit punya cara yang aneh untuk menunjukkan kepedulian mereka, sebuah pistol sebagai hadiah, sebagai sebuah pilihan. "Aku percaya kau akan memegang kata-kata yang kau ucapkan, Rocco akan baik-baik saja."
Daniella menatap Ferro cukup lama, melihat rokok di tangan kanan pria itu sementara segelas wiski di tangan kirinya. Aroma rokok dan wiski yang pekat memenuhi ruang kerjanya. "Cara. Cara Williams. Apa kau mencintainya?"
Mata biru Ferro menatap Daniella. "Apa yang ingin kau dengar?"
"Apa karena itu kau membiarkannya berada di tangan kepolisian hingga keadaan aman untukmu? Hingga kau yakin Outfit benar-benar di tanganmu?"
"Apa itu yang ingin kau dengar?" Ferro mendengkus.
"You are just like your father, Ferro. Just exactly like him." Daniella menatapnya kecewa, wanita itu menarik napas panjang sebelum berbalik dan meninggalkan Ferro sendirian di ruang kerjanya yang pengap berbau asap rokok dan alkohol.
***
Ferro melepaskan jasnya lalu memasangkannya ke tubuh Cara. Wanita itu berjalan keluar hanya mengenakan kaos milik Christopher yang kebesaran di badannya, kedua kakinya bahkan tidak mengenakan apa pun saat keluar dari kamar.
"Masuklah, Cara." Ferro membuka pintu mobil, memaksa wanita itu masuk terlebih dahulu sebelum ia masuk dan menutup pintu mobil, tidak memberikannya kesempatan untuk keluar dari mobil.
"Dante?" Cara melebarkan matanya saat melihat Dante yang mengemudikan mobil, di sebelahnya ada Marc yang tersenyum lebar menyapanya.
"Principessa, aku tidak menduga kau berani pergi." Marc tertawa kecil menikmati wajah kaget Cara lalu melanjutkan. "Untuk kembali dengan cara seperti ini."
Jas yang Ferro berikan kepadanya seolah menjadi pelindung untuk dirinya sendiri, Cara mempererat jas yang Ferro berikan, berusaha menutupi dirinya dari tatapan Marc dan Dante yang tidak terkesan dengannya.
"Tutup matamu." Ferro mengeluarkan secarik kain hitam yang sama seperti yang ia pernah pakai dua tahun lalu lalu memasangkannya ke mata Cara, menutup pengelihatan wanita itu seketika, membuatnya kehilangan salah satu indera terpenting di dalam hidupnya. Tangan Ferro berada di atas pahanya, panasnya tangannya yang posesif membuat Cara tidak nyaman.
Entah berapa lama mobil yang mereka naiki berjalan, Cara tidak lagi menghitung menit atau jam yang berlalu, matanya tidak mampu melihat apa pun, tangan Ferro masih berada di atas pahanya, tidak ada musik atau apa pun yang terputar untuk mengisi keheningan di malam hari, hanya ada suara deru napas ketiga pria itu bergantian.
Mobil yang mereka naiki berhenti untuk kesekian kalinya, tetapi kali ini lebih lama dari sebelumnya. Degup jantung Cara berdetak semakin keras saat mobil berjalan kembali, tetapi jauh lebih lambat dari sebelumnya.
Tangan Ferro yang berada di atas pahanya terangkat, kain hitam yang menutup matanya terbuka, langit tidak lagi gelap, matahari perlahan terbit dari ufuk timur.
Cara terpaku saat matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang perlahan menerangi bumi. Matanya lalu beralih menatap Ferro, menatap pria itu tepat di wajahnya untuk pertama kalinya sejak dua tahun berlalu. Mata biru gelap Ferro terlihat jauh lebih terang saat sinar matahari menyinari matanya. Tangan pria itu menariknya turun dari mobil, kaki Cara yang tidak mengenakan alas apa pun menginjak kerikil-kerikil tajam yang berada di halaman mansion Ferro.
"Welcome home, Cara." Marc menutup pintu mobil, senyum lebar terpatri di wajah pria itu.
Cara menatap tangannya yang berada di genggaman tangan Ferro, lalu kedua kakinya yang menginjak kerikil-kerikil tajam nan menyakitkan. Cara lalu ganti menatap Marc yang tersenyum lebar dan Dante yang menyalakan sebatang rokok dengan pemantik ikan kodnya.
Klik.
Klik.
Klik.
Bunyi pemantik ikan kod Dante seolah menyadarkan lamunannya. Apa dia benar-benar pulang ke rumah? Atau dia tidak pernah pergi dari rumah?
Cara menarik tangannya dari genggaman tangan Ferro lalu tertawa sinis. "You are one fucking bastard aren't you, Ferro? All this fucking time," Cara mendengkus saat melihat Ferro balas menatapnya. "Am I a joke to you?"
*****
Author Note:
Saya memutuskan untuk membagi chapter ini menjadi dua bagian. Karena kalau menunggu hingga lengkap, mungkin saya baru bisa mengupdatenya lebih lama lagi.
Bagi kalian yang sudah membaca MYO series hingga tamat di Storial, apakah kalian masih tertarik membaca Vendetta?
G
Ps. Bonus chapter : Madre sudah ada di Storial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vendetta | ✓
Action"Semua benda punya harga. Bahkan manusia pun punya harga. Sekarang beritahu kepadaku, berapa hargamu?" Sebuah pertemuan singkat dengan pria itu membawa Cara Williams ke dalam sebuah lingkaran setan. Lingkaran yang mengurungnya, menguncinya, karena C...