XLVI. Salvation

10.4K 1.6K 277
                                    

Cara menoleh ke mobil yang berada di sebelahnya, tubuh Luca masih berada di atas sana, terbaring di belakang setir kemudi. Air mata yang menggenang di pelupuknya perlahan turun membasahi pipinya.

"Kenapa?" Cara berteriak ke arah Chris, mengarahkan pistolnya ke arah pria itu.

Chris mengangkat tangannya, pistol yang ia pergunakan untuk menembaki mobil Cara berada di atas kepalanya. "Kau membelanya?"

"Dia mati." Suara Cara bergetar, begitu juga seluruh tubuhnya, mulai dari ujung kaki hingga jari-jemari tangannya. "Kau membunuhnya." Chris yang ia kenal tidak akan melakukan tindakan ekstrim seperti ini. Dia tidak akan membunuh manusia tanpa mengedipkan matanya seperti sosok yang ada di hadapannya saat ini.

"Apa itu Ferro?" Chris tampak lebih peduli apa pria yang berada di atas mobil itu Ferro Belucci atau bukan, fakta itu lagi-lagi seolah menamparnya, membuatnya menyadari betapa dalamnya keterlibatan pria ini di dalam Bratva.

"Chris." Cara terisak saat ini, tangannya masih memegang pistolnya erat, ragu, gemetar. Dia tidak bisa melaksanakan pesan terakhir Luca. Pria itu mati sia-sia karenanya. "Apa yang telah kau lakukan?"

"Dengar, Cara, kau sedang mengalami stockholm syndrome saat ini." Chris berusaha tersenyum lembut dan menenangkannya, tetapi lagi-lagi setiap kali ia melangkah dan merasakan percikan darah Luca yang mulai mengering di pakaian dan badannya, ia merasa mual kembali. "He is the bad guy, dia menculikmu. Kenapa kau membelanya?"

"Dia bukan Ferro." Cara menggelengkan kepalanya. "Berhenti Chris."

"Ah, sayang sekali." Ekspresi Christopher berubah, terlihat lebih datar seolah tak puas seseorang yang baru saja ia habisi nyawanya bukanlah Ferro Belucci seperti yang ia kira. "Tidak masalah, kau masih bisa kembali."

"Tidakkah kau mengerti? Aku berusaha menyelamatkanmu."

"Aku tidak pernah memintamu untuk menyelamatkanku." Chris benar, tetapi entah kenapa fakta itu lagi-lagi menohok ulu hatinya, membuatnya menolak mengetahui bila Christopher yang ia kenal selama ini telah berubah menjadi sosok yang sama sekali ia tidak kenali. "Kembali, kita bisa pulang."

"Lalu apa?" Cara menggigit bibirnya, berusaha menahan air matanya agar tidak turun lebih deras. "Aku hamil anak Ferro. Setelah itu apa?"

"Aku bisa menerimanya. Aku bisa menerima anakmu." Chris berjalan maju mendekati Cara ketika wanita itu tiba-tiba meletuskan sebuah tembakan yang meleset beberapa senti hingga tidak berhasil melukainya.

"Jangan mendekat." Cara memperingatinya, kedua tangannya gemetar, dia bisa saja melukai Chris bila tembakan itu benar-benar mengenai pria itu.

"Apa itu keputusanmu? Tetap bersama bajingan itu?!" Chris berteriak berang, telah banyak hal yang telah ia lalui hingga tiba ke saat ini, dia telah membayangkan berbagai hal, apa yang akan dia katakan kepada wanita itu, dia akan meminta maaf atas perkataan dan perlakuannya di masa lalu, dia bahkan telah merencanakan seperti apa masa depan keduanya ketika polisi tidak lagi memberikan perlindungan saksi kepada keduanya. Sikap Cara saat ini dan penolakan wanita itu sungguh menyakitkan. "Aku sudah mengotori tanganku dan berjalan sejauh ini. Semua itu  bukan untuk menerima penolakanmu, Cara."

"Chris, kumohon." Cara terisak. Kenapa mereka berada di titik ini saat ini? "Pria yang kau bunuh, namanya Luca. Dia temanku."

"Dia menculikmu dan juga mencuci otakmu, bukan?"

"Chris," Cara memohon dengan nada lirih.

Suara tepukan tangan membuat perhatian keduanya teralihkan, Mack the mad dog, darah mengucur deras dari pundaknya yang menerima tembakan dari Carmine, tetapi pria itu masih dapat berjalan tertatih lalu bertepuk tangan. Di belakang pria itu Carmine mengarahkan pistol ke arah kepalanya. Mack terkekeh, gigi geliginya berdarah-darah, pria paruh baya itu menatap Chris dan Cara bergantian.

Vendetta | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang