41. Rishi: "Kenapa, Rhea?"

105 9 130
                                    

Arzoo mengedipkan matanya beberapa kali, memastikan dia tidak salah melihat isi dari kotak itu.

"Apa ini? Obat? Kenapa kak Katrina mengirim paket berisi obat sebanyak ini? Apa mereka bisnis obat?" tanya Arzoo heran.

Arzoo mengambil salah satu obat tersebut dan mengamati kemasannya. Ia tidak mengerti sama sekali obat apa itu dan apa kegunaannya.

"Ini obat untuk orang sakit, kan? Tapi ... astaga," Arzoo membekap mulutnya sendiri tak percaya, "ini ... ini mirip obatnya Kizie Basu di film Dil Bechara!"

Arzoo menggeleng, "Tidak, Arzoo, tidak. Untuk apa kak Katrina mengirim obatnya Kizie Basu ke kak Rhea? Kau pasti salah. Ini mungkin obat untuk bahan percobaan, atau pesanan orang lain," lanjut Arzoo berusaha meyakinkan dirinya sendiri agar tidak bertambah panik.

Arzoo mengembalikan obat-obat itu ke dalam kotaknya, kemudian menyimpannya kembali ke tempat semula. 

Seharian tidak memegang ponsel membuat tangan Arzoo gatal rasanya, apalagi film-filmnya yang seolah memanggil-manggil minta ditonton.

-----

Rishi tiba di rumah sakit menggunakan mobil milik paman Raj. Langsung saja Rishi berteriak menyuruh para perawat untuk membawa Rhea masuk. Rishi tidak mau terlambat sedikitpun, dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Rhea. 

Seumur hidupnya, mungkin baru kali ini Rishi sepanik dan sekhawatir ini. Seolah disetel selalu bersama, berbagai pikiran buruk juga menyerangnya.

"Rhea, kau harus bertahan, kau harus kuat, Rhea .... Kau akan baik-baik saja," ucapnya sebelum Rhea dibawa masuk.

Rishi terduduk lemas di kursi ruang tunggu. Melihat Rhea tak sadarkan diri dengan darah mengalir di mana-mana membuatnya benar-benar takut. Dia takut Rhea akan meninggalkannya. Meski dia dan Rhea tidak akan pernah bersama, setidaknya dia bisa terus melihat Rhea dalam keadaan baik-baik saja. Sungguh, itu sudah cukup bagi Rishi, daripada harus melihat Rhea memderita seperti ini.

"Rishi," Jai menepuk pundak Rishi seraya mendudukkan dirinya di sebelah Rishi.

"Kakak ipar akan baik-baik saja, kau tenanglah," ujar Jai.

Rishi bagai tak mampu berkata-kata lagi. Bibirnya kelu, hanya air mata yang sesekali mengalir. Dia tidak menyangka, akan semenyakitkan ini melihat orang yang dia cintai terluka. Jika diberi pilihan, Rishi lebih memilih dia saja yang terluka—karena sakitnya tidak akan lebih daripada melihat Rhea yang terluka.

"Jai, ini salahku, seharusnya aku tidak mencintai Rhea, sekarang dia malah celaka karenaku," sesal Rishi merasa bersalah.

"Tidak, Rishi, tidak. Kau tidak bersalah, semua ini---"

"Salahku, Jai! Jika aku tidak pernah mengenal dan mendekati Rhea, dia juga tidak akan mengenalku, dan hidupnya pasti tetap baik-baik saja sekarang. Ini salahku, Jai, salahku!" sahut Rishi.

"Tidak, Rishi, tidak, kau tidak bersalah," hibur Jai.

Raj hanya terdiam tanpa sepatah katapun menyaksikan itu, betapa Rishi sangat mencintai Rhea. Dia jadi merasa bersalah pada Rishi karena pernah menerima perjodohan dengan Rhea. Raj yakin, selain Rishi yang sangat mencintai Rhea, Rhea pun sama—sangat mencintai Rishi. Jika bukan, lalu apa penyebab Rhea tiba-tiba muncul untuk menyelamatkan Rishi dari tembakan itu? Arzoo benar, perkataan dan perbuatannya yang tidak pernah menyetujui Rhea dengan yang lain itu sudah benar, dan, ya, memang seharusnya. Rhea dan Rishi, harus mendapat ending yang bahagia.

-----

"Hiks ... Hiks ..." Arzoo menyabet tisu di sampingnya yang tinggal selembar. Bisa ditebak apa yang dilakukannya setelah menemukan ponselnya?

Stay A Little Longer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang