29. Pelukan ini?

87 12 123
                                    

Saking paniknya, Rhea tidak sempat mencari bajaj atau apa saja untuk tumpangan pulang. Sebaliknya, dia berlari secepat mungkin seperti sedang dikejar setan. Mulutnya berkomat-kamit menyebut nama Arzoo yang bergantian dengan nama Rishi.

Ketika sampai, Rhea tidak langsung masuk-melainkan mengendap-endap untuk melihat apa yang terjadi di dalam sana.

Ternyata ... tidak. Bukan Arzoo yang sedang disiksa atau apa, tapi ... pemandangan yang membuat dada Rhea entah mengapa terasa nyeri.

Rishi dan Arzoo terlihat menonton film bersama. Sangat akrab. Sesekali mereka terlihat tertawa bersama, membahas sesuatu yang Rhea tebak adalah soal film itu, dan juga seperti menyanyi bersama.

Rhea memundurkan langkah. Ada sebaris senyum yang terukir di bibirnya; senyum yang entah berarti apa. Di satu sisi, dia merasa berhasil. Sedang di sisi lain, hatinya sesak melihat itu.

Apa dia cemburu? Entahlah. Rhea bahkan tidak mengerti tentang perasaannya sendiri.

Saat dilihat sekali lagi, kedua orang itu masih asyik menonton dan terlihat sangat bahagia.

Rhea mengusap setetes air yang jatuh dari pelupuk matanya, kemudian berjalan perlahan pergi dari situ. Dia tidak memilihkan orang yang salah untuk Arzoo; dia berhasil, lalu sekarang dia harus apa selain pergi?

Di sisi lain, Arzoo mengajak Rishi menyudahi acara nonton mereka. Waktu akan habis jika mereka nonton terus. Ada perintah lain dari Rhea yang harus dia laksanakan: mengajak Rishi makan malam.

"Ayo masuk, Kak, makanannya sudah siap," ajak Arzoo.

Rishi hanya mengangguk. Kemudian mereka berjalan beriringan ke dalam.

Sudah ada banyak makanan yang terhidang di meja. Makanan yang semuanya tampak lezat dan menggugah selera. Terlebih lagi, itu makanan kesukaan mereka berdua.

---

"Rasanya enak sekali, siapa yang memasak?" Meski sudah tahu jawabannya, Rishi sengaja tetap bertanya.

Arzoo yang semula mengangkat gelas hendak minum, langsung mengembalikan gelas itu. Dia tertunduk sebentar; tampak kesulitan menjawab pertanyaan Rishi yang sebenarnya sangat mudah.

"Emm ... itu ... itu masakanku," Arzoo akhirnya menjawab dengan suara teramat pelan.

Rishi tersenyum tipis. "Wah, Arzoo, wah. Kau yang semula tidak bisa memasak, langsung pintar memasak dalam sehari? Keren sekali. Masakan Jai saja kalah."

Arzoo mengangkat kepala memandang Rishi. Dia tersenyum kikuk; merasa kejam sudah membohongi orang sebaik Rishi. Tapi bagaimana? Dia juga tidak bisa menolak perintah kakaknya, juga karena telanjur berjanji.

"Terima kasih, Kak," ucap Arzoo, merasa yang Rishi katakan adalah pujian-padahal sebenarnya sindiran.

'Luar biasa, Rhea, selain mematahkan hati, kau juga pintar mengubah seseorang. Adikmu yang sangat jujur ini mendadak jadi pandai berbohong karena dirimu,' batin Rishi. "Oke, Arzoo, sekarang sudah sangat malam. Aku pulang dulu, ya?"

"Tidak mau menunggu Kakak?"

Rishi menggeleng. "Bukankah kau tadi bilang kakakmu pulangnya tidak pasti?"

"Eh," Arzoo garuk-garuk tak gatal kepalanya, "iya, aku lupa."

"Baiklah, aku permisi."

Setelah mendapat anggukan dari Arzoo, Rishi pergi. Sambil berjalan, ia mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana.

[Terima kasih, Akira.
Dia tadi sungguhan
datang.]

Kirim. Dalam beberapa detik, langsung centang dua biru.

Stay A Little Longer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang