55. Kebahagiaan yang Terenggut

86 7 74
                                    

"Pak Polisi, kau ini bagaimana? Masa tidak bisa mencari kakak dan kakak iparku? Sudah seminggu mereka tidak pulang, dan dalam waktu 6 hari, kalian melakukan apa saja?!" omel Arzoo pada salah seorang petugas polisi.

"Nona, dengar, kami sudah mencarinya ke seluruh kota, dan kami tidak menemukan kakakmu. Jadi, kami putuskan untuk mengakhiri pencarian. Kakakmu mungkin tidak hilang, tapi pergi dengan sengaja," jelas petugas polisi itu.

"Berakhir katamu?! Tidak boleh! Kalian harus lanjutkan pencarian atau aku akan melaporkan kalian ke polisi! Eh, tapi kalian kan polisi. Ah, menyebalkan!" oceh Arzoo kesal sendiri.

Sonu yang berdiri di belakang Arzoo hanya bisa geleng-geleng kepala sambil menutupi wajahnya. Sudah seminggu berlalu, seminggu ini juga dia dan Jai terus meyakinkan Arzoo bahwa Rishi dan Rhea ada di tempat yang aman. Akan tetapi, adik kesayangan Rhea itu tak percaya dan malah memaksa lapor polisi dengan kasus orang hilang.

"Arzoo, ayo pulang," bisik Sonu.

"Diam kau, Sona!" sentak Arzoo.

"Kau mau menginap? Sudah kubilang 'kan, Rishi berencana pergi jauh setelah berhasil menyelamatkan kakak ipar, astaga ...!"

"Tapi, bagaimana mungkin Kakak tidak memberitahuku? Seharusnya dia mengajakku, kan?" protes Arzoo.

"Anggap saja di daerah baru Rishi tidak ada sinyal, lagi pula Rishi juga tidak bawa ponsel," ujar Sonu. "Sekarang pulang, ya? Aku dengar ledakan bubuk cabai di Bhopal sudah diatasi."

Memang benar, seminggu yang lalu-tepatnya saat Arzoo berhasil melarikan diri bersama Rhea-bom meledak di sebuah pasar dan jalan yang cukup ramai. Prediksi Jai tentang surat itu terbukti benar. Jai sendiri sudah pulang ke Bhopal sejak 2 hari lalu.

"Nona, yang dikatakan temanmu benar, daripada kau merecoki kantor polisi, sebaiknya kau pulang," perintah Polisi itu.

"Dasar polisi payah! Polisi bodoh!" umpat Arzoo sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Petugas polisi yang barusan direcoki Arzoo hanya bisa geleng-geleng, sedang Sonu menyatukan tangan sebagai tanda permintaan maaf. Syukurlah mereka tidak ditangkap karena kasus penghinaan polisi, pikir Sonu. Polisinya juga mungkin sudah tahu kalau Arzoo itu sedikit gila.

"Arzoo, kita pulang ke Bhopal?" tawar Sonu setelah mereka berada di luar kantor polisi.

Arzoo diam selama beberapa detik, sebelum akhirnya-dengan berat hati- mengiyakan.

---

Pria ini terus menggenggam tangan wanitanya tanpa berniat melepasnya barang sedetik saja. Wajahnya sembap, beberapa jejak pukulan dengan bekas memerah masih tercetak jelas di sana.

"KAU! MANUSIA KEJAM! MANUSIA BIADAB! Dengar, kau sudah merenggut putraku dariku, tetapi Tuhan Maha Adil, suatu saat, SESEORANG JUGA AKAN MERENGGUT PUTRAMU TEPAT DI HADAPANMU DENGAN CARA YANG SAMA! INGAT ITU BAIK-BAIK!"

Kutukan itu membuatnya diserang rasa bersalah. Ingin marah, menyalahkan takdir, atau apa pun itu, rasanya sudah tidak lagi berguna. Dia pernah mendengar bahwa doa seorang ibu itu selalu dikabulkan Tuhan, apa ini hukuman baginya karena telah menyakiti hati seorang ibu dengan melenyapkan putranya tepat di hadapannya?

Air matanya yang hampir mengering, kembali merembes keluar. Beberapa detik kemudian, jemari yang terus digenggamnya terasa bergerak, disusul terbukanya dua kelopak mata yang terus terpejam sejak seminggu lalu itu.

"Rhea, kau sadar?"

Wanita itu-Rhea-mengerjapkan mata beberapa kali, seakan menyesuaikan diri dengan pencahayaan di tempat ini.

Stay A Little Longer (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang