Side Story: Mina & Minjoo

280 37 0
                                    

SIDE STORY:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SIDE STORY:

MINA & MINJOO

Kim Dahyun, kau curang!

Aku tahu, kau itu benci SMA, aku juga tahu kau tidak betah di rumah dan aku juga tahu kau sudah berencana untuk pergi jauh kemudian membangun hidupmu sendiri. Tapi bagaimana bisa dengan cara seperti ini? Bagaimana bisa kau memilih untuk koma dan terus terbaring seperti mencurangi waktu? Kan kita sudah berjanji akan melewati masa-masa sedih dan suka kita bersama.

Kau justru mencampakkanku begitu saja.

Cepat bangun! Ayo, bertaruh lotere lagi, ayo makan ramyun sampai perut kita meledak. Ayo, terus bersama-sama sampai kita tua nanti dan menertawakan kehidupan yang makin sinting tiap harinya.

Aku rindu.

.

.

.

Minjoo akan meledekku Ratu Drama. Tidak, dia pasti akan terus meledekku cengeng, kemudian akan menggoda hidungku seperti badut karena berwarna merah, ciri khas tiap kali aku beres menangis. Hih, aku juga sudah tahu kok, dia juga kadang diam-diam menangis kemudian mengutuk dirinya sendiri. Polisi masih terus berjaga, hanya saja, aku dan Minjoo sama-sama menutup mulut. Bukan karena tidak ingin mengaku bersalah atau menjadi saksi, tapi saat ini, kami ingin fokus menjaga Dahyun kemudian memantau keadaannya. Aku sudah ingin memarahi Dahyun dan memaki dengan suara lantang. Aku juga sudah bersumpah, kalau Dahyun bangun, aku akan menraktir dia makanan sepuasnya bahkan sampai kami semua tidak dapat berjalan saking kekenyangannya.

Aku bahkan tidak dapat fokus dan gagal ikut dengan ayah tiriku untuk pindah karena aku masih ingin menatap mata Dahyun dan bercerita dengan kikikan. Aku masih ingat nada bicara Dahyun yang melantur, sikap sembrononya atau bagaimana Dahyun dapat berubah dramatis melankolis di waktu acak. Semuanya. Aku rindu Dahyun dan semua tingkah lakunya.

Ini sudah terlalu lama sejak kau tertidur. Ayo, bangun, Pemalas!

"Apakah kau tidak akan kuliah?"

Kami duduk di bangku rumah sakit, spot paling favorit jika suntuk dengan rutinitas, sekolah, pekerjaan paruh waktu yang mengesalkan atau lorong rumah sakit berbau steril. Minjoo menyodorkan sekaleng soda dan aku meraihnya gesit. "Entahlah, Minjoo. Aku seperti orang putus asa sekarang toh ayah dan ibuku sepertinya paham, aku butuh waktu untuk mendinginkan kepalaku."

Minjoo mengangguk. "Aku juga. Tadinya aku akan terbang ke Boston demi bertemu sepupuku yang juga bekerja di sana, tapi aku tidak yakin. Aku tidak mau ketika dia bangun, aku justru sudah berangkat ke sana."

Aku melirik kecil. "Dia pasti bangun kan?"

"Tentu saja! Dahyun itu tukang tidur! Tapi .. tapi dia pasti sadar." Minjoo berucap lirih. "Dia harus sadar. 'Yak! Kim Dahyun Pemalas! Kau tidur terlalu lama!' Aku pastikan akan mengomelinya seperti itu."

Aku tersenyum masam. "Yah, marahi saja. Aku akan membantumu." Sejurus kemudian, aku menatap langit cerah dan teringat bagaimana Dahyun sering berandai-andai, sering mengomentari awam mendung, sering berkicau soal kehidupan orang lain atau kemungkinan-kemungkinan yang terdengar kekanakkan namun menghibur. Aku ingin dia terus berceloteh tanpa arah begitu, membuat tenang pikiran.

"Jadi, ayahmu tetap fokus bekerja di sini?"

Aku meneguk kaleng sodaku cepat. "Dia punya banyak proyek termasuk pembangunan patung-patung di pusat kota, atau peremajaan berbagai monumen kota. Jadi, yah, dia masih sibuk di sini dan aku paham, keadaannya sangat pas karena aku juga sibuk bolak-balik mengecek Dahyun."

"Kita punya skala prioritas yang sama—Kim Dahyun."

"Tentu saja. Jika aku berada di posisinya sekarang, aku yakin, Dahyun tidak akan pergi kemanapun dan lebih fokus untuk menjagaku sampai aku terbangun. Itu sangat jelas." Kim Dahyun dan segala keputusan impulsifnya. "Dan itulah artinya sahabat."

Aku rasa akan ada fase seperti ini; syok berat-terpuruk-terus terpuruk-bangkit-menerima keadaan-tetap berharap. Di fase ini, aku sudah melewati itu semua. Sejak kabar Dahyun tenggelam, dilarikan ke rumah sakit, hampir tidak bisa diselamatkan, terus terbaring koma, menerima dia terus terbaring koma dan sekarang aku di fase 'tetap berharap' akan keajaiban. Bukannya aku tidak ingin menangisi keadaan, tapi aku tahu, dengan menangis aku tidak akan mengubah banyak hal. Sekarang aku harus fokus mencari uang untuk membantu biaya iuran rumah sakit Dahyun demi meringankan beban ibunya itu yang semakin hari keadaan kesehatannya makin memprihatinkan. Bahkan, aku sudah berniat menanggung iuran sewa rumah ibu Dahyun dan berbagai kebutuhan lain, jadi beliau tidak perlu dipaksa bekerja. Maka dari itu, aku harus bekerja lebih gigih dan bila memungkinkan membabat habis waktu liburanku untuk bekerja paruh waktu di banyak tempat.

Aku suka kesibukan ini. Karena dengan tetap sibuk, aku idak punya waktu untuk menangis atau merutuki keadaan. Kesibukan membuatku tetap bergerak, terhindar dari stres berlebihan atau kesedihan yang terus bertumpuk. Aku senang karena akhirnya aku pun bisa berguna untuk Dahyun dan keluarganya.

"Aku juga mau bekerja sepertimu. Kumohon, ajak aku jika kau mencari pekerjaan tambahan lainnya, Mina."

Aku mengangguk. "Tentu saja, tapi pastikan kau putus dahulu dari kekasihmu itu."

Minjoo tergelak. Dia mengerjap dengan cepat dan menatapku lurus. "Apa maksudmu?! Kekasih yang mana? Aku tidak punya kekasih ... gadis..."

"Yah, dan siapa yang aku lihat kemarin itu? Saat kita sepulang sekolah, huh?"

"Dia .. dia hanya anak teman ibuku, tapi dia bukan kekasihku." Minjoo berdecak lamban. "Bagaimana bisa aku berkencan di situasi sekarang? Kau tidak punya hati nurani. Tentu saja, aku tidak mungkin punya kekasih!"

"Oh."

Minjoo memekik. "Aku serius! Jangan .. jangan pikir aku menelantarkan Dahyun demi kesenanganku sendiri. Bagaimanapun, aku masih berasa bersalah—"

"Tidak perlu dibahas lagi," aku menyerobot cepat. Pembahasan itu makin monoton dan memuakkan saja. "Toh itu sudah terjadi, dan sekarang kita hanya harus berdoa agar Dahyun terbangun kemudian semuanya kembali seperti dahulu kala. Kau juga harus membantuku dan bekerja keras. Dengan begitu, kau pasti akan merasa sedikit lebih baik."

"Yah .. yah, tentu.."

"Dahyun butuh kita, kau tahu itu."

[]

Seduce Mr. President | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang