Be With Mr. President: Chap 1

400 56 12
                                    

BE WITH MR. PRESIDENT

chap 1

Presiden Park menegakkan posisinya, nampak tegang. Pagi hari selalu beraroma sejuk dengan semerbak harum bubuk kopi. Presiden Park juga terbiasa dengan lagu kebangsaan yang terputar syahdu di depan Blue House, sedangkan dia akan memulai rapat dengan para jenderalnya. Pagi ini, Presiden Park agak muram dengan kabar yang baru didengarnya sendiri. "Apa maksudmu? Kita kehilangan ?"

"Yah, tepat di pelabuhan Posei. Saya menduga ada luncuran misil mengenai posko mereka, tapi sejauh ini, kami harus memastikan keadaannya cukup aman untuk ditelusuri."

"Tapi perairan itu termasuk dalam Zona Anti Perang, kau paham maksudku, kan? Kalau ada serangan.." Presiden Park sengaja tidak melanjutkan kalimatnya. Pria itu menggeleng dan menatap lurus Laksamana Lee yang ditugaskan melapor ke hadapannya. "Apakah semuanya hancur?"

"Yah, hancur. Kami berharap ada yang selamat di tengah reruntuhan posko maupun di sepanjang garis pantai Posei."

Presiden Park menghela napas. Dia sering kali percaya dengan kalimat ayahnya, namun, untuk kali ini,dia tidak ingin percaya apa yang dikatakan beliau; akan ada kekacauan besar jelang penurunan jabatannya. Bukan hanya itu, ada kemungkinan perang akan pecah di waktu-waktu mendatang. Ayahnya bukan cenayang, sebaiknya, Jimin tidak memikirkan hal tersebut lebih lanjut.

"Terus pantau wilayah tersebut, dan tetap berhati-hati," tukasnya. Laksamana itu pun pamit, disusul dengan sejumlah anak buahnya. Jimin memandang keluar Blue House dengan hati berdebar. Perairan Posei menjadi wilayah paling dilindungi di sepanjang Gyeo Selatan. Karena wilayah itu sudah ditetapkan oleh PBB sebagai Zona Anti Perang, maka segala bentuk penyerangan dikecam kuat di sana. Jika ada satu negara saja yang berani melewati batas dan melanggar perjanjian tersebut, maka resikonya satu; peperangan. Jimin belum mau membayangkan ada banyak serbuah misil ke wilayah lain, apalagi di tengah panasnya politik.

Semalam berita soal Ketua Dewan yang katanya disuap oleh para menteri mencuat. Tidak hanya itu, ada deretan nama-nama besar di Kongres yang ikut terseret, termasuk sejumlah perwakilan partainya. Jimin belum mau berkomentar apalagi media mungkin bisa memelintir ucapannya dan sebagainya. Memang ada UU tentang pers, tapi di masa ini, siapapun jadi lebih sangar dan dalam mode berapi-api.

Tidak hanya itu, kunjungan ke Caspia pun diundur sampai pekan depan karena cuaca yang buruk. Adanya pergantian cuaca disusul badai topan membuat segala aktivitas penerbangan jadi terganggu, hari-hari pun sering diselimuti kabut tebal dan gerimis. Blue House pun jadi lebih basah daripada seharusnya. Upacara Senin pagi sering dibatalkan karena adanya angin kencang.

Sementara itu, di paviliun, Jimin cukup khawatir dengan kesehatan Bitna. Putri kecilnya jadi mudah demam, membuat dia dan Dahyun lebih khawatir. Apalagi Heejung pun baru diketahui punya alergi mentega dan kacang, membuat chef Blue House harus ekstra hati-hati termasuk Jimin sendiri yang memang terus dilarang makan sejumlah makanan dan minuman agar menjaga jantungnya tidak kambuh lagi.

"Saya menyarankan Anda untuk segera mengurus Blackswan. Situasinya pelik sekarang, tapi lebih baik berjaga-jaga." Itu Wakil Presidennya. Pria itu menatap dengan serius dan suara yang mengalun tegas.

"Hm, begitu kah?"

Pria itu mengangguk gesit. "Mr. President, Anda tidak boleh lengah," sambungnya.

Jimin meraih gagang teleponnya, menghubungi Menteri Pertahanannya yang baru yaitu Kim Seokjin. Sejak resmi menjabat sebagai bagian parlemennya, Jimin jadi lebih sering menghubungi Seokjin, apalagi menjelang masa-masa politik seperti sekarang. Setelah menjelaskan semuanya, Seokjin bergegas akan mendatangi Blue House pagi ini. Seharusnya Seokjin cuti selama dua hari ini, orang tuanya tengah sakit di rumah sakit dekat Blue House. Karena takut sesuatu buruk terjadi, Seokjin izin sebentar, tapi rasanya, Seokjin harus pergi demi tugas mendesak tersebut.

Seduce Mr. President | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang