Be With Mr. President: Chap 5

444 50 7
                                    


BE WITH MR. PRESIDENT

chap 5

Lagu kebangsaan terus dikumandangkan. Jimin memasang sikap hormat bersama deretan prajuritnya. Keberangkatan mereka dipersiapkan sejak beberapa hari keberangkatan. Jimin mengingat Caspia sebagai tempat indah bulan madunya bersama sang istri. Sekarang, mereka akan bertugas ke sana dikawal ketat. Jimin bahkan sudah memastikan sendiri seluruh persiapan termasuk pesawat kepresidenan siap sedia tanpa ada cacat sama sekali. Kecelakaan dahulu menjadi pelajaran besar untuk banyak kalangan termasuk Jimin sendiri.

Usai lagu tersebut, Jimin memberikan pidato singkat disusul beberapa pihak lain termasuk Menteri Seokjin dan Taehyung yang setia menemani Jimin memberikan sepatah dua patah kata kepada semua yang hadir.

Tak lama setelah pembubaran, Jimin mendekati keluarga kecilnya. Bitna nyaman di kereta dorong. Pagi ini usai disusui, Bitna lebih tenang dan mulai mengantuk. Heejung berbeda. Bocah aktif itu sudah melompat ke gendongan ayahnya. "Appa, mau pergi? Naik pesawat besar?" Dia cemberut. "Aku mau ikut!"

"Heejung-ah, nanti kita liburan bersama. Sekarang Appa harus bekerja di sana bukan untuk liburan," jelasnya.

Heejung tak puas dengan jawaban itu. Dia memberengut kemudian langsung minta diturunkan. "Tapi aku mau ikut! Aku juga tak mau jauh dari Appa."

"Nanti saat Heejung ulang tahun kita ke rumah nenek di Boston, oke?"

"Itu masih lama! Maunya sekarang!"

Eve turut membantu menenangkan Heejung yang mulai mengamuk seperti biasa. Heejung bukan anak yang mudah dibujuk, namun Eve menggendongnya dan membawanya masuk. Sementara itu, Dahyun mulai mendekat ke arah Jimin.

"Maaf, dia lebih emosional akhir-akhir ini," katanya. "Tapi setelah kau pergi, dia pasti akan mengerti."

Jimin mengangguk, kemudian melebarkan tangan untuk mendekap Dahyun. "Aku akan kembali secepatnya," bisiknya seraya mengecup kedua pipi Dahyun dan mendekapnya lebih erat.

"Ya, hati-hati dan kembalilah."

Dahyun sebenarnya agak berat melepaskan Jimin bertugas jauh begini. Apalagi dia jadi mudah khawatir akan kesehatan Jimin akhir-akhir ini. Meskipun dia yakin semua berjalan lancar sampai Jimin kembali ke Blue House, tetap saja, cemas itu masih bercokol dalam hati.

Setelahnya, Jimin melepaskan pelukan itu dan menatap Dahyun lekat. "Jaga Heejung, Bitna dan dirimu." Dia juga bicara pada Sersan Suu yang dibalas dengan sikap tegak, dan anggukan yakin.

"Saya akan melaksanakan tugas utama saya yakni menjaga keluarga Anda di Blue House."

"Baguslah," ujar Jimin lalu menunduk ke arah Bitna. Dia membetulkan selimut bayi itu dan tersenyum. Bitna sangat cantik. Jimin akui, agak berat meninggalkan Bitna meskipun sementara waktu. Bayi itu mempunyai ikatan batin yang kuat dengan Jimin. Rasanya ada yang hilang bila sehari saja tak menggendong Bitna.

"Dia akan menunggumu pulang juga, Mr. President."

"Yah, tentu saja."

Jimin pun mulai pamitan dengan yang lain. Ibu Dahyun juga turut memberikan ucapan hati-hati, kemudian memberikan nasihat pelan bahwa Jimin hanya harus fokus, sedangkan dia akan menjaga Dahyun dan anak-anak selama dia di Blue House. "Terima kasih banyak, Bu."

"Tidak, Mr. President. Ini pun tugas saya," katanya. Berhubung Ibu Dahyun memperpanjang masa tinggalnya di Blue House, dia akan lebih mengakrabkan diri dengan siapa pun di sini dan menebus waktu-waktu saat dia berjauhan dengan Dahyun dan dua cucunya.

"Saya berangkat." Jimin membungkuk ringan, mulai mengikuti Menteri Seokjin dan Jenderal lain. Jimin tersenyum sekilas pada istrinya, kemudian mulai melambai singkat. Pesawat Air Force One sudah menunggu dan tugas kenegaraan di depan mata. Dahyun terus memandangi kepergian Jimin. Dadanya terasa berat, namun Dahyun turut memaksakan senyum dan balas melambai setelah Jimin mulai menjauh dari Blue House. Rumah mereka.

*

*

Di kursi pesawat, Jimin mulai mengecek sejumlah berkas. Tadi sebelum lepas landas, dia pun sempat video call dengan sejumlah petinggi Caspia, membicarakan rencana rapat mereka setibanya Jimin di sana. Tak lupa, mereka pun mulai mengucapkan pada Jimin dan kru pesawat untuk berhati-hati. Caspia tengah mengalami angin laut yang cukup kencang jadi perjalanan udara agak berisiko.

Setelah itu, setelah mereka mengudara sekarang, Jimin mulai disibukkan dengan rentetan jadwal yang menanti. Menteri Seokjin dan yang lain masih bercakap-cakap sehingga obrolan mereka sempat tertangkap. Jimin merogoh sakunya. Dia sengaja mengantongi foto Dahyun—jimatnya agar tetap aman. Jimin mengukir senyum tipis, mengusap foto wajah istrinya yang cantik itu. Foto tersebut diambil saat Heejung menginjak dua tahun dan tengah dalam gendongan Dahyun.

Belum apa-apa, Jimin dilandai rindu yang hebat. Aku akan pulang, yah, aku akan pulang demi mereka yang menungguku. Tak lama, Jimin mengantongi lagi foto itu. Entah bagaimana, tiap dia merasa gugup, takut, apalagi di pesawt layaknya sekarang, foto itu ampuh mengusir seluruh perasaan negatif tersebut.

"Selamat siang, Mr. President. Saya kepala kru pramugari, apakah ada yang Anda butuhkan sekarang?" tanya wanita itu dengan sopan. Dia mengenakan seragam pramugarinya amat rapi, dengan rambut digelung cantik. Usianya terbilang muda untuk ukuran kepala kru pesawat kepresidenan. Jimin baru melihatnya.

"Hm, untuk sekarang tidak ada. Terima kasih."

"Baik, semoga kau menikmati perjalanannya." Dia pun lekas pamit, mulai bertanya pada penumpang lain dalam pesawat tersebut.

Jimin memperhatikan sejenak, kemudian balik menekuni berkas di pangkuannya. Bayangan indah Caspia mulai berdatangan, dan tanpa dicegah, kenangan bulan madu mereka terus terekam. Hal itu membuat Jimin agak rileks. Kapan-kapan, jika memungkinkan, dia ingin mengajak Dahyun ke sana lagi, bahkan bisa saja bersama kedua anak mereka. Heejung pasti senang bermain di pantai, dan Bitna mungkin betah dengan hotel yang bagus dan supernyaman.

"Maaf, Mr. President, saya izin mengganggu."

Menteri Seokjin ternyata sudah berdiri di dekatnya dan berdiri memandanginya.

"Sejak tadi saya melihat Anda terlihat cemas, apakah ada sesuatu? Jika Anda tak keberatan menceritakannya? Ini perjalanan yang cukup menyita waktu," katanya.

"Hm, tidak apa. Aku hanya sedang memikirkan hal lain saja. Terima kasih."

Menteri Seokjin mengangguk. "Anda jangan khawatir. Sersan Suu mungkin terlihat tak meyakinkan tapi dia sangat tangguh dan cerdas. Dia bisa dipercaya pula. Jenderal memastikannya sendiri."

"Yah, tentu saja. Saya bisa melihatnya sendiri."

"Jadi apa yang Anda khawatirkan sekarang?"

Jimin terdiam sejenak. Beberapa menit berlalu, dia mulai menatap lawan bicaranya. "Kurasa hanya gugup saja karena harus berada di negeri orang lain lagi. Menjalani tugas ini, padahal aku sudah sering, tapi tiap kali perjalanan kenegaraan, aku turut gugup."

Seokjin tersenyum. "Anda terlihat menakjubkan dan sangat berwibawa. Saya mengaggumi Anda tiap Anda berdiplamasi dengan perwakilan negera lain di mana pun itu."

"Terima kasih banyak."

Seokjin mengangguk, lalu mulai bercerita soal Caspia dan sebatas yang dia tahu. Jimin mendengarkan dengan serius, sementara pesawat terus mengudara di langit yang luas tersebut. Sepertinya perjalanan ini tak setegang biasanya. Jimin berterima kasih akan kehadiran Seokjin yang berusaha mencairkan suasana, sesekali melontarkan cerita lucu khasnya, kemudian dengan antusias kembali bercerita. Mereka juga menyantap makan siang masih terus mengobrol seru.

[]

Seduce Mr. President | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang