Be With Mr. President: Sequel

472 58 6
                                    

BE WITH MR. PRESIDENT:

[SEQUEL]

Tahun terakhir menjadi Presiden Gyeo Selatan akan menjadi waktu terberat.

Setidaknya, itu yang ayah katakan kepada Jimin pada saat jamuan makan malam di kediaman Park tersebut. Jimin melihat Dahyun masih sibuk dengan Bitna—putri kecil mereka—yang tengah menangis dan ingin digendong, sedangkan ibunya sibuk mengajak Heejung melihat-lihat foto di ruang tamu rumah besar itu. Ayah Jimin memandang dengan wajah seriusnya. "Kau .. akan baik-baik saja, kan, Nak? Apalagi ada rumor bahwa Gyeo Utara berhasil dengan pembuatan misil jarak jauhnya. Aku khawatir ini akan jadi momen chaos sampai waktu pemilihan Presiden yang baru."

"Hm, aku yakin aku baik-baik saja," jawab Jimin dengan suara berat. Jimin tidak akan pernah membiarkan Blue House, rumah ternyamannya, menjadi sasaran serangan kalau memang Gyeo Utara mendeklarasikan perang. Jimin juga tidak akan pernah membiarkan keluarga kecilnya menjadi korban.

"Aku percaya kepadamu."

Ayah tidak pernah memarahi Jimin, ayah juga tidak pernah terlihat meragukan Jimin. Berkat keteguhan dan ketekunan pria itu dalam membesarkan Jimin, maka Jimin dapat kukuh di bangku kepresidenan, yang mendapatkannya seperti perlu berdarah-darah dengan susah payah. Jimin juga ingat betapa nasehat ayahnya sangat membantunya di masa terpuruk. Jadi, satu rumor ini bukan hal besar.

"Jimin, jangan terlalu dipikirkan, Nak. Fokus dengan urusan negara dan keluarga kalian. Aku akan menemui nanti." Setelah jamuan singkat itu, Jimin masuk ke dalam mobil limosin kepresidenan yang siap mengantarkan mereka ke Blue House lagi. Heejung sudah terduduk nyaman dengan hadiah di pangkuannya, dan bocah itu agak mengantuk. Dahyun melebarkan selimut untuk Heejung, sedangkan Bitna masih di gendongannya dan terkantuk-kantuk pula, mungkin lelah dan juga kenyang setelah Dahyun memberikan ASI beberapa menit terakhir.

Dahyun membetulkan pakaiannya, menimang-nimbang Bitna kemudian menatap wajah suaminya. "Apa yang kalian bicarakan? Nampaknya serius."

"Hanya .. ayah memberitahu kalau waktu menjelang pemilihan Presiden Gyeo Selatan yang baru, aku harus ekstra berhati-hati. Ini masa rentan dan akan banyak hal yang tidak terduga. Selain itu, dia cukup khawatir dengan berita Gyeo Utara yang berhasil membuat misil jarak jauh. Plus, aku juga dapat laporan mereka menambah jumlah tank baja mereka.. Entahlah apa tujuannya, mungkin hanya untuk pertahanan. Tapi, yah berhati-hati saja," katanya kemudian mengecup kening Dahyun singkat. Jimin memandang turun ke arah Bitna yang sudah memejamkan matanya dan terlihat menggemaskan. "Dia lebih rewel hari ini, hm?" Perlahan Jimin mengusap pipi gembil Bitna dengan punggung tangannya, perlahan dan lembut.

"Yah, kurasa dia jadi lebih rewel seminggu terakhir. Tapi, tunggu, apakah kau .. maksudku, kau akan melakukan sesuatu? Kalau memang Gyeo Utara memang tengah bersiap.." Dahyun belum sanggup menyebut satu kata itu; perang. Yah, ketegangan antara dua negara ini makin memanas setelah ada kabar bahwa Gyeo Utara benar-benar mundur dari PBB dan memperketat perbatasan. Tidak hanya itu, ada skandal minyak di Caspia yang juga memancing Gyeo Utara mengirimkan beberapa diplomatnya padahal Caspia baru saja setuju dengan bantuan Gyeo Selatan. Entahlah sampai kapan semua ini akan berlangsung, Dahyun hanya risau kalau itu terus berlanjut.

"Jangan terlalu dipikirkan." Jimin tersentak sadar karena betapa persis ucapannya dengan sang ayah. Jimin mengusap sisi wajah Dahyun. "Percaya kepadaku. Semuanya akan baik-baik saja."

"Um, oke."

Mobil mereka melaju mulus di jalanan malam hari tersebut. Jimin kembali duduk di kursinya, memandang keluar dengan wajah tegang. Sementara itu, pikirannya melayang-layang, ke Blue House, ke pertemuan beberapa hari kedepan dan juga keluarga mereka. Jimin punya prioritas utama; negara dan keluarganya.

.

.

Jimin memasang lencana terakhirnya, kemudian mengatur napas dalam. Pagi ini akan ada upacara di Blue House, sedangan dia akan memberikan sambutan sekaligus memberikan penghargaan khusus untuk putra-putri terbaik Gyeo yang berhasil memenangnkan beberapa mendali emas di kejuaraan internasional. Jimin berdiri lantas mulai mengancingi lengan kemeja hitamnya. Tiap pagi Jimin selalu berusaha terlihat segar, jadi dia sempat berolahraga tadi sambil menyantap sarapan bersama istri dan anak-anaknya. Bitna belum makan makanan padat tapi bayi itu sudah sangat aktif di pagi hari dan ingin merecoki Heejung yang tengah duduk di kursi makannya.

Jimin menatap takjub kedua malaikatnya itu. Heejung mirip denganya, sedangkan Bitna lebih mirip Dahyun dan lebih berisik daripada yang Jimin duga. Jimin sempat mengendong Bitna karena bayi itu sudah mengenalinya dan sering memandang wajahnya dengan mata melebar. Menggemaskan.

"Mr. President, Anda sudah siap?"

Seseorang turut masuk bersama dengan Sekretaris Min. Jimin membalikkan tubuh tegapnya, mendapati Dahyun muncul lantas mendekatinya. Dahyun membenai bagian dasi Jimin sembari mengusap bahu Jimin. "Kau gugup, Mr. President?" tanyanya pelan.

"Yah, tapi untung kau di sini," jawabnya pelan. Jimin meraih sisi wajah Dahyun dan memandang lekat. "Apakah aku tidak boleh gugup?"

"Hm, boleh saja, tapi jangan khawatir, aku yakin kau terlihat menakjubkan," katanya.

"Di mana Bitna dan Heejung?"

"Dengan Eve. Mereka sepertinya sengaja membiarkan aku bertemu denganmu." Dahyun menoleh, mendapati Sekretaris Min turut pamit lantas menutup pintu ruangan kerja Jimin di Blue House tersebut. "Dan Sekretarismu juga, Tuan."

Jimin mengulum senyum. "Kurasa semuanya ingin kita berduaan saja," jawab Jimin. Waktu mereka tidak banyak, mungkin sekitar sepuluh menit saja, baru Jimin harus keluar mengikuti rombongannya untuk hadir di upacara hari Senin ini. "Aku .. aku tidak akan maju untuk pemilihan selanjutnya.. Meski Dewan bilang aku bisa lanjut ke periode dua, tapi aku tidak yakin. Ada banyak pertimbangan, bagaimana menurutmu?"

"Hm, begitukah?" Dahyun mengerjap pelan. "Aku tidak tahu soal pemerintahan atau apapun, aku hanya mendukungmu. Kalau memang itu keputusan terbaik, aku akan mendukungmu, Mr. President. Tapi apa alasannya?"

"Akan sangat beresiko kalau aku maju padahal ada banyak tugas yang belum berhasil aku kerjakan dengan baik. Aku yakin akan ada partai yang beroposisi untuk melawanku, dan di tengah situasi yang menegang ini, aku siap untuk mengalah dengan jabatan Presiden ini."

"Itu terdengar meyakinkan."

Jimin mengangguk. Dia menyingkirkan helai rambut Dahyun. "Dan kau akan terus bersamaku melewati semua ini, kan? Dahyun?" tanyanya dengan suara mengalun. Dahyun tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih banyak."

"Mr. President, aku tahu kau hanya inginkan yang terbaik. Aku tahu, kau sudah memikirkannya. Tapi aku rasa, kau juga harus pikirkan bahwa ada banyak penduduk Gyeo yang mendukungmu, jadi yah, pikirkan itu juga. Aku tidak ingin mendesakmu maju di periode kedua, aku hanya mau kau tahu, bahwa kau sudah melakukan yang terbaik selama menjabat. Aku bangga kepadamu." Perlahan Dahyun meraih leher Jimin dan mendekap tubuh Jimin yang hangat. "Aku mencintaimu."

"Terima kasih, aku juga mencintaimu."

Jimin sulit menjabarkan perasaannya sekarang. Dia agak lega karena ucapan Dahyun; yah, aku sudah berusaha yang terbaik untuk negeri tercintaku. Jimin menarik dirinya dan tersenyum. "Kurasa kau benar."

"Hm, terima kasih sudah mendengarkanku," sahutnya. "Kurasa kita harus kembali.."

Jimin sudah menahan pinggang Dahyun seraya memiringkan wajahnya. "Menjadi presiden atau bukan, kau tetap istriku. Menjadi presiden atau bukan, kau sosok yang akan mendampingku. Jadi, tetap bersabar denganku dan terus bantu aku. Aku sangat membutuhkanmu dan terima kasih karena sudah memberikanku dua malaikat kecil kita. Kalian duniaku," ujarnya pelan.

Dahyun masih terlalu kaget, bahkan dengan tarikan napasnya sekarang, Dahyun khawatir wajah Jimin akan makin dekat dengan wajahnya. Sementara itu, Jimin tidak berkedip dan terus menekuni wajah Dahyun dari dekat. Momen itu seakan membeku di tengah mereka. Dahyun tercekat, seraya mengusap sisi wajah Jimin hati-hati, meneguhkan dirinya bahwa semua ini bukanlah mimpi.

Dia di sini, dan semua ini kehidupannya sekarang. Tidak ada Han Daehyun, tidak ada kepura-puraan, tidak ada. Semuanya murni dan jelas.

Kalian duniaku.

[]

Seduce Mr. President | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang