Side Story : Jimin

587 101 5
                                    

SIDE STORY:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SIDE STORY:

THIS IS PARK JIMIN SPEAKING

Aku tahu ibu akan terus memaksa.

Dibanding dengan ibu teman-temanku, ibu nampaknya punya kadar keinginan yang meluap-luap. Apalagi menyangkut aku selaku putra tunggalnya. Tidak hanya itu, dia kerap mengatur ayahku, tidak peduli seberapa sering ayah mendebat, ibuku memang orang yang keras. Aku yang berpikir bahwa melawan ibuku adalah sebuah dosa, mau tidak mau akhirnya rela menuruti apapun yang beliau sudah cetuskan. Termasuk membolos dari sekolah, diikuti membolos les ataupun jadwal pacuan kudaku. Tidak hanya itu, aku juga membolos dari pertemuan dengan dokter pribadiku padahal ini waktunya check up rutin tiap dua minggu. Ibu sudah mengatakan bahwa dia sudah mempersiapkan hari ini dengan sangat sempurna.

"Nanti jangan gugup, oke?"

Aku melonggarkan dasi yang hampir mencekik leher kemudian tersenyum tipis. "Baik."

Ibu tersenyum dan terduduk manis. Dia sudah menyiapkan gaun dengan blazer terbaiknya, rancangan musim ini dan eksklusif hanya tersedia beberapa potong saja. Ibu nampak bangga saat kamera mulai menyorot kepadanya dan semuanya pun dimulai.

.

.

Darah politik sudah mengalir dalam nadi ayahku. Tumbuh dan lahir di keluarga yang punya sepak terjang besar di dunia kata orang "kotor" beliau justru merasa bangga dan meneruskannya kepadaku. Kakekku adalah mantan politikus handal sekaligus mantan pengacara yang namanya selalu menjadi sorotan di Gyeo. Tidak hanya itu, kakak-kakak dari ayahku sudah terlebih dahulu berkecimpung sebagai bagian penting di partai. Tidak sebatas itu, mereka pun mencicipi kursi-kursi dewan serta secara aktif ikut masuk dalam rapat-rapat penting. Mereka punya barisan pendukung yang kuat, solid dan setia. Sementara itu, ayahku sibuk dengan akademi militernya sampai dia terjun aktif ke dunia politik sebagai Sekretaris Partai, dilanjutkan dengan bertahun-tahun sebagai Wakil Ketua Partai. Tidak heran, sejak kecil, dunia politik sudah menjadi makanan sehari-hari dan obrolan hangat serupa bincang-bincang renyah di meja ruang tamu.

Ibuku tidak pernah terlibat dalam kegiatan politiknya. Dia juga bukan bagain partai ataupun pengurus manapun. Dia wanita yang bersoalisasi dan punya perkumpulan ibu-ibu dengan suami anggota dewan. Tidak hanya itu, dia kerap menggelar pesta-pesta di rumah kami. Aku pun satu dua kali diperkenalkan dengan anak-anak dari teman soalitasnya tersebut. Tidak heran, aku pun bersekolah di sekolah cukup elit dan menjadi murid populer di sana. Bukan karena aku cukup tampan, bukan karena aku memang pintar, tapi karena mereka mengenal ibuku dan sadar bahwa ibuku adalah sahabat baik ibu-ibu mereka. Jadi, setidaknya, mereka pun harus bersikap baik denganku.

Saat ayahku mulai punya nama yang kuat di kancah politiknya serta turut aktif terus menggalangkan sejumlah acara untuk menarik perhatian lingkaran politikus, disokong dengan ibuku. Maka, aku pun berdiri di sini. Aku sudah dipersiapkan menjadi "penerus" atau bisa dibilang "kloning" dari ayahku sendiri. Bahkan, dia sudah mempersiapkan alur kehidupanku layaknya mempersiapkan program yang sudah sangat yakin dia sukseskan.

"Kau akan tetap ikut tugas militer dan jadi bagian di akademi. Kita tidak bisa langsung terlibat begitu saja. Aku juga mau punya anak yang tangguh dan membuatku yakin. Jadi, tunggu beberapa tahun lagi, maka aku pastikan kau bisa tembus ke pemerintahan. Tidak hanya sepertiku tapi bahkan lebih tinggi dari itu."

Aku mengeryit. "Apa itu?"

"Menjadi .. presiden?" Ayah tersenyum puas. Bahkan dari beberapa tahun aku memperhatikannya, dia tidak pernah menunjukkan binar mata sehidup itu. Aku tahu, jika ayahku sudah seyakin itu maka topan badai bahkan apapun dapat menghentikannya. "Kau akan menjadi presiden Gyeo. Aku pastikan itu."

.

.

Ibu menarik senyuman simpul kemudian menyerahkan satu foto tersebut. "Kau suka?" tanyanya segamblang menanyakan; apakah kau suka pakaian ini? Kau suka pergi ke sini? Kau suka datang bersamaku? Pestanya seru? Padahal, di foto itu ada satu wajah dengan mata bulat menakjubkan, senyuman yang manis serta wajah yang membuat Jimin sempat terdiam beberapa waktu. "Ada banyak gadis cantik di pestaku. Kau harusnya bergabung tapi aku pastikan, Keluarga Han ini yang terbaik. Bahkan kau kenal Jung Jeon kan? Anak Mayor Jung? Nah, Mayor Jung ini teman dekat orang tua gadis ini."

Jimin tertegun beberapa detik. Matanya tidak lepas memperhatikan foto yang sudah ada di tangannya.

"Kita akan atur kencannya kalau kau tertarik. Aku sudah pernah bertemu dnegannya dan aku yakin sekali kalian cocok. Dia masih di Boston dan kau akan tugas di Boston bulan depan, bukankah itu sempurna? Kalian bisa membuat janji untuk bertemu dan berkenalan? Ibunya memang bilang Daehyun ini agak berbeda dan tidak mau diatur. Tapi aku rasa diapersis sepertiku. Pemberani dan percaya diri. Dia sangat cocok mendampingmu."

"Begitukah? Maksudku .. apakah dia bahkan .. tertarik untuk kencan?"

"Dia tidak punya kenalan laki-laki sejauh ini. Aku pikir, apa salahnya mencoba? Aku dan ayahmu sangat setuju kalau kau mulai menjalin hubungan. Media akan terus mengincar keluarga kita dan posisi ayahmu sudah gemilang, tapi tetap saja, kita harus waspada. Dengan bantuan keluarga Han dan backgroundnya sebagai pengusaha hotel, aku yakin sekali, keluarga kita akan semakin kuat. Bagaimana?"

Jimin menimbang-nimbang sejenak dalam hati seraya menyerahkan kembali foto itu. Jujur, hubungan yang sudah disiapkan seperti ini bahkan kencan yang sudah terencana seperti ini memang sempat terpikirkan olehnya. Dia tahu betul bagaimana kedua orang tuanya sudah sangat mendesaknya agar punya kekasih dari keluarga terpandang. Hanya saja, apakah sekarang? Apakah dia dan Daehyun? Jimin menekuk bibirnya, sejenak agak ragu.

"Aku mendukungmu. Jangan khawatir." Ibu menepuk bahu Jimin dan mengusap sisi wajah pemuda tersebut. Jimin sudah tumbuh dengan menakjubkan, bahkan termasuk dalam barisan terbaik dengan hasil akademi yang membuatnya terus jadi perhatian dan dihadiahi banyak pujian. Anak Emasnya. Ibu Jimin tidak berhenti tersenyum ataupun takjub karena putranya tumbuh dengan tampilan yang sangat tampan, berkarisma serta sangat bertanggungjawab.

"Aku akan .. mencobanya."

"Sungguh?"

Jimin mengangguk. "Yah, aku akan berusaha berkenalan dengan Han Daehyun. Kita harus mencobanya supaya tahu apa yang akan terjadi kan."

"Aku selalu bangga denganmu, Jim."

[]

Seduce Mr. President | park jm ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang