Kim Dahyun terbangun di tubuh orang lain. Tidak hanya itu, dia ternyata seorang First Lady dan merupakan istri dari presiden ternama; Presiden Park. Dahyun berusaha beradaptasi di saat konflik-konflik keistanaan menyerang sekitarnya.
Dan satu perta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SIDE STORY:
THIS IS KIM DAHYUN SPEAKING
Aku tidak berharap akhir yang indah.
Pesimis? Mungkin. Lahir dan tumbuh penuh rasa sakit dan kesedihan, aku hampir lupa tuh rasanya menjadi orang bahagia. Tidak hanya itu, bahkan menurutku, kebahagiaan itu punya orang-orang yang beruntung saja. Aku? Jauh dari itu semua. Ibaratnya, aku ada di ujung dunia sedangkan seluruh orang-orang bahagia di belahan dunia lainnya. Terpisahkan, terisolasi dan terasingkan. Aku berpikir, akhir bahagia hanya ada dalam dongeng. Itu karena sang penulis terlalu muak dengan kehidupan tidak bahagianya sehingga dia pikir, satu-satunya jalan agar bahagia yah menciptakan bahagia versinya sendiri. Kurasa, orang-orang tidak peduli apakah kebahagiaan itu semu (berupa materi layaknya harta, perhiasan atau bahkan nama baik) atau kebagiaan lainnya.. Intinya, kita semua sama putus asa demi cap "Bahagia".
Dan aku jelas tidak ingin menghabiskan umurku di dunia untuk hal semu semacam itu. Cukup bersekolah, cukup punya tempat tinggal dan cukup aman. Aku pikir, itu yang aku butuhkan sekarang ini. Itu yang menjadi ambisiku agar cepat dapat penghasilan dan membangun kehidupanku yang sudah berantakan tapi aku berusaha kumpulkan puing-puingnya kembali.
Dahyun kecil mungkin akan memusuhiku karena terdengar sesinis ini. Tapi siapa peduli? Toh, aku yang sudah menjalani kehidupan sekarang dan aku yang disadarkan oleh kenyataan bahwa hidup ini memang keras, lebih daripada cangkang besi.
.
.
"Putus sekolah?"
Dahyun mengangguk seraya menyantap es krim gagang di tangannya. Cuaca terik, panas menyengat ke kulit dan perutnya terus meronta. Es krim murah ini saja yang mampu dibelinya sekarang. "Aku tidak berpikir sekolah membuat perubahan. Aku dengar, ada pekerjaan di sekitar wilayah pabrik dekat sini dan mereka butuh seseorang di sana."
Mina tercekat. "Tapi itu bahkan terdengar tidak menjanjikan uang yang cukup, Dahyun! Kau sinting? Tetap sekolah, aku tidak mau kehilanganmu. Siapa yang akan menyusahkanku kalau bukan kau? Dengar, kalau uang .. aku akan usahakan untuk mendapatkannya. Ayah tirku tidak sejahat itu akhir-akhir ini."
"Kau akan pindah ke Australia kan tahun depan? Mengapa berbicara seakan akan bertahan lama di sini? Berhenti pikirkan hidupku, fokus saja dengan hidupmu. Aku mendukungmu."
"Kau bicara melantur," geturunya dan ikut duduk di samping Dahyun. Bukan rahasia lagi bahwa Mina turut prihatin dengan keadaan sahabatnya. Memang dia sering memberikan uang serta memberikan makan Dahyun, tapi tetap saja, dia ini masih anak sekolah juga. Mustahil untuk terus mengendap-endap dan mengambil sisa uang di laci agar dapat uang lebih. Bagaimana jika ibu tahu? Bagaimana jika ayah tirinya tahu? "Itu rencana Bibi, bukan rencanaku atau ibu. Kupikir, ayahku juga cukup keras menentangnya. Aku masih muda untuk pergi."