Prolog
Kim Dahyun kalah lotere lagi.
Sial. Padahal itu won terakhir dan dia tidak tahu akan mencari uang dari mana lagi. 1308 seharusnya menjadi ujung nomor lotere yang mengubah hidupnya. Bagaimana bisa .. setelah begitu yakin justru tebakannya meleset? Berjalan gontai, Dahyun merobek kertas tersebut kemudian mendekai teman teman sekelasnya.
"Kalah?"
Dahyun mengerang dan merebut satu botol soju. "Aku akan dapatkan uang."
"Mudah saja bicara," gerutu Mina kemudian mulai berkumpul dengan yang lain, membawakan beberapa kayu bakar. Sebenarnya, acara sudah seharusnya dimulai sejak jam tiga, hanya saja, senior mereka masih di perjalanan karena mini van yang mogok. Tidak hanya itu, mereka lupa membawa jagung serta makanan lain, tertinggal di dekat sekolah.
"Hari ini sedang tidak bagus."
Mina mengangguk gesit. Gadis bersurai panjang itu, akhirnya, mengatur napas dan ikut duduk di bebatuan bersama satu sahabatnya. Mina dan Dahyun sudah berteman sejak tahun junior mereka. Jujur saja, Mina tidak pernah bertemu orang seurakan dan secuek Dahyun. Tidak hanya dari penampilan, dari sikap pun gadis itu memang sembrono dan semaunya. Pernah Mina menyinggung soal di mana Dahyun tinggal dan gadis itu balas mengabaikannya selama dua hari. Bahasan keluarga, tempat tinggal dan uang nampaknya agak sensitif untuk gadis bermarga Kim tersebut.
"Seharusnya kita tidak ikut.."
"Kau bercanda, aku yakin nanti juga seru." Sesaat Dahyun hendak menyalakan pemantiknya, seseorang sudah merenggut benda itu. Dahyun sontak memekik. "Yak! Apa yang kau lakukan?"
Pria itu justru kabur seraya cekikikan. Dahyun langsung bangkit, berusaha mengikuti pria bertubuh jangkung yang sudah dia coret sebagai teman. Yah, siapapun pasti tidak akan betah bersama dengan Minjoo. Bagaimana pun, sikapnya terlampau usil dan meledek ataupun menjahili Dahyun adalah hobi utamanya.
"Kembalikan, Bodoh!"
"Mengapa kau merokok?"
Dahyun mencebik. "Bukan urusanmu!" Tubuh mungilnya berusaha menggapai pemantik bercorak mawar itu. Namun karena tubuh Minjoo yang tinggi, nyaris menyentuh 180 senti dan terus bertumbuh, sulit untuk Dahyun menggapainya. "Yak! Kau mau aku tendang.."
"Ups.."
Benda itu tergelincir begitu saja ke danau tersebut. Dari posisinya, Dahyun sontak menggerutu kemudian melongok ke danau yang gelap. Waktu semakin larut dengan bulan purnama menggantung. "Kau puas sekarang?!" geramnya gusar. Dahyun pun mulai melepaskan sepatu talinya, kaus kaki serta menggulung celananya.
"Hei, Dahyun-ah, demi Tuhan! Itu hanya pemantik .. kau bisa beli lagi."
Dahyun menulikan telinganya, sudah bergerak turun menelusuri jalan setapak ke dekat danau. Dari tempat mereka berdiri tadi yakni jembatan, hanya butuh beberapa langkah menurun sampai akhirnya Dahyun berdiri di tepian danau. "Orang sepertimu tidak akan mengerti artinya berharga, bukan?" Ia berucap tajam. Dengan gerakan mulus, Dahyun langsung masuk ke dalam air. Gila, bahkan dia kira malam ini cukup hangat namun dinginnya air danau langsung menusuk sampai ke tulangnya. Suara Minjoo terdengar sayup-sayup. Dahyun beruntun, dia masih dapat mengejar pemantik yang tertarik gravitasi tersebut. Sampai akhirnya, matanya membulat dan pantulan bulan yang pecah sudah tidak nampak lagi.
Kegelapan merenggut tubuhnya.
.
.
Mencicipi kematian bukan tujuan hidup Dahyun. Jelas, dia masih sangat berdosa kepada ibu serta ayahnya. Jadi, mati sekarang tidak banyak berguna. Apalagi, Dahyun masih punya obsesi terpendam untuk hidup kaya tanpa tahu bagaimana tersiksanya dengan rasa lapar.
Apa ini? Hidupnya sudah berakhir?
Cih, tidak seru sekali! Hei, aku baru saja ingin hidup baik dan membalas dendam kepada Minjoo—Dahyun memekik ketika sesuatu mendekap tubuhnya erat. Dia melebarkan matanya, menatap horor ke belakang sedangkan gadis itu perlu memproses untuk beberapa detik bagaimana tubuhnya kering. Bahkan tidak ada luka atau tanda tanda dia sempat tenggelam. Di mana ini? Dengan panik, Dahyun menyadari genggaman tangan itu terus menjeratnya, serupa sulur sulur yang nyata. Tapi tidak, bukan sulur nyata, justru sepasang tangan besar yang kokoh.
"Kumohon, bertahan sebentar saja. Jadwalku mulai jam delapan." Suara parau itu menggoda leher Dahyun yang terbuka. Gadis itu bertambah panik seiring dia menyadari bahwa tubuhnya hanya tertutupi selimut yang menutupi tubuhnya dan tubuh si orang asing ini. "Sayang? Dubu-ya?"
"Apa .."
Jimin membuka kelopak matanya dan memandang miring. Dilihatnya wajah sang istri sudah merah padam. Jimin justru tersenyum, menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah cantik tersebut. "Apakah kau tidur dengan nyaman?"
"Siapa kau?!"
Jimin tergelak. Dia masih berusaha menjernihkan suaranya. "Apa maksudmu? Ini aku, Park Jimin. Suamimu. Apakah sesuatu terjadi?" Dahyun sudah ingin berteriak dan berontak. Memang dia ini nakal dan suka memberontak tapi demi Tuhan! Dia tidak pernah sampai terlibat kencan satu malam bahkan bermalam dengan stranger. Bencana apa ini? "Sayang.."
"Aku tidak .." Dahyun tercekat dan berhenti menggerakan tubuhnya. Tiap gesekan di tubuhnya dan si Jimin ini hanya membuat Dahyun jadi panas dingin. Dia tidak bodoh untuk tahu bahwa Jimin sama polosnya dengan dirinya. "Aku .. tidak seharusnya."
"Sayang, apakah kau mabuk semalam?"
"Apa maksudmu?! Aku ada di kamp .." Ingatan itu mengabur bagaikan tertutup uap tipis. "Aku tenggelam." Dahyun melotot; dia pernah diberitahu bahwa jangan jatuh ke danau saat bulan purnama. Tapi idiot mana yang percaya takhayul semacam itu. "Dengar, Tuan .."
"Tuan Presiden."
"Dengar, Tuan Pres—" Dahyun tercekik suaranya. Apa? Presiden?! Sekarang wajahnya menampilkan raut horor yang kentara. Alih-alih melepaskan Dahyun begitu mudahnya, Jimin malah mendekap Dahyun dari belakang sangat erat dan menghadiahi kecupan hangat di sisi bahu Dahyun yang telanjang.
"Aku merindukanmu. Aku baru sampai dari Urk dan kau langsung mengabaikanku lagi seperti ini. Aku minta maaf." Dia berdeham. "Aku sangat menyesal karena liburan fourth honeymoon kita tertunda lagi. Astaga, aku juga menyesali itu tapi urusan kenegeraan ini sangat mendesak. Kau tahu kan bagaimana aku perlu menghadiri rapat bersama ketua dewan beberapa terakhir? Mereka tidak paham dengan cinta kita .. maaf ya."
Honeymoon.
Dahyun memejamkan matanya. Bangun! Bangun! Bangun! Dia terus membentak dirinya. Tetapi kenyataan ini tidak terelakkan. Dahyun dapat merasakan oksigen mengisi dadanya, sentuhan Jimin yang berusaha mengelus perut ratanya dengan gerakan pelan atau bahkan jejak napas Jimin yang masih menyerang leher dan tengkuknya dengan brutal.
"Istriku.." Jimin membalikkan wajah Dahyun, kemudian mengecup dahi dan ujung hidung Dahyun lembut. Tatapannya sejuk menghinoptis. "Aku mencintaimu. Sangat."
[]
Hai, prolognya udah rilis nih, gimana menurut kalian? Ada yang udah bisa tebak gimana konfliknya atau karakter mereka masing-masing di sini? Jujur aja, di sini tuh Dahyunnya bakal beda dari sebelumnya karena menyesuaikan umurnya juga yg baru 19an tahun, jadi masih lugu lugu polos gitu wkekek dan berbanding terbalik sama Jiminnya udah dewasa mateng gitu lah, jadi bisa dibilang perbedaan umur mereka cukup signifikan dan ngaruh juga sama perkembangan dari cerita.
Give me your comment ya, jadi aku tahu apakah kalian tertarik atau gimana sama cerita ini. Jujur aja, aku gugup banget sampai rasanya mau dipublish tuh mundur mundur terus padahal bab ini udah kelar dari pas Breakfast Buddy kelar. Aku berharap cerita ini nggak mogok alias terus lancar jaya kayak Breakfast Buddy. As always, makasih buat kalian yang udah dukung aku terus, jangan lupa jaga kesehatan ya. Ily.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seduce Mr. President | park jm ✔
FanfictionKim Dahyun terbangun di tubuh orang lain. Tidak hanya itu, dia ternyata seorang First Lady dan merupakan istri dari presiden ternama; Presiden Park. Dahyun berusaha beradaptasi di saat konflik-konflik keistanaan menyerang sekitarnya. Dan satu perta...