Paris. Di kota inilah Tania akan menjalani kehidupan barunya, bersama Daniel. Jelas ini bukan tempat yang buruk untuk memulai sebuah lembaran baru, meski Tania tidak yakin lembaran baru macam apa yang kini ia buka. Tampaknya bukan lembaran dari buku yang masih kosong, melainkan lembaran lama sebuah buku catatan berisi konflik tak berkesudahan.
Walaupun panik, ia mencoba terlihat tenang dan berusaha untuk tak merepotkan Daniel dengan membiarkannya terus-terusan bertanya apa Tania baik-baik saja karena sepanjang perjalanan Tania terus melamun. Ia terus-terusan membuka ponsel dan memeriksa media sosial, memastikan ia telah mengunggah foto bersama Daniel dengan keterangan bahwa ia akan mulai tinggal di Paris hari ini.
Beberapa teman-temannya berkomentar dan mengucapkan selamat, tetapi Tania sangat sibuk dalam dua minggu pertama karena selain harus beradaptasi, ia juga ikut membantu pekerjaan Daniel dalam mengurus Casualads entah itu dalam hal perancangan atau mempromosikan produk-produk terbaru. Ia senang Daniel sangat santai dan sama sekali tidak terburu-buru dalam urusan bisnisnya. Daniel justru terus membicarakan rencana pernikahan mereka dan itulah yang membuatnya gelisah.
Tania lagi-lagi berusaha menenangkan diri dengan memeriksa media sosial dan mencari sesuatu yang lucu hingga ia sadari salah satu temanku mengirim pesan melalui instagram.
Alicia, dia teman lama Tania yang baru beberapa tahun ini tinggal di Paris. Setelah melihat unggahan tentang Tania yang kini menetap di sini, Alicia mengajaknya untuk bertemu di bar milik keluarganya yang baru dibuka beberapa bulan lalu.
Sedikit minum untuk mendistraksi pikiran, kenapa tidak?
"Kau yakin kau ingin pergi sendiri?" tanya Daniel tanpa melihat Tania. Matanya fokus pada meja kerjanya di mana ia kini tengah mengerjakan beberapa desain baru untuk Casualads.
"Dan ...." Tania memutar mata. Daniel akhirnya melihatnya dan tersenyum.
"Tentu, kau pantas mendapatkan waktu bersama teman-temanmu."
"Aku mencintaimu!" Seketika Tania mengecupnya dan bersiap untuk pergi ke bar yang dimaksud Alicia.
Bar itu terlihat seperti bar yang cukup mahal dengan pilihan minuman yang terkenal dan beberapa di antaranya bahkan belum pernah didengar namanya oleh Tania. Tidak banyak orang di sana, mungkin karena ini masih jam delapan.
"Anda ingin minum apa, Nona?" tanya bartender di hadapannya setelah menjelaskan minuman terbaik dan terlaris di bar ini.
"Tolong wine putih saja." Tania tersenyum tipis, menahan diri untuk tidak minum lebih dari dua shot sebelum Alicia datang.
Setelah menunggu selama lima belas menit, ada panggilan masuk di ponselnya. Dari Alicia.
"Kau sudah sampai? Dimana?"
"Tania, maafkan aku! Kekasihku mengalami kecelakaan dan dia ada di rumah sakit sekarang, aku tak bisa menemuimu malam ini," suara Alicia terdengar panik dan buru-buru.
"Ah, begitukah? Aku ikut sedih mendengarnya."
"Kau tahu aku sangat merasa bersalah tidak bisa menemuimu, sebagai permintaan maafku kau boleh tetap minum, aku yang traktir. Kuharap kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan, ya!"
Tania baru saja ingin mengatakan sesuatu tetapi Alicia lebih dulu menutup panggilannya. Di saat seperti ini Tania tidak tahu apakah ia akan berani minum lebih banyak saat ia hanya sendirian. Daniel pasti tidak akan senang jika Tania pulang dalam keadaan mabuk, meski ia tidak pernah benar-benar mabuk berat.
Ya sudahlah, pikirnya. Ia meminta bartender untuk menuangkan satu shot lagi. Baru sebentar saja pikirannya jadi kembali melayang jauh, memikirkan tentang apa yang bisa terjadi selanjutnya antara dirinya, Daniel dan Gary. Gary masih membuatnya takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)
RomanceSebelum terkenal sebagai model, Tania telah lama menjadi sugar baby dari Gary Barlow, seorang pengusaha kaya raya yang memiliki banyak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Sejak bercerai dengan Catherine, istrinya, Gary enggan menikah lagi d...