Chapter 40: A New Team

391 39 4
                                    

Menara Eiffel terlihat dari kejauhan melalui kaca jendela kamar hotel yang kini ditempati Gary dan Catherine. Gary masih tampak sibuk di sofa dengan laptop di pangkuannya sedangkan Catherine terus memandangi keindahan kota itu dari kamar yang terletak di lantai sebelas.

"Kenapa kau memilih menginap di hotel?" tanya Catherine. "Tidakkah kau punya rumah di Paris."

"Oh, tentu aku punya." Gary tetap pada laptopnya. "Rumah itu sudah lama tak ditempati dan semua perabotnya ditutup kain agar tak berdebu. Aku tak mau repot-repot. Lebih baik menginap di hotel saja agar lebih praktis, lagi pula hanya untuk satu atau dua hari."

"Bagaimana jika kau punya tamu?"

"Tamu? Mereka bisa menemuiku di kantor."

Catherine mengalihkan pandangannya dari luar jendela dan berjalan menuju lemari untuk mengambil gaun tidurnya yang telah ia simpan di sana. Setelahnya ia berjalan ke kamar mandi untuk berganti baju sementara Gary masih membalas beberapa e-mail.

Rencananya, Gary akan bertemu dengan beberapa investor—yang sama sepertinya—yang akan bekerja sama dengannya dalam sebuah proyek besar dalam waktu dekat ini. Mereka akan bertemu di acara pameran seni besok.

"Menurutmu apa kita harus memberitahu Daniel bahwa kita ada di Paris?" tanya Catherine setelah keluar dari kamar mandi dengan gaun tidurnya.

"Well, kenapa tidak?" balas Gary. "Mungkin kita bisa mengunjunginya jika dia tak sibuk."

Gary akhirnya mengalihkan pandangan dari laptopnya untuk melihat Catherine.

"Apa Daniel baik-baik saja?" tanya Gary, ada nada cemas dalam kalimatnya.

"Setiap hari aku selalu menelepon untuk menanyakan keadaannya. Sampai saat ini dia terdengar baik-baik saja." Catherine menghela napas. "Memang, kami tak pernah membicarakan mengenai Tania."

"Menurutmu Daniel berusaha menutupinya?"

"Aku tidak tahu." Catherine mengangkat bahu. "Barangkali kita memang harus membiarkan masalah ini diselesaikan oleh mereka saja. Mereka sudah dewasa, kan?"

"Yeah." Gary mengangguk setuju.

"I'm going to sleep," ucap Catherine sebelum akhirnya menguap dan naik ke atas ranjang.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Gary memutuskan untuk menutup laptopnya dan berjalan ke kamar mandi untuk mengganti baju.

Catherine benar-benar tampak sudah terlelap saat ia kembali dari kamar mandi. Dengan hati-hati, Gary naik ke atas tempat tidur king sized itu.

Sejak awal melakukan reservasi, Gary tak memberitahu Catherine bahwa ia hanya memesan satu kamar untuk mereka. Namun Catherine juga tampaknya tidak terkejut. Barangkali ia sudah menduganya—atau justru mengharapkannya—tetapi Gary tak mau berpikir terlalu jauh.

Mungkin akan ada sesuatu terjadi di antara mereka, atau mungkin juga tidak.

***

Gemercik air berhenti setelah Rowan memutar keran, menghentikan air yang mengalir menuju wastafel, membasuh sisa krim cukur yang baru saja ia gunakan. Rowan mengangkat wajahnya dan memandang cermin. Senyum simpul terbentuk di wajahnya yang kini telah bersih tanpa berewok tebal. Saat ia baru ingin meraih handuk, terdengar suara ketukan di pintu.

"Kau sudah selesai, Rowan?" tanya suara di balik pintu.

Rowan membuka pintu dan tampaklah seorang pria—tampak beberapa tahun lebih muda darinya—yang berpakaian amat rapi dengan setelan jas dan sepatu yang berkilap.

"Sudah," ucap Rowan singkat.

"Ini, bersiaplah cepat." Pria itu memberikan setelan jas pada Rowan, lengkap dengan dasi berwarna merah. "Jangan lupa aksenmu."

Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang