Tania berangkat kerja pagi itu dengan membawa surat pengunduran diri dalam tas yang sudah ia ketik dini hari tadi. Ia sama sekali tak bisa tidur.
Saat merasa pekerjaannya agak lengang, Tania beranjak dari kursi dan berjalan menuju ruangan HR. Sama sekali tak ada yang memperhatikan, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Tepat ketika Tania baru menginjakkan kakinya di lantai empat yang menjadi letak ruangan HR, Daniel ada di sana, tampak berbincang dengan seseorang. Tania tak sempat mengelak, pemuda itu lebih dulu menangkap kehadirannya.
Kedua kaki Tania seolah terpaku ke lantai ketika Daniel berjalan mendekat, sementara orang yang tadi menjadi lawan bicaranya kini pergi dari sana, hanya mereka berdua yang ada di area itu.
"Apa itu?" tanya Daniel dengan nada yang begitu ketus dan ekspresi datar sembari mengerling ke arah amplop di tangan Tania.
Tania tak menjawab. Ia baru ingin menyembunyikan amplop itu di balik tubuhnya, tetapi Daniel lebih dulu merebutnya. Ia pun membuka amplop itu, menarik ke luar isinya yang tak lain adalah surat pengunduran diri sang staf administrasi.
Daniel tak perlu berpikir dua kali untuk merobek kertas itu beserta amplopnya lalu memasukkannya ke tempat sampah yang berada tak jauh dari mereka.
"Apa masalahmu, Daniel?!" Tania membulatkan mata, sama sekali tak menyangka Daniel akan merobek benda itu dan membuangnya.
"Aku sudah katakan, kau tak akan mengundurkan diri." Daniel mendekat, menatap Tania lekat-lekat. "Aku yang akan memecatmu."
"Kalau begitu pecat aku sekarang!"
"Aku tak akan melakukannya."
"Kau bersikap kekanak-kanakan." Tania menggeleng. "Padahal selama ini aku mengenalmu sebagai seseorang yang dewasa."
"Kau akan tetap bekerja di sini," tegas Daniel, memilih untuk tak menanggapi kalimat Tania yang baru saja terucap.
"Jika kau tak mau memecatku, aku tidak peduli. Aku akan tetap keluar dari sini." Tania dengan berani membalas tatapan Daniel sebelum akhirnya berjalan pergi.
"Jika kau keluar dari sini, aku akan memastikan bahwa kau tak bisa bekerja di tempat lain!" balas Daniel setelah Tania melangkah beberapa meter darinya, membuat gadis itu langsung berhenti.
Daniel tersenyum simpul ketika dilihatnya Tania berbalik, menampakkan ekspresi yang begitu sulit diartikan antara marah, terkejut, atau takut.
"Apa kau lupa siapa ayahku?" lanjut Daniel sembari menyilangkan kedua lengannya. "Dia bisa memberitahu semua perusahaan dan kantor yang ada di Inggris untuk memasukkan namamu ke dalam black-list."
Tania terkesiap. Ia sama sekali tak berpikir bahwa Daniel berencana untuk bertindak begitu jauh.
Pikiran Tania langsung berkelana jauh, memikirkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. mungkinkah? Mungkinkah Daniel akan meminta Gary agar memberitahu semua perusahaan untuk memasukkan nama Tania ke dalam black-list? Mungkinkah Gary akan menurutinya?
Daniel adalah putra tunggal pria itu. Tania sudah melihat hubungan mereka mulai membaik. Tania kini tak bisa memikirkan kemungkinan bahwa Gary akan menolak jika Daniel memintanya untuk memasukkan Tania ke dalam black-list dengan semua kuasa yang dimilikinya.
"Kembalilah bekerja, Nona Walter." Daniel mengakhiri percakapan dan melangkah menjauh, masuk ke dalam lift yang selanjutnya menaikkannya ke lantai lima.
Setelah kembali ke ruangannya, Daniel masuk ke kamar mandi untuk melepaskan tangis. Dipandangnya cermin, ia terlihat menyedihkan.
Sungguh, ia tak percaya bahwa ia bisa mengatakan hal semacam itu pada Tania. Daniel benar-benar merasa jadi orang lain. Ia tak pernah bermaksud menyakiti Tania dengan sengaja, tetapi kali ini ia terpaksa melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)
RomanceSebelum terkenal sebagai model, Tania telah lama menjadi sugar baby dari Gary Barlow, seorang pengusaha kaya raya yang memiliki banyak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Sejak bercerai dengan Catherine, istrinya, Gary enggan menikah lagi d...