Chapter 18: Walk Through Different Doors

1K 93 5
                                    

"Ayah! Ayolah mainkan Love Dream-nya Liszt lagi!" Anak lelaki yang manis itu sejak tadi menarik tangan Gary untuk menuju piano besarnya.

"Baiklah, baiklah, hanya sebentar saja, ok? Ayah harus pergi sebentar lagi." Gary mengusap kepala anak itu, Daniel, putranya.

"Indah sekali ...." Daniel menyimak permainan piano ayahnya dengan bahagia. Sedikit yang ia ketahui, bahwa dalam hati ayahnya ia tengah memikirkan banyak sekali hal lain di luar sana, hal-hal yang tak seharusnya dipikirkannya lagi, tetapi semua itu tetap menghantuinya dan membuatnya terjaga setiap malam.

Keberadaan Ellaine.

Ia tahu ini salah. Ia kerap pergi dan berkendara dengan mobilnya selama berjam-jam setiap akhir pekan dengan alasan mengurus pekerjaan, padahal sebenarnya, ia berkeliling ke setiap sisi dan sudut kota London untuk mencari Ellaine, tanpa menghiraukan Catherine yang telah menjadi istrinya selama bertahun-tahun.

Hal ini tentu saja mengganggu Catherine. Ia benci mengonfrontasi suaminya mengenai waktu yang amat sedikit yang ia berikan di rumah untuk anak mereka, tetapi sikap Gary yang tampaknya tak pernah mengindahkan itu, lama-kelamaan membuat Catherine jengah. Mereka kerap bertengkar dan akhirnya, perceraian menjadi jalan terakhir yang ditawarkan Catherine yang sayangnya langsung dikabulkan begitu saja oleh Gary.

***

"Rumah ini benar-benar seperti kapal pecah! Apa yang kau lakukan sepanjang hari, Ellaine?! Dasar wanita tidak berguna!" Rowan membanting botol minuman keras di lantai hingga pecah berkeping-keping, menambah kekacauan di dalam rumah mereka.

Ellaine masih berusaha menjaga dirinya tetap waras demi tiga anaknya, Jonas, Zekey dan Tania, tetapi perlakuan yang diberikan Rowan terhadapnya sejak awal pernikahan mereka sungguh membuatnya tak merasakan apa-apa selain depresi yang kini mungkin sudah sangat parah. Namun apa boleh buat, kedua orang tua Ellaine meninggal beberapa tahun setelah ia resmi menikah sedangkan mertuanya? Mereka sama sekali tak menganggap keberadaan Ellaine di tengah keluarga itu.

Jangankan peduli atas Ellaine yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya, orang tua Rowan justru menyalahkannya atas hal itu, menyebutnya sebagai istri yang buruk dan tak bisa mengerti keinginan suaminya. Padahal selama ini pun, Rowan tak pernah benar-benar bekerja. Ia hanya bergantung pada kedua orang tuanya yang kaya raya.

Hingga suatu hari, kejadian mengerikan menimpa kedua orang tuanya. Mereka mengalami kecelakaan dan tewas sebelum sempat dibawa ke rumah sakit.

Hal ini adalah sesuatu yang tak pernah disangka Rowan akan terjadi. Dan sebagai satu-satunya putra yang tentunya menjadi pewaris tunggal, Rowan tak bisa mengurus semua harta itu. Ia justru menghabiskannya dengan bersenang-senang dan dalam waktu sebentar saja, ia berhasil membawa dirinya dan keluarganya jatuh dalam kemiskinan.

Keluarga yang sudah tak sehat itu kini semakin berantakan lagi. Pertengkaran setiap saat, kekerasan di mana-mana hingga Rowan dan Ellaine bercerai.

Namun lebih tak mudah lagi bagi anak-anak mereka.

Kondisi keluarga yang memprihatinkan itu mendapat perhatian dari tetangga sekitar dan mereka melaporkannya pada rumah singgah terdekat. Ketika mereka datang, Rowan telah pergi entah kemana dan tak ada yang tahu di mana dia berada, Ellaine nyaris mengalami overdosis akan obat penenang, sedangkan Tania meringkuk ketakutan di sudut kamarnya.

"Katakan, nak, dimana kakak-kakakmu?" tanya seorang wanita yang merupakan salah satu petugas rumah singgah yang ditugaskan menjemputnya.

Tania yang masih berumur kurang dari enam tahun itu hanya bisa menggeleng sambil menangis. Ia menolak bicara sama sekali. Matanya sembab dan rambut panjangnya kusut.

Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang