Gary melangkah keluar dari mobilnya dan kembali ke ruang ICU. Melalui kaca yang ada di pintu, dilihatnya Catherine telah ada di sana, menangis di sisi Daniel yang juga masih belum sadar. Ia memutuskan untuk kembali ke hotel tempatnya menginap yang tak jauh dari rumah sakit ini. Tak terlalu dipikirkannya percakapan antara dirinya dan Catherine yang terjadi beberapa saat lalu, tetapi ia tahu itu mungkin membuat Catherine cukup frustrasi dan terkejut.
Oh, kenapa setiap hal yang Gary lakukan pada Catherine seolah benar-benar membuatnya tampak seperti monster yang sengaja menyakiti wanita itu? Meskipun niat Gary juga tak benar-benar jauh berbeda, ia ingin Catherine sadar bahwa mencintai Gary adalah hal yang sia-sia.
Pagi harinya, sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponselnya.
"Daniel sudah sadar, ia sudah keluar dari ruang ICU. Dia ingin bertemu denganmu."
Gary tak perlu banyak menerka tentang siapa pengirimnya, sudah tentu Catherine. Selain itu, ia juga menyertakan catatan tambahan di bawah pesannya.
"NB: aku tidak menceritakan apa pun tentang apa yang telah kuketahui, Daniel tak butuh mendengar itu."
Gary menuju ke rumah sakit setelah menyelesaikan sarapannya di hotel.
"Dia sudah tidur karena baru saja minum obat." Catherine tak mau melihat Gary sama sekali, sementara Gary tak mengucapkan apa pun, ia justru memperhatikan wajah Catherine yang tampak begitu lelah. Ia pasti tak memejamkan matanya sejak sampai di sini.
"Kau butuh istirahat, pergilah ke hotel yang ada di dekat sini. Rumah Daniel terlalu jauh."
"Aku akan tetap di sini." Catherine akhirnya melihatnya. "Aku tak akan meninggalkan Daniel."
"Kau juga akan membiarkan dirimu jatuh sakit lalu membuat situasinya lebih buruk?" Wajah Gary benar-benar tanpa ekspresi. "Pergilah, kau bisa kembali sore nanti. Aku akan lakukan reservasinya untukmu dan membayar semua biayanya."
Catherine masih tak bicara.
"Aku akan menunggu Daniel di sini, semuanya akan baik-baik saja." Gary mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang dari kontaknya. "Halo? Hotel La Bourdonnais? Ya, aku ingin melakukan reservasi atas nama Catherine Barlow-"
Kalimat Gary terhenti. Ia salah bicara.
"Uh, maksudku Catherine ...." Ia melirik wanita di hadapannya selama beberapa saat. Ia sungguh lupa nama belakang mantan istrinya.
"Adams."
"Catherine Adams. Ya, tipe suite saja. Terima kasih." Gary menutup panggilannya, hampir tak sanggup melihat Catherine setelah kesalahannya ketika menyebut nama belakangnya tadi. Ia kini mengambil dompetnya dan memberikan salah satu kartu kreditnya. "Pakai saja."
"Terima kasih," balas Catherine singkat sambil menerima kartu kredit platinum itu. Ia lalu mendekati kopernya yang berada di sudut ruangan yang tak dibukanya sejak kemarin sebelum akhirnya berlalu pergi.
Kini hanya ada Gary di ruangan itu, bersama Daniel yang masih memejamkan matanya. Ia tampak sedikit lebih baik dari kemarin malam saat Gary baru tiba untuk melihatnya-walaupun pada akhirnya ia tidak jadi masuk dan malah kembali ke hotel.
"Kau sama saja seperti ayahmu, Dan." Gary bicara tepat di samping Daniel, meyakini sepenuhnya bahwa putranya itu kini tengah terlelap dan tak bisa mendengarnya sama sekali. "Kau sama saja sepertiku yang sudah menyakiti Tania dengan mengusirnya begitu saja tanpa mau mendengarkannya."
"Apa kau sadar atas apa yang telah kau lakukan, huh? Kau bahkan tak memahami luka masa lalu Tania. Dia ditinggalkan orang tuanya, dia harus bekerja keras demi bisa bertahan hidup dan membiayai kuliahnya, bukan salahnya jika ia memilih menjadi seorang sugar baby, kan? Kau tak seharusnya menghakimi Tania begitu saja karena kau tidak tahu seperti apa penderitaannya." Gary menahan suaranya. Ia lalu menghela napas. "Atau mungkin ... kau tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)
RomanceSebelum terkenal sebagai model, Tania telah lama menjadi sugar baby dari Gary Barlow, seorang pengusaha kaya raya yang memiliki banyak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Sejak bercerai dengan Catherine, istrinya, Gary enggan menikah lagi d...