Chapter 22: Holding On

955 91 12
                                    

Ellaine masih terjaga di tempat tidurnya, teringat akan Gary. Dilihatnya Rob yang masih mengerjakan sesuatu di laptopnya.

"Rob?"

"Uh-um?"

"Apa kau sudah lama mengenal Gary?"

"Lumayan, oh, dan dia adalah orang yang pernah membeli perusahaan agensiku yang ada di London dulu."

"Yang baru-baru ini kau beli kembali?"

"Ya." Rob tak mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.

"Kenapa kau tak pernah bercerita tentang rekan bisnismu itu?"

"Bukankah kau tidak suka mendengar segala hal tentang bisnisku? Lagipula kau selalu sibuk dengan toko bunga dan anak-anak, kau pasti lelah, kan? Aku tidak mau menganggumu dengan memaksamu mendengar cerita tentang bisnisku, apa lagi bicara tentang Barlow. Sungguh tidak penting," jawab Rob panjang lebar.

"Kelihatannya ... kau tak suka padanya, ya?" terka Ellaine.

"Well, aku hanya merasa dia terlalu angkuh saat berbisnis denganku." Rob mengedikkan bahu. "Aku tahu dia hebat tapi, yah, begitulah."

Ellaine termenung.

"Karismanya memang luar biasa kuat, sih." Rob mengakui.

***

Pagi itu Ellaine pergi lebih dulu untuk memeriksa toko bunganya, sudah beberapa hari ini ia tak ke sana. Toko bunganya kini menjadi salah satu yang paling besar di kota itu. Sementara Ellaine pergi, Rob tetap di rumah karena ia sedang menunggu salah satu klien pentingnya yang sengaja diundangnya ke rumah.

Setelah Ellaine pergi, Rob memperhatikan sekeliling, merasa heran kenapa Caspian belum terlihat. Seingat Rob, anak itu biasa bangun pagi. Mungkin kebiasaannya sudah berubah sekarang.

Diketuknya pintu kamar Caspian, tak ada jawaban. Ia membuka pintu kamar dan tak menemukan siapa pun di sana. Rob mulai berpikir apa Caspian sudah pergi ke luar atau bahkan telah kembali ke London? Tidak mungkin ia pulang tanpa pamit.

Rob menelepon Caspian. Beberapa saat kemudian ia mendengar dering ponsel di atas meja yang tak jauh darinya. Caspian meninggalkan ponselnya, itu artinya ia masih di rumah,

Ia menuju kamar Tania untuk bertanya. Diketuknya pintu dan Tania keluar, masih dalam gaun tidurnya, ia segera melangkah keluar dan menutup kembali pintu kamarnya rapat-rapat.

"Hei, ada apa?" Rob heran dengan tingkah Tania.

"Tidak apa-apa." Tania menggeleng.

"Aku sedang mencari Caspian-"

"Oh, Caspian? Hah, tentu aku tidak tahu. Siapa yang tahu dia ada di mana? Ha-ha ...."

Rob menyipitkan matanya sembari menatap Tania penuh kecurigaan. Ia segera menarik Tania agar menjauhi pintu.

Ketika dibukanya pintu, Rob melihat Caspian ada di sana, tertidur di atas ranjang tania dalam selimut tebal yang nyaman tetapi jelas sekali ia tak memakai baju.

Pandangannya beralih kembali pada Tania, dengan begitu serius.

"Aku-"

"Aku akan berpura-pura bahwa aku tak pernah melihat ini." Rob kembali menutup pintu dan berlalu pergi.

Tania menghela napas berat. Kenapa Rob selalu saja menangkap basah dirinya saat bersama Caspian?

Untuk sejenak ia berusaha melupakannya dan pergi mandi, bersiap untuk ke rumah sakit lagi walaupun sebenarnya ia tak sanggup menemui Daniel setelah kejadian yang terjadi antara dirinya dan Caspian malam tadi.

Ia memandang dirinya di cermin, merasa lemah dan rendah.

"Kau sudah rapi, mau kemana?" Caspian akhirnya bangun dan memperhatikan Tania yang tengah memakai riasannya.

"Rumah sakit," jawabnya singkat. "Bukankah kau akan kembali ke London hari ini?"

"Uh-um."

Tania tak banyak bicara lagi dan langsung keluar dari kamarnya, meninggalkan Caspian yang masih heran dengan sikapnya. Apakah yang terjadi di antara mereka tadi malam seolah tak meninggalkan kesan apa pun bagi Tania? Apa dia marah pada Caspian karena terus menciumnya hingga akhirnya mereka melakukan hal yang lebih jauh?

Caspian melompat dari tempat tidur itu dan bergegas ke kamar mandi. Ia bersiap secepat mungkin. Bukan, bukan untuk kembali ke London. Ia ingin mengikuti Tania.

Taksi pesanan Tania tiba tepat setelah Caspian telah bersiap. Ia mengingat plat nomor taksi itu dan membiarkannya melaju sedikit jauh lebih dulu, setelahnya, Caspian mengeluarkan Maserati yang kemarin dipinjamnya dari garasi. Ia mulai mengemudi, mengikuti taksi itu dari jarak beberapa puluh meter.

Taksi yang ditumpangi Tania berhenti di depan rumah sakit yang sama seperti kemarin. Caspian terus mengikuti Tania, masih dari kejauhan agar tak terlihat.

"Hei, Dan." Tania melangkah masuk ke ruangan Daniel.

"Ibuku baru saja kembali ke hotel, karena kau akan datang jadi aku menyuruhnya agar beristirahat di hotel sejenak. Dia akan kembali lagi nanti malam."

"Itu bagus, ibumu juga butuh istirahat, kan?"

Daniel yang kini duduk dengan bersandar di tempat tidurnya meraih tangan Tania dan mengecupnya.

"Aku merindukanmu, kau keberatan jika aku menciummu?"

"Bicara apa kau ini." Tania tertawa. Ia mendekat dan mereka pun berciuman selama beberapa saat.

Caspian masih di sana, di luar ruangan itu dan melihat ke dalam melalui kaca yang ada di pintu. Ia menyaksikan semuanya sejak awal meski ia tak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi antara Tania dengan lelaki yang tak dikenalnya itu.

Namun ia menyaksikannya. Bagaimana Tania tersenyum dan tertawa bersamanya, membiarkan lelaki itu menggenggam tangannya sebelum akhirnya menciumnya.

Hatinya hancur.

Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang