Tania tiba di Paris dan mendapati Daniel telah menunggunya di bandara. Lelaki itu menyambut kekasihnya dengan seikat lili favoritnya. Sungguh Daniel tampak begitu keren meski hanya mengenakan hoodie hitam dari brand miliknya, Casualads. Rambut aslinya coklat gelap dan terkadang ia mewarnainya, kini ia memiliki highlights pirang di rambutnya. Sepasang matanya hijau dan tinggi sekitar 180 cm, membuat orang-orang berpikir bahwa ia adalah model dan bukan desainer. Memang, seringkali Daniel menjadi model untuk produknya sendiri.
"Bienvenue à Paris, mon amour." Daniel meraih tangan Tania dan mengecupnya seraya mengucapkan selamat datang untuk kekasihnya itu.
"Jadi kau sudah pastikan bahwa kau tak akan berurusan dengan pekerjaanmu dulu selama dua minggu ke depan, kan?"
"Tentu. Aku sudah berjanji. Minggu ini kita akan habiskan waktu di Paris untuk menemui Ayahku. Lalu minggu berikutnya kita ke Munich untuk bertemu ibuku."
"Tunggu, apa?" Tania mengerutkan dahi. "Kau tidak bilang kita akan melakukan kunjungan ke Munich? Dan kenapa ibumu ada di sana sedangkan ayahmu di Paris?"
"Maaf aku belum sempat bercerita banyak padamu. Well, ibu dan ayahku sudah berpisah bertahun-tahun lalu dan sampai sekarang hubungan mereka masih belum membaik." Daniel menjelaskan sambil memberi isyarat agar mereka melangkah keluar dari bandara. "Biar kubawakan kopermu."
"Astaga, maafkan aku," ucap Tania pelan.
"Tidak masalah, ayahku juga tidak tinggal di Paris, sih. Dia sangat sibuk dan sering melakukan perjalanan bisnis, jadi aku tidak tahu bagaimana kesehariannya sekarang. Kami jarang sekali bertemu kecuali saat Natal," Daniel kembali menjelaskan, "tapi tenang, karena besok adalah peresmian salah satu cabang dari tokoku, maka dia akan datang. Sudah kukatakan padanya bahwa aku punya kejutan dan ini sangat penting."
"Lalu dia bersedia datang?"
"Yep, dengan sedikit paksaan." Daniel terkekeh sambil memasukkan barang-barang Tania ke dalam BMW X1 miliknya lalu membukakan pintu untuk Tania.
Keduanya pun menuju rumah Daniel yang berkisar dua puluh menit dari bandara.
"Kuharap kau tidak keberatan melihat rumahku yang berantakan." Daniel membuka pintu. "Please, come in."
"Tidakkah rumahmu terlalu besar untuk kau tinggali seorang diri?" Tania memandang seluruh sisi rumahnya. Setiap kali ia datang ke Paris untuk mengunjungi Daniel, ia tak pernah berkesempatan mampir karena mereka sama-sama sibuk. Biasanya mereka hanya berjalan-jalan, makan malam lalu mampir sejenak untuk minum di salah satu bar favorit Daniel.
"Tepat sekali, itulah kenapa aku tak sabar untuk mengisinya bersama seorang partner." Daniel tersenyum pada Tania. Wajah kekasihnya langsung menghangat dan merona. Usia mereka berdua masih sangat muda untuk menikah, tapi sikap Daniel yang dewasa dan cintanya pada Tania membuat perempuan itu tak lagi meragukannya. Tania berpikir mungkin untuk saat ini, ia akan sering berkunjung dan tinggal di rumah Daniel untuk membiasakan diri tinggal bersamanya.
"Baiklah, karena besok acaranya pagi sekali, maka kau harus dapatkan istirahat yang cukup, Tuan Putri," gurau Daniel sambil membawa barang-barang Tania ke dalam kamar.
"Terima kasih!" Tania memeluknya bahagia.
***
Rasa gugup Tania telah dimulai sejak ia bangun tidur dan bersiap untuk pergi ke acara peresmian salah satu cabang Casualads. Tania terus mencari-cari artikel di internet mengenai bagaimana sikap yang benar saat bertemu dengan orang tua kekasih, meski tetap saja jika rasa gugup menguasainya, ia mungkin tak akan bisa mengingat semuanya.
"Kau kelihatan gelisah, ada apa?" Daniel menghampirinya. Ia telah siap dengan gaya berpakaiannya yang biasa—kaus lengan pendek berwarna nila, jelana jeans hitam dan sepasang trainers dari Casualads—tapi ia tetap menawan.
"Aku gugup, bagaimana jika ayahmu tak menyukaiku?" Tania menatap kekasihnya cemas.
"Jangan begitu. Ayahku orang yang ramah dan mudah bergaul. Dia pasti akan senang mengobrol denganmu, calon menantunya." Daniel menyentuh rambut Tania yang telah dikepang ala Perancis.
"Semoga saja." Tania menghela nafas panjang.
"Ayo." Daniel meraih tangan Tania dan mereka pun berangkat.
Belum ada banyak tamu yang datang saat mereka tiba di sana. Hanya beberapa karyawan Daniel yang memberikan sentuhan akhir di beberapa sudut ruangan.
"Dimana ayahmu?" bisik Tania. Mereka sedang mengobrol di bagian belakang toko mengenai beberapa hal. Terlalu ramai jika mengobrol di depan. Daniel tertawa lalu mengusap punggung Tania.
"Dia masih belum tiba. Bersabarlah dan tetap tenang, tak perlu gugup."
"Daniel, ayahmu baru saja tiba." Salah seorang karyawannya menghampiri.
"Sungguh? Ah, speak of the devil!" Daniel tersenyum lebar pada Tania lalu menariknya menuju pintu masuk toko. "Sepertinya itu dia!"
Tania mengikuti arah pandangan Daniel yang mengarah ke seorang pria yang tengah duduk di sofa dan membelakangi mereka. Pria itu tampak sedang menelepon. Daniel segera menarik Tania dan melangkah menghampiri pria itu.
"Ayah!" Daniel berseru penuh antusias. Sedetik kemudian pria itu berdiri dan berbalik untuk melihat orang yang memanggilnya.
Kemudian di saat itulah, jantung Tania seolah terhenti. Ia membulatkan mata saat melihat wajah pria itu.
Begitu tak asingnya dia.
Dia, ayah Daniel.
Ayah kekasih Tania.
Dia ....
"Tania, let me introduce you to my dad, Mr. Gary Barlow!"
Sugar daddy-nya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy-in-Law (TAMAT)
RomanceSebelum terkenal sebagai model, Tania telah lama menjadi sugar baby dari Gary Barlow, seorang pengusaha kaya raya yang memiliki banyak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Sejak bercerai dengan Catherine, istrinya, Gary enggan menikah lagi d...