31. Iron Man 🤖

709 71 6
                                    

Vote & Comment

“Chloe, aku pulang dulu, ya!” Putri melambaikan tangan seraya menoleh ke belakang. Senyum lebar menampakkan deretan giginya yang putih. Lelaki berpakaian serba hitam bergegas membukakan pintu mobil untuk nona mudanya, lantas roda empat itu melesat meninggalkan area sekolah.

Chloe menghela napas berat, menengadah seraya menatap Gadis di sebelahnya. “Mommy masih lama ya, Kak?” Wajahnya lesu, agenda hari ini cukup padat hingga membuatnya kelelahan.

Usapan pelan di kepala Chloe, bertujuan agar ia bersabar. Pasalnya, hampir setengah jam mereka menunggu, namun jemputan tak kunjung datang. Hal itu membuat Chloe bosan dan kesal.

Ketika menoleh ke kiri, Chloe menangkap sosok Cleo yang duduk seorang diri di bangku taman. Ia segera menghampiri lalu duduk di sebelah temannya itu. “Asik, Cleo ternyata belum pulang. Chloe akhirnya gak sendirian deh,” ujarnya, sukses menyita perhatian Cleo.

Bocah lelaki dengan rambut berantakan menatap Chloe dengan heran. Tadi di kelas gadis itu sempat mengabaikan saat diajak ngobrol dengannya, namun kini justru datang dengan sukacita. Tak merespons, Cleo kembali memainkan mainannya; robot berukuran tiga puluh sentimeter yang merupakan salah satu tokoh pahlawan Marvel, Iron Man.

“Robotnya bagus,” ucap Chloe seraya mengamati tangan mungil Cleo yang asik menekan tombol di tengah perut robot itu dan mengeluarkan suara tembakan. “Beli di mana?”

Cleo kembali menatap Chloe, lalu menunjukkan robot itu ke depan wajahnya. “Dibelikan nenek.”

Chloe mengangguk pelan, sejenak ekspresinya berubah muram. Kedua kakinya berayun-ayun, kepalanya tertunduk menekuri sepatu putihnya. “Nenek Cleo baik, ya?”

“Baik banget!” sahut Cleo dengan antusias. Tangan kanannya mengudara, menerbangkan robot itu sejajar dengan awan putih di atas sana. “Nenek beliin banyak mainan! Mobil-mobilan, robot, pedang dan tembak-tembakan!”

“Wah!” Manik abu Chloe memancarkan sorot haru, meskipun ia tersenyum, namun batinnya menangis. “Aku gak pernah dibeliin mainan sama Nenek. Mungkin karena Nenek benci sama aku.”

Mendengar kata benci, refleks Cleo meletakkan mainan itu di sebelahnya. Ia sempat bertukar pandang dengan Gadis yang duduk di sebelah Chloe, perempuan remaja itu memancarkan kesedihan seraya mengusap rambut nona mudanya. “Chloe nakal, ya? Makanya Nenek marah?”

Chloe menggeleng lemah. Napasnya terdengar berat. Air mata membasahi pelupuk matanya, sedetik kemudian ia terisak. Sontak, Cleo dan Gadis pun kebingungan. Isak tangis itu berhasil menyita atensi beberapa orang.

“Cup ... cup ... cup. Jangan nangis,” ujar Cleo dengan lirih, ibu jarinya mengusap pipi Chloe dengan lembut. Melihat Chloe menangis, entah kenapa seperti memberikan luka yang sama di hatinya. “Besok, bilang Chloe sayang Nenek. Pasti, Nenek beliin kamu mainan.”

Kedua tangan Chloe menghapus air mata yang membasahi wajahnya, kemudian mengangguk lemah. Namun, ketiganya dikejutkan dengan sebuah tangan dewasa yang menghempas tangan Cleo dengan kasar. “Kamu apakan anak saya?!”

Mommy?” Chloe menengadah, mendapati kehadiran Rachel yang secara tiba-tiba berada di hadapannya. Tubuh mungilnya digendong, ia dapat merasakan aura kemarahan mamanya.

“Beraninya kamu bikin nangis Chloe!” Suara Rachel semakin dikeraskan, sengaja. Ia memang ingin mempermalukan Cleo di depan semua orang.

“Nyonya, Cleo gak bikin Chloe nangis kok,” ujar Gadis berusaha melerai, namun ia langsung bungkam saat ditatap majikannya dengan nyalang.

“Aduh, sakit, Tante. Sakiiit!” Cleo berteriak, merasakan sakit ketika telinganya dijewer dengan sangat kuat oleh Rachel. Rintihannya mengundang perhatian, beberapa orang dewasa termasuk gurunya pun datang mendekat. “Aku gak nakalin Chloeee. Sakiiit!”

“Ibu, tolong tenang dulu. Jangan main hakim—”

“Main hakim kamu bilang?” sahut Rachel kepada salah satu guru muda berambut pendek yang berusaha melepas tangannya. “Dia udah nyakitin anak saya, sampai bikin nangis!”

Mommy!” Chloe kembali menangis, ia bingung harus berbuat apa, melihat Cleo yang terisak merasakan panasnya jeweran di telinga.

“Aku gak ngapa-ngapain Chloeee,” ujar Cleo dengan penuh pembelaan. Tangan mungilnya memegangi tangan Rachel yang masih menjewer telinganya. “Lepasin, Tan, sakiitt.”

“Ibu dengar sendiri, kan? Cleo bilang dia gak berbuat apa-apa. Bahkan, saya juga mengawasi, mereka sedari tadi hanya mengobrol biasa. Tidak ada tanda-tanda Cleo menyakiti Chloe,” ucap Bu Retno dengan tegas. Ia memang tengah berjaga di sekitar, mengamati satu persatu anak didiknya yang sedang menunggu jemputan. “Iya kan, Mbak Gadis?”

Gadis menunduk ketakutan, namun tetap memberanikan diri untuk mengangguk. Ia tak ingin bocah lelaki tak berdosa itu menjadi bulan-bulanan si nyonya.

Akhirnya, Rachel melepaskan jewerannya dengan kasar, kemudian menatap sekitar. “Kalau ada yang berani menyakiti Chloe, saya akan berikan balasan yang setimpal!” makinya, kemudian bergegas menuju mobil yang terparkir di depan gerbang sekolah.

Tangis Cleo pun mereda, Bu Retno terus menenangkan dirinya. Untung saja, David atau Samantha belum datang menjemput, jika mereka melihat kejadian itu dapat dipastikan terjadi perang dunia kesepuluh.

Tragedi itu menyisakan banyak respons dari orang-orang, sungguh disayangkan, figur orang tua yang tidak patut dijadikan teladan bagi anaknya, begitu kira-kira.

A/N: hai, maaf ya, baru bisa update. Kemarin super sibuk dan sempat kehabisan ide, gak tau mau ngetik apa. Nah, sekarang karena sudah dipaksa, akhirnya jadi juga outline cerita ini. Tapi, masih rombaj berkali2 untuk bikin ending yang 'boom!' 😥

.

Kalau mau dilanjut lagi, komen dong, apa aja deh. Tapi, selain 'next', ya.

.

Published: 22 Mei 2021

Love,

Max

Klik 🌟, ya!

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang