Yang komen paling banyak di setiap chapter, dapet giveaway pulsa 🙌
•
“Cleo ....” Dewa menyapa bocah lelaki yang duduk termenung seorang diri di taman sekolah. Sekarang jam setengah empat sore, artinya Cleo sudah tiga jam menunggu jemputan di sini, tanpa tahu apa yang telah terjadi pada orang tuanya.
“Om Dewa?” Cleo menoleh, mendapati sosok bayangan lelaki bertubuh tinggi yang menutupinya dari terik mentari. Ia bangkit seraya membersihkan celana bagian belakang yang menempel kotoran di tempatnya duduk. “Chloe udah pulang, Om.”
Sadewa menggeleng, berjongkok di depan Cleo sambil mengusap peluh di kening sang anak. “Om ke sini mau jemput Cleo,” ujarnya dengan lirih, nyaris hilang terbawa angin. Ia menunduk sesaat, berusaha menahan buliran air mata yang lagi-lagi akan jatuh. Hari ini, benar-benar penuh duka baginya.
Sekejap, tubuh mungil Cleo berada dalam gendongan Sadewa. Ia berjalan dengan gontai menuju mobil yang terparkir di depan sekolah. Suasana cukup sepi, hampir 90% penghuninya sudah beristirahat di rumah, sementara Cleo masih menunggu sendirian, tetap dalam pengawasan sekuriti.
Ransel hitam bergambar kartun Hulk diletakkan di dekat kaki, kemudian seat belt dipasangkan ke tubuh Cleo. Selanjutnya, Sadewa melajukan mobil dengan pelan. “Kok bukan Mama yang jemput?”
Lagi-lagi, batin Sadewa terasa seperti diiris pisau, belum selesai dengan masalah Samantha dan David, kini anak lelaki itu justru menanyakan hal yang sulit dijawab. “Mama lagi sakit, Nak. Setelah ini, Om anter ketemu Mama, ya?”
Cleo menyatukan dua alis, tatapannya berubah ketakutan. Ia mengangguk dua kali, dialihkan rasa khawatirnya dengan memainkan robot Ironman yang dibelikan sang nenek; robot yang terus dibawa ke mana-mana, karena merupakan mainan termahal yang ia miliki.
Setibanya di rumah, Cleo langsung berlari sambil berteriak memanggil sang mama. Namun, tak lekas mendapat jawaban dan hanya Bi Ririn yang muncul seraya menggendong Freya. “Mama mana, Bi?”
Bi Ririn pun kebingungan, pasalnya ... sejak mengantar Cleo ke sekolah, nyonya mudanya tak kembali ke rumah. Pandangannya beralih pada Sadewa yang tengah melepas sepatu pantofel dan menyusul masuk. “Mas Dewa?”
Sadewa menatap Bi Ririn dengan senyum tipis, sosok wanita paruh baya itu merupakan saksi kisah cintanya dengan Samantha. “Apa kabar, Bi?”
“Baik, Mas.” Bi Ririn menepuk-nepuk Freya dengan amat pelan, agar si bungsu tidak terbangun akibat obrolannya dengan Sadewa. “Apa urusan apa, Mas, ke sini?” tanyanya. “Oh iya, silakan duduk.”
“Gak usah, Bi.” Sadewa menolak dengan sopan, kemudian mendekati Bi Ririn, hendak menyampaikan sesuatu dengan suara sepelan mungkin, agar Cleo tak dapat mendengarnya.
Sontak, Bi Ririn terkejut dan beberapa kali mengucapkan lafaz Allah. “Astaghfirulloh!” teriaknya, hingga membuat Freya terbangun dan menangis.
Cleo memandangi wanita itu dengan bingung. Lantas, ia memilih duduk di sofa sembari memainkan robotnya. “Shoot him!” pekiknya asik sendiri, mengarahkan robot Ironman untuk memberikan tembakan pada musuh yang digenggamnya dengan tangan kiri.
“Kejadiannya gimana, Mas Dewa?” Bi Ririn ketakutan, di lain sisi ia sibuk menenangkan Freya.
Sadewa menceritakan mengenai kejadian naas itu, berkali-kali pula Bi Ririn mengusap istighfar sambil menutupi mulutnya yang menganga. “Bi, tolong siapkan kebutuhan apa saja yang dibutuhkan Samantha, setelah itu ... saya anter ke rumah sakit, ajak Cleo dan Freya juga.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa & Samantha dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ "Gue cuma pengin melampiaskan kangen ke lo, wajah yang selama ini gak bisa gue lupain." Sadewa hendak meraih tengkuk Samantha, namun ditepis. "Kalo waktu bisa diputar...