34. Pelipur Lara 💉

775 67 5
                                    

Ternyata udah sebulan vakum, semoga pembaca gak kabur. 😭

Kicauan burung tetangga larut dalam embusan angin pagi hari terdengar merdu. Beragam jenis burung dalam sangkar besi terlihat sehat dengan bulu-bulu warna-warninya yang sama sekali tak rontok, bahkan sehelai pun. Dipastikan sang majikan memeliharanya dengan baik.

Di sebelah rumah nomor A-6 tampak suami istri terlibat percekcokan. Dilihat dari jarak yang dekat, ternyata itu David dan Samantha. Apa yang mereka debatkan hingga menarik perhatian para tetangga?

“Kamu jadi resign, kan?” Pertanyaan itu sukses membuat Samantha yang sedang memakai kaos kaki dan bersiap berangkat kerja seketika mematung.

Samantha menatap David yang sedang menggendong Freya, masih dengan kaos putih semalam. “Aku pikir jawabanku cukup jelas?” Ia bangkit, menyampirkan tas pundak bahan kulit dengan gantungan boneka Jepang.

“Satu langkah kamu keluar dari sini masih dengan pendirianmu yang gak mau resign, artinya kamu gak patuh sama suami.” Kali ini, David sungguh-sungguh mengutarakan isi hatinya. Jika tidak begini, kemungkinan buruk bisa terjadi. Ia tidak ingin kehilangan Samantha dan keluarganya hancur.

Wanita berambut hitam pekat yang digulung itu pun berbalik, mengamati manik hazel yang menatapnya tajam. “What's wrong with you?” tanyanya seraya mengembuskan napas berat. “Berapa kali harus aku bilang, Siapa pun bosnya, gak jadi penghalang buat aku untuk kerja profesional. Tolong lah, ngertiin aku.”

“Ngertiin kamu untuk mengenang masa lalu sama Dewa?” tanya David dengan sinis. Samantha terkejut, selama enam tahun mereka bersama, tak penah sekali pun David mengucapkan kalimat yang menohok.

“Dave—” Samantha melirik jam tangan yang menunjukkan pukul setengah tujuh. Jika terus berdebat dengan David, ia akan terlambat. Sementara, ia harus menyiapkan berkas untuk rapat siang ini. “Semua yang kamu takutkan, gak akan terjadi. Trust me, i won't cheat on you.”

David meremas tangan kanannya, kecupan singkat di pipinya seakan tak ada artinya. Perasaannya semakin berkecamuk. Tak pernah sekali pun sang istri membangkang, namun kali ini perintahnya diabaikan. Wanita yang amat disayanginya, kini memalingkan pandangan dan memunggunginya, tak mengindahkan sedikit pun peringatan darinya, dan dengan santai melesat pergi meninggalkan seribu luka.

Namun, siapa sangka? Selama perjalanan, butiran bening terus membasahi pipi. Samantha beberapa kali memukul pelan dada kirinya, padahal ia benar-benar bertahan untuk membantu perekonomian keluarga, tapi David terlanjur berprasangka buruk padanya.

Beberapa kali ia hampir oleng dan menabrak kendaraan di depan, pikirannya tidak fokus dan pandangan yang buram akibat butiran bening di pelupuk matanya. Hingga akhirnya ia berhasil sampai di tempat tujuan dengan selamat,  berlari menuju lift ke lantai empat, dan segera absen.

Di situ, karyawan tampak sibuk. Hanny dan Gilang bersenda gurau di dapur kecil seraya menyeduh kopi, sementara sebagian lagi asik berbincang dengan beragam topik obrolan.

Samantha bergegas menuju mejanya, meletakkan tasnya dan bersandar sembari melepas beban yang mengganggu pikirannya. Baru sepuluh menit memejam, tiba-tiba bantingan pintu mengagetkannya. Jantungnya berdebar tatkala melihat Sadewa keluar dengan ekspresi cemas, dan yang semakin membuatnya takut ketika Sadewa tiba-tiba menarik tangannya seraya berucap, “Ikut aku.”

Tanpa menjelaskan tujuannya, Sadewa terus bungkam dan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Urat tangannya menonjol karena lengan kemeja biru lelaki itu digulung sebatas siku. Samantha terus menerka, ke mana lelaki itu akan membawanya. Ia takut, kejadian beberapa minggu lalu terulang. Masih ingat kan, saat Sadewa dengan seenaknya membawa Samantha ke apartemen pribadinya? Nah, itulah yang ditakutkan wanita yang sebentar lagi memasuki usia 24 tahun.

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang