36. Kehangatan Mie Rebus 🍜

749 72 14
                                    

Klik 🌟, ya!

.

Tetesan air hangat dari shower seketika terhenti ketika kran ditutup sempurna. Acara hari ini sungguh melelahkan, tubuh sekal nan indah itu berkeringat, lengket dan gerah. Setelah dari gerai cabang, bersama bos, ia bergegas ke hotel yang dekat dengan bandara, sehingga esok hari tidak perlu bermacet-macetan menuju sana.

Baru disadari, jadi sekretaris tak semudah yang dibayangkan. Kalau statusnya masih single sih, mungkin enjoy aja. Bisa jalan-jalan ke luar kota atau luar negeri, menikmati fasilitas gratis dari perusahaan, layaknya orang kaya yang menikmati hidup. Namun, beda ceritanya dengan Samantha. Bukannya bahagia, sepanjang hari ia justru muram, teringat kedurhakaannya terhadap suami.

Tolong dipahami, Samantha seperti ini karena kondisi yang memaksa, bukan kehendak hatinya. Lagipula, bayaran hari ini cukup besar, si bos menjanjikan memberi tiga kali upah yang biasa diterima dalam sebulan. Bukankah itu jumlah yang fantastis?

Handuk yang digantung, kini dililitkan ke kepala untuk menyeka rambut yang basah. Sementara tubuhnya dililit dengan kimono putih berbulu sebatas lutut. Manik hitamnya mengamati bayangan di cermin dengan wastafel yang melekat, wajah pucat dan lingkar hitam di bawah kantong mata menandakan dirinya kurang tidur.

Tak ingin berlama-lama, Samantha bergegas keluar dari toilet. Tolong jangan berpikir yang aneh-aneh, single bed berukuran sedang itu hanya untuk dirinya, sementara si bos beserta tangan kanan berada di kamar lain dengan penyekat yang disebut connecting door.

Kimono itu diganti dengan mini dress selutut, seraya menggesek-gesekkan handuk di rambutnya agar segera kering. Ia melirik jam dinding, tak terasa sudah jam tujuh malam. Lelah yang menyelimuti, membuatnya ingin segera tidur. Namun, suara riuh yang berasal dari perut membuatnya mengurungkan niat.

Samantha membuka kenop pintu, dengan langkah pelan ia berjalan menuju mini dapur. Baru beberapa langkah, aroma lezat sukses menggelitik hidung mancungnya. Ia menoleh, mendapati lelaki yang memunggunginya terlihat sibuk berdiri di depan kompor listrik seraya menggenggam sumpit.

Samantha mendekat, pelan namun pasti, agar tidak membuat pergerakan yang tiba-tiba dan mengagetkan lelaki itu. Ia berdeham, sembari menyibakkan rambutnya. “Masak apa?”

Sadewa berbalik, senyuman maut andalannya tersungging di bibir. Ia menaikkan satu alis sambil mengaduk-aduk teflon berukuran sedang. “Mie rebus. Mau?”

Peka juga nih cowok,” batin Samantha. Ia duduk di kursi bulat setinggi setengah meter, menghadap kitchen bar, menunggu mie rebus tersebut matang. “Fahri mana?” tanyanya, berusaha mencairkan perasaan yang tegang.

“Beli rokok,” jawab Sadewa seraya meletakkan dua serbet di sisi kanan dan kiri teflon itu, kemudian diangkat dengan perlahan, diletakkan di atas kain, tak lupa mematikan kompor. Ia mengambil satu piring dan sumpit lagi, kemudian diserahkan pada Samantha. “Kalo kurang, nanti aku masakkin lagi.”

Samantha menerima dengan ragu, matanya tak lepas dari Sadewa yang sibuk menuangkan mie yang masih mengepul ke piringnya. “Thanks.”

Sadewa menarik kursi di sebelahnya, keduanya saling duduk berhadapan. Decakan mie yang disantap dengan lahap serta kuah yang menempel di sekitar mulut mereka, suaranya sangat menggoda. Untung Sadewa memasak tiga bungkus, jadi porsi tersebut cukup untuk mereka berdua. “Lagi, ya?” ucapnya seraya menuangkan mie ke piring Samantha.

Potongan cabe rawit sebanyak lima biji sukses membuat keduanya berkeringat, seakan udara AC di situ kalah dengan hawa panas akibat menyeruput kuah mie tersebut.

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang