57. God, forgive me 🤲🏻

822 71 78
                                    

Gimana pun ending cerita ini, saya harap kalian bisa menerimanya.

Paska kegaduhan di rung penyimpanan jenazah, Samantha disuntik obat penenang oleh dokter, keadaannya kembali drop. Sang dokter menyarankan agar tidak bercerita hal berat yang membebani pikiran pasien, mengingat kondisinya belum sepenuhnya pulih.

Tak ingin mengusik, Sadewa dan teman-temannya memutuskan pulang. Meskipun dirasa kurang tepat menyampaikan berita kematian David, setidaknya ... wanita itu tidak dirundung kesedihan seorang diri. Inilah tujuan Sadewa menyuruh teman-temannya datang, selain untuk menjenguk, ia meminta pada mereka untuk membantu menenangkan dan menguatkan Samantha.

Kini, putri kecilnya telah direbahkan di kamarnya. Sadewa merasa bersalah, karena sejak perjalanan pulang ... wajah Chloe sangat murung, mungkin anakya itu kecewa karena tidak jadi bertemu dengan sang mama.

Napas berat diembuskan secara kasar melalui mulut, Sadewa bergegas menuju kamarnya sendiri. Sepi dan sunyi, itulah yang dirasakannya saat ini. Biasanya, ketika pulang kerja, Rachel akan menyapanya dengan senyuman dan pelukan hangat, menyiapkan air hangat untuknya mandi atau makan malam bersama. Namun, semua hanya tinggal kenangan.

Rachel tidak sepenuhnya wanita berdarah dingin yang kejam, di balik perbuatannya yang telah menghancurkan Samantha, ia sendiri berusaha mati-matian untuk menjaga miliknya, dan tidak rela jika kebahagiannya direnggut.

Kepulan asap rokok diembuskan, membaur dengan angin malam. Sadewa mengamati langit pekat di atas sana, seraya terus menghisap batang rokoknya. Suasana malam kali ini benar-benar berbeda, dingin tanpa hadirnya sang istri.

Tangan Sadewa mencengkeram railing di depannya, di sinilah tempat yang menjadi saksi pertengkarannya dengan Rachel. Di sini pula ia meninggalkan bekas luka di hati wanita itu, tidak hanya bekas tamparan yang dilayangkan, juga kata-kata yang menyakiti si istri.

Sadewa kembali mengembuskan asap rokok berbentuk bulat mengikuti bentuk bibirnya seraya terpejam, membiarkan dinginnya angin malam menerpa wajahnya. "Ya Tuhan, hukumlah aku atas kesalahanku, tapi jangan kau limpahkan kepedihan yang luar biasa pada orang-orang yang kusayang."

Bibir Sadewa bergetar mengucapkannya, menyadari betapa bejatnya ia, dan berapa banyak luka yang telah ditorehkan di hati Samantha, Rachel, juga sang mama yang kerap dikecewakan atas perilakunya.

"Aku minta maaf, Tuhan." Sadewa kembali berucap, suaranya lirih. Ia menangis kecil, kedua pundaknya naik turun mengikuti isak tangisnya."Kalau ini karma untukku, aku ikhlas menerimanya. Kau telah merenggut kebahagiaanku, sekarang aku sudah tak memiliki siapa pun, bahkan wanita yang sangat kupercaya dan kusayangi, justru menikamku dari belakang."

"Ampuni aku, Tuhan ...." Sadewa tertunduk, rokok yang terselip di jemari, habis terbakar dan tersisa puntungnya saja. Dibuangnya rokok itu ke asbak di meja balkon, kemudian duduk dengan tatapan kosong. "Silakan timpakan karma padaku, asal jangan Kau renggut kebahagiaan Chloe dan Cleo."

Bicara tentang kedua anaknya itu, Sadewa teringat kenangan lima tahun lalu, ketika Awan mendatanginya di rumah tahanan seraya membawa kabar baik untuknya.

"Sad, selamat. Anak lo udah lahir," ujar Awan sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya kepada Sadewa.

Gugup, Sadewa mengamati foto tersebut, tanpa sadar ia pun menangis haru melihat putra kecilnya berada dalam gendongan sang mantan. "Ganteng, ya, anak gue."

Awan yang mendengar ucapan Sadewa pun terkekeh pelan. "Ya kalo gak ganteng, bukan anak lo."

Manik abu itu tak lepas memandangi layar ponsel yang beberapa kali ia zoom hanya untuk melihat wajah buah hatinya, lantas Sadewa bertanya, "siapa namanya?"

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang