46. Deserve Better 🥀

631 65 48
                                    

Meskipun yang komen hanya beberapa, tapi saya senang karena setiap update, lebih dari 20 readers memberi votes. Artinya, cerita ini lumayan menarik, ya? 😂

"Ri, siapa dalang di balik kejadian ini?" tanya Sadewa seraya berlalu dari tempat pertemuannya dengan David. Sementara, Fahri tampak sibuk menggenggam ponsel, dan tidak langsung menyahut. "Fahri!"

Fahri terlonjak kaget tatkala teriakan itu memekakkan gendang telinganya. Ia menoleh ke kiri, mendapati raut si bos yang memerah dan emosi. "Ya, bos?"

Sadewa mengusap wajahnya dengan telapak tangan, kemudian berkacak pinggang sembari mengamati Fahri dengan penuh selidik. "Kamu gak pernah kayak gini sebelumnya, Ri. Biasanya, kamu selalu memperhatikan setiap ucapan saya, sekarang ada masalah apalagi?" tanyanya dengan sorot lelah.

Fahri menggeleng, kemudian menunduk sambil memohon maaf berkali-kali. Merasa ada yang janggal, Sadewa pun mulai menaruh curiga padanya.

Saat berbalik, Sadewa tak sengaja menubruk seseorang. "Sam?" Wanita berbaju putih polos dengan celana kain hitam, mendongak setelah mendengar suara yang tak asing baginya. Sedetik kemudian, Sadewa langsung menangkup wajah Samantha, mengamati mata sembabnya yang kehitaman. "Aku minta maaf untuk semalam.”

Samantha mengangguk, menyentuh punggung tangan Sadewa di pipi kanannya. Ia terisak, pikirannya sangat kacau, ia sudah tak tahu lagi harus mencari bantuan ke mana, oleh sebab itu ... setelah kepergian David ... ia langsung menghubungi Sadewa. Entah kenapa, hanya lelaki itu yang terbesit dalam pikirannya.

Sadewa membawa sang mantan dalam pelukan, menyalurkan ketenangan seraya menepuk punggung Samantha. "Kita hadapi masalah ini bersama. Aku akan bantu David untuk bisa keluar dari sini."

"Dewa ...." Samantha trenyuh mendengar ucapan tulus dari Sadewa. Ia melonggarkan dekapannya sambil mengusap air mata, lalu menatap manik abu yang memberikan sorot hangat padanya. "Makasih, untuk semua kebaikanmu." Susah payah ia mengucapkan kalimat itu, dadanya sesak seirama dengan isaknya yang tidak mereda. "Aku mau ketemu David dulu," ucapnya, kemudian berlalu.

Sadewa menghela napas berat, lantas menatap Fahri yang sedari tadi diam di sebelahnya dengan intens. "Cari tau siapa pelakunya, dia harus dapetin perlakuan yang setimpal."

Tak peduli di sekitar lapas tersebut banyak mata memandang dan telinga yang mendengarnya, yang dipedulikan Sadewa hanya tentang keselamatan Samantha beserta buah hati. Ucapan berunsur ancaman itu pun dapat didengar Samantha, pasalnya ia belum melangkah terlalu jauh.

Samantha berbalik, mengamati punggung Sadewa berbalut jas hitam yang mulai menjauh darinya. Ia menghela napas panjang lalu diembuskan secara perlahan, dan kembali melangkah menuju tempat petugas untuk meminta izin dipertemukan dengan sang suami.

Untungnya, jam besuk masih tersisa sepuluh menit, sehingga Samantha masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan tersangka, David. Langkah kakinya gontai ketika memasuki ruangan yang sama dengan yang didatangi Sadewa. Ia menunduk, pintu besi itu ditutup secara kasar oleh seorang petugas, dan kontan mengagetkan dirinya. Saliva ditelan dengan kasar saat melihat dua petugas berbadan kekar menjaga di sisi pintu, kemudian Samantha berbalik, manik hitamnya menangkap sosok yang sangat dikenali.

Samantha mempercepat langkah, lantas menyentuh kaca penyekat dan mengamati kondisi sang suami yang cukup menyayat hati. Dipandanginya luka di setiap inchi wajah lelaki itu, serta bekas darah kering di pelipis. Samantha kembali terisak, tangan kanan menutupi mulutnya, menahan agar isaknya tak dapat didengar, sedetik kemudian ia ambruk di kursi kuning yang disediakan, berhadapan dengan David.

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang