Komen yang banyak ya, tunjukkan antusiasme dengan cerita ini 🙌
Disarankan pakai latar hitam, supaya lebih ngena.
•
Tiga hari berlalu ...
"Ma, Papa kapan pulang?" tanya Cleo sesampainya di sekolah. Pertanyaan yang akhir-akhir ini kerap ditanyakan, tetapi tak mendapat jawaban yang pasti dari sang mama. "Aku kangen Papa."
Samantha mengangguk, berusaha menahan air mata yang hendak menetes. Ia memakaikan ransel di pundak anak lelakinya, kemudian mengusap kepala bocah itu beberapa kali. "He will come back, as soon as possible."
"But, when?"
Tak langsung menjawab, Samantha justru memberikan kecupan penuh kasih sayang di kening Cleo. "Ayo, sayang, ke kelas. Sebentar lagi pelajaran dimulai," titahnya. Lantas, Cleo mengangguk dua kali, mencium tangannya dan berlari kecil memasuki kelas.
Samantha mengamati Cleo yang tertawa riang dengan teman-temann, seketika ia merasa gagal menjadi ibu yang tidak bisa memberikan sesuatu yang baik untuk Cleo. Ia terus menghindari setiap anaknya bertanya dan memberi harapan palsu, karena ia sendiri tak tqhu kapan suaminya akan pulang.
Saat melangkah ke tempat parkir, ponsel dalam saku celananya bergetar. Samantha langsung membaca pesan tersebut, seketika kedua alisnya menyatu. Lantas, ia segera melajukan motornya menuju tempat pertemuan yang diminta si pengirim pesan, yang kebetulan tidak terlalu jauh dari sekolah Cleo.
Sekitar sepuluh menit, kini dirinya telah sampai di coffee shop, berarsitektur kekinian yang menjadi daya tarik generasi Z, meskipun hari masih pagi, namun tempat itu cukup ramai. Di situ, tak hanya menyajikan menu minuman kopi, tetapi juga ada milk shake, Thai tea, serta camilan seperti kentang goreng, onion rings, dan dimsum.
Kling! Suara bel berdenging ketika pintu didorong oleh pengunjung baru. Pelayan wanita dengan headband biru di kepala menyambut kedatangan Samantha seraya mengenalkan menu yang mereka miliki.
Sebenarnya, Samantha tak terlalu ingin memesan minuman itu, namun karena dirinya tak enak dengan para pelayan yang sangat antusias dengab kedatangannya, maka ia memilih minuman yang tak terlalu berisiko untuk lambungnya, mengingat ia belum sarapan. "Red velvet, ice sedikit aja ya."
"Baik, ada tambahan lagi?" tanya Poppy selaku kasir. Pertanyaannya dijawab gelengengan oleh Samantha. "Total dua puluh ribu, Kak."
Samantha segera merogoh uang dari saku celana. Ia sedikit malu, karena uang dimiliki hanya ribuan, dan menjadi pusat perhatian bagi para pelayan yang terus memandanginya. Namun, apa boleh buat, yang penting ia tetap membayar meski dengan uang pecahan dan recehan.
"Silakan ditunggu ya," ucap Poppy seraya memberikan nomor antrian 07 kepada Samantha.
Samantha menerimanya tanpa semangat, kemudian mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Tempat itu tak terlalu besar, sehingga mudah menemukan sosok yang ingin menemuinya secara dadakan. Gestur tubuhnya menunjukkan bahwa ia sangat lelah, padahal setelah mengantar Cleo, ia ingin istirahat. Sejak persidangan kemarin, dirinya tidak bisa tidur dengan nyenyak dan banyak menghabiskan waktu untuk menangis.
"Hei," sapa Samantha seraya duduk di hadapan lelaki ber-hoodie putih. "Ada apa, Ri? Tumben ajak ketemuan?"
Fahri mendongak, melepas topi baseball hitam yang dikenakan, kemudian mengulas senyum smirk. "Hello, strong woman."
Pujian itu sedikit memberi hiburan bagi Samantha. Senyum tipis terulas di bibirnya, kemudian ia menatap Fahri dengan lamat-lamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa & Samantha dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ "Gue cuma pengin melampiaskan kangen ke lo, wajah yang selama ini gak bisa gue lupain." Sadewa hendak meraih tengkuk Samantha, namun ditepis. "Kalo waktu bisa diputar...