27. Options ⏳

757 70 3
                                    

Do you guys miss this story?

C'mon, vote & comment!

💦

Panggilan mengikuti tes wawancara terus berlangsung, hingga pukul 14.00 WIB tersisa tiga orang saja.  Masih dengan semangat yang membara, para peserta sabar menanti giliran sembari berdoa agar diberikan kelancaran dalam menjawab pertanyaan oleh tim.

Wanita yang beberapa kali berusaha menahan kantuk terlihat kelelahan akibat menunggu beberapa jam, dan kini namanya pun dipanggil. Ia langsung mengumpulkan kesadarannya, kemudian bangkit dengan langkah tipis-tipis. Sepasang kaki jenjang bertumpu heels itu terasa goyah, namun tetap tak ingin kesempatan ini dilewatkan begitu saja.

Dengan  penuh percaya diri, Samantha memasuki ruang wawancara yang terdapat dua orang; lelaki dan wanita yang mengenakan jas hitam dan kalung ID card bandul berwarna merah.

Mira Retnoningsih, kepala bagian kepegawaian mempersilakan Samantha duduk, sekitar satu setengah meter di hadapan mereka. Wanita berkacamata kotak dengan rambut sebahu yang dicatok lurus itu membaca sekilas curriculum vitae si pelamar. “Mau melamar bagian HRD, ya?”

Samantha mengangguk, senyum tak pernah pudar dari bibirnya. Ia merasa sangat percaya diri untuk bisa diterima di posisi ini, terlebih syarat yang diberikan tidak terlalu rumit dan tidak mempermasalahkan status perkawinannya.

Ruangan berukuran 5x5 meter itu terasa sejuk dengan suhu AC yang disetel rendah serta aroma terapi yang terpasang di sudut dinding, memberikan kesan menenangkan. Hal ini bertujuan agar para pelamar merasa rileks dan tidak grogi saat wawancara berlangsung.

“Di usia yang masih muda, anda sudah memiliki banyak pengalaman di berbagai bidang.” Mira menimpali, kedua tangannya saling tertaut. Senyum tipis terulas di bibirnya, kemudian ia kembali berucap, “Tapi, pelamar di bagian HRD sangat banyak, mereka memiliki skill dan pengalaman yang cukup bersaing.”

Samantha terus menyimak, ada kekhawatiran yang hinggap di pikirannya. Apapun itu, ia tak boleh kalah dalam pertempuran ini. Bagaimana pun, ia harus bertahan, demi membantu sang suami menghidupi keluarga kecilnya.

“Saya sependapat dengan Bu Mira,” tukas Felix Joseph. Lelaki berperawakan kurus dengan kumis tipis terlihat sangat tenang. Jari-jari tangan kanannya terus megetuk meja, dengan pandangan kosong menatap tumpukan berkas para pelamar. “Pelamar atas nama Andi masih jadi yang utama di bagian HRD ini.”

Mira mengangguk, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi seraya bersedekap. Sorot matanya terlihat tajam menatap Samantha, namun aura hangat kembali terpancar darinya. “Bagaimana kalau anda melamar di posisi sekretaris? Kebetulan bos kami membutuhkan sekretaris baru, dan dari sekian pelamar yang mengajukan posisi itu, saya rasa anda yang paling berkompeten.”

“Hah? Sekretaris?” Samantha terkejut. Tak pernah ia bayangkan jadi sekretaris yang mendampingi bos perusahaan sebesar ini. Pengalamannya hanya sebatas asisten pribadi, itupun di perusahaan yang belum ternama. Saliva ditelannya dengan kasar, kemudian ia bertanya dengan gugup, “S-saya jadi sekretaris?”

Mira mengangguk, lalu membuka amplop biru dan memutar posisi dokumen itu jadi 180°, meletakkan bolpoin di atasnya. “Ada dua opsi, jika anda tetap ingin melamar menjadi HRD maka anda harus siap bertempur kembali dengan pelamar lainnya. Tapi, jika anda bersedia menerima posisi sebagai sekretaris, maka saat ini juga anda bisa tanda tangan kontrak.”

Manik hitam itu membulat sempurna. Tanpa pikir panjang, Samantha langsung mengangguk dan bangkit dari duduknya. “Saya bersedia ditempatkan di posisi apa saja, Bu!” sahutnya dengan bersemangat. Sontak, Joseph dan Mira terkekeh geli, kemudian mempersilakan Samantha untuk menandatangani kontrak tersebut.

Senyum semringah tercetak jelas di dua sudut bibir Samantha. Matanya berbinar tatkala memandangi tanda tangannya di atas materi sepuluh ribu, sementara dua tangannya meremas bolpoin gel hitam dengan erat. Seketika, dehaman Joseph kembali menyadarkan dari lamunannya.

“Aturan lebih lanjut terkait kepegawaian akan kami sampaikan melalui pesan Whatsapp. Esok, anda sudah bisa bekerja di sini sebagi sekretaris untuk mendampingi di setiap agenda pak bos,” ujar Joseph dengan senyum simpul.

Samantha pun mengangguk dengan ekspresi haru, lalu ia dipersilakan meninggalkan ruangan tersebut. Sepanjang menyusuri koridor, senyum lebar terus terukir di bibirnya, membuat orang yang berpapasan dengannya ikut penasaran dengan apa yang sedang dialaminya. Namun, ia tak memusingkan hal itu, yang dipikirkannya sekarang adalah mempersiapkan kebutuhan untuk bekerja esok hari.

Saat keluar dari lift, manik hitam Samantha tak sengaja menangkap sosok yang sangat dikenalinya, yang berhasil membuatnya mengalami nasib buruk dan terpaksa berjuang mencari pekerjaan baru. “Itu kan, Rachel ...,” gumamnya ketika melihat Rachel melangkah dengan arogan menuju lift di sisi lain gedung itu.

Helaan napas berat diembuskan, Samantha berusaha untuk tak mempedulikannya. Yang jelas, sekarang dirinya sudah mendapat pekerjaan baru dengan posisi yang sangat mentereng. Sekretaris direktur utama. “Cleo, Freya, Mama berhasil, Nak!”

💦

A/N: konflik akan semakin memanas, semoga kalian tetap bertahan dengan cerita ini.

Jangan jadi pembaca gelap dong, ayo tinggalkan komentar kalian yang membangun.

💦

Published: 26 April 2021

Love,

Max

Klik 🌟, ya!

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang