40. Perang Dingin

710 68 31
                                    

Kecewa sama komen chapter sebelumnya, sepi banget 😭

Ayo dong, semangatin aku dengan komen yang banyak, tunjukan antuasias kalian untuk cerita ini 😇

“Laporan keuangan DeLa Resto bulan Juli,” suara lembut seketika lenyap, tersapu dengungan AC. Sinar mentari sore tak dapat menelusup, jendela-jendela raksasa ditutup rapat dengan gorden beraksesoris simpel nan elegan.

Tumpukan dokumen di meja rias; satu persatu dibaca si pemiliknya. Restoran menjual beragam jenis masakan Indonesia dipadukan desain kekinian ala generasi Z, sukses mendapat perhatian lebih bagi kaum milenial untuk mengunjunginya.

Pena hitam yang digunakan untuk menandai hal penting, terus digenggam tangan seputih salju. Ini baru dokumen pertama yang dibaca, masih banyak laporan lain yang menunggu pengecekan darinya.

Namun, baru membaca judul laporan, tubuhnya menegang. Genggamannya menguat pada pena dan tanpa sadar ujungnya yang runcing membolongi dokumen tersebut. Ia tidak fokus, perasaannya berkecamuk campur amarah yang meluap-luap.

Kepalanya menoleh ke kiri, ke arah toilet di sudut kamar. Persetan dengan tumpukan dokumen, ia hanya ingin menenangkan perang batin yang mulai tak terkontrol.

Mini dress satin yang dikenakan membentuk lekuk tubuh, membuat siapapun yang melihat tak ingin berkedip. Pasalnya, tubuh proporsional itu memang sangat mengundang hasrat kaum adam.

Ia melangkah gontai, seraya menyibakkan rambut yang menutupi mata, kemudian dibukanya pintu itu dengan dorongan lemah, menatap pantulan diri pada cermin di toilet.

Kedua tangannya mencengkram pinggiran wastafel, kini ia tertunduk, air mata mulai berjatuhan. Punggungnya tampak naik turun, isaknya pun nyaring. Giginya menggigit bibir bagian bawah dengan kuat, menimbulkan luka.

Rambut yang digerai kembali disibak, bayangan di cermin menampakkan dirinya sangat kacau, mascara yang luntur membuat kantong matanya kehitaman. Berusaha keras menahan tangis, namun gagal. Tangannya mengepal, beberapa kali memukuli marmer di sekitar wastafel, rasa sakit tak dipedulikan, karena perihnya batin semakin menjadi.

Kini, dress merah ditanggalkan, tak ada satu helai benang tersisa di tubuhnya. Ia berbalik, menghadap bath tub yang diisi air dingin dari pancuran shower yang menempel di dinding. Ia melangkah, mengambil posisi berbaring, dengan bagian kepala tersangga di pinggiran bath tub.

Dinginnya air sukses membuat jantungnya berdegup kencang, namun tak berlangsung lama, tetesan air seakan membuat seluruh masalahnya luruh, meski hanya sekejap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinginnya air sukses membuat jantungnya berdegup kencang, namun tak berlangsung lama, tetesan air seakan membuat seluruh masalahnya luruh, meski hanya sekejap. Ia memejam, menangkup air kemudian membasahi wajahnya. Isaknya kembali nyaring, tatkala teringat obrolan dengan Chloe tadi siang.

Mommy, i'm home!” Chloe berteriak kegirangan seraya berlari memasuki rumah. Ransel yang digendong bergerak mengikuti pergerakannya. Matanya berbinar saat melihat sosok yang sedari tadi dipanggil, akhirnya muncul, menuruni anak tangga dan menghampirinya. “Mommy!”

Rachel langsung mendekap tubuh si mungil, sesekali mengusap punggung putrinya, kemudian ditatapnya wajah penuh ekspresi di hadapannya dengan saksama. “Kok jam segini baru pulang? Pak Ridho telat jemput, ya?”

Chloe menggeleng sambil nyengir. “Tadi Daddy ke sekolah, jemput Chloe, telus kita pelgi makan es klim,” ujarnya. “Ada Cleo sama mommy-nya juga!” lanjutnya dengan antusias.

Kontan senyum merekah di wajah Rachel pun memudar. “Samantha?” tanyanya dengan lirih, Chloe pun mengangguk sambil menunjukkan deretan gigi susu yang baru tumbuh. Raut kesal dan kebencian terpancar di wajah Rachel, lantas ia bangkit dan menyuruh Chloe mengganti pakaian ke kamar. Seketika itu juga, jantungnya mencelos, pikiran negatif menghantuinya.

Lantas kedua netranya terbuka saat dirinya kehabisan napas, tanpa sadar kepalanya terendam di dalam bath tub. Ia menghela napas berkali-kali, membuang air yang memasuki hidung, mungkin kalau tidak segera bangkit, ia bisa mati tenggelam. Bersamaan dengan itu, suara seseorang memanggil namanya terdengar dari luar, Rachel pun bergegas meraih kimono dan menyeka rambutnya.

Wajahnya tak sekacau tadi, setidaknya matanya tidak sembab, sehingga tak ada yang mengetahui jika dirinya baru saja menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wajahnya tak sekacau tadi, setidaknya matanya tidak sembab, sehingga tak ada yang mengetahui jika dirinya baru saja menangis. Kenop pintu toilet dibuka, samar-samar terlihat kemeja putih yang dilemparkan secara asal di atas karpet, terpampanglah pemandangan yang sangat didamba Rachel.

Wanita itu berjalan mendekat, membelai punggung lebar nan gagah dengan lembut, dan mendekapnya erat. Tak peduli bau keringat yang menyeruak, ia tetap menikmati kehangatan sentuhan kulit sang suami.

“Chel, aku bau badan loh,” ujar Sadewa seraya berbalik, menatap Rachel yang masih dalam keadaan basah terbalut kimono. Sedetik kemudian, tatapannya beralih ke bawah, melirik tangan Rachel yang mulai melepas gespernya. Saat resleting celana diturunkan, Sadewa langsung menepis tangan si istri. “I'm not in the mood,” ucapnya, kemudian melenggang menuju toilet.

Melihat itu, Rachel pun kecewa dengan perlakuan Sadewa. Ia terduduk lemas di kasur, matanya berair, merasa bahwa kini kondisi rumah tangganya tidak baik-baik saja.

Lamunan Rachel seketika buyar saat ponsel yang tergeletak di dekatnya menampilkan beberapa pesan. Ponsel dengan tiga kamera itu lantas diraihnya, dan mulai dibaca satu persatu pesan masuk tersebut. Kontan, matanya pun melotot saat membaca pesan yang kembali memicu amarahnya.

Fahri
Bos, semua utang Ibu Samantha sudah lunas.

Fahri
Image received

Buru-buru pesan berisi sebuah gambar itu dibuka, seketika tangan Rachel pun tremor. Tangan kiri menutupi mulutnya yang menganga, sementara mata hitamnya membulat sempurna. Ia menggeleng lemah, tak menyangka Sadewa rela membayarkan utang sang mantan yang nominalnya sangat besar. Lantas, ia lemparkan ponsel itu ke kasur, dan meremas selimut yang didudukinya. “Kurang ajar! Beraninya lo manfaatin suami gue!” geramnya, napasnya tersengal-sengal. Aura permusuhan tampak di wajahnya, ia akan melakukan apa yang diucapkannya saat keduanya bertemu di Angel's Fashion. “Lo beneran cari mati ya, Sam!”

👾

A/N: maaf ya, lama update. Selain sibuk, komen pembaca juga kurang bikin semangat.

(∩︵∩)

Published: 10 September 2021

Love,

Max

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang