"Aku penasaran sama pembaca Sadewa, tolong jangan siders. Hargai dengan vote dan komen. Aku challenge, chapter ini vote tembus 50 dan komen tembus 100." - Max
•
"Ngh—" Erangan parau lolos dari mulut Sadewa, membuat sang mama yang menjaganya semalaman, terusik dari tidur. Meski masih belum sepenuhnya nyawa terkumpul, Sindy bergegas mengecek kondisi Sadewa yang menandakan adanya kemajuan kognitif.
Kemarin, saat hendak mengunjungi Samantha, karena perempuan itu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter, Sindy justru mendapat kabar buruk yang menimpa Sadewa. Lantas, ia membatalkan pertemuan dengan Samantha, dan secepat kilat mendatangi rumah sakit yang menghubunginya.
Sadewa tak sadarkan diri dalam satu malam, efek bius yang disuntikkan dokter bertujuan untuk membantu memberikan asupan dan cairan yang dibutuhkannya.
Untungnya, pukulan yang dilayakan Thomas tak terlalu parah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya terdapat bekas memar dan sobek di wajahnya saja.
Memori masa lalu kembali diingat Sindy, mengenai dua anaknya yang mengalami kecelakaan tragis. Oleh sebab itu, melihat Sadewa terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan keadaan kritis, membuatnya cemas kalang kabut.
"Ma?" Sadewa memanggil, suaranya nyaris hilang, tak ada tenaga untuk sekadar menyapa mamanya.
"Dewa ...." Sindy memeluk Sadewa dari samping seraya menciumi kening anaknya. "Mama takut kamu kenapa-napa." Sadewa tersenyum tipis mendengarnya, ia mengumpulkan tenaga untuk beringsut duduk.
"Jangan dipaksa, sayang. Kamu belum kuat," ujar Sindy seraya menahan pergerakan Sadewa, namun anaknya itu tetap bersikeras untuk bersandar.
Sindy meraih sebotol air mineral yang ada di meja dekat ranjang, kemudian memasukkan sedotan dan disodorkan pada Sadewa. "Minum dulu, Nak."
Sadewa menerimanya dengan lemah, menenggak airnya sedikit demi sedikit, membasahi tenggorokannya yang kering. "Makasih, Ma." Ia mengedarkan pandangan, ruangan itu hanya terdapat dirinya dan sang mama. "Lala mana?"
Sindy menutup kembali botol minuman itu dan diletakkan di tempat semula, kemudian duduk di bangku berbusa tebal seraya mengusap punggung tangan Sadewa. "Dia ada tugas kelompok sama temannya, belum bisa ke sini. Tapi, semalam dia menemani Mama, tidur di sini."
Sadewa mengangguk, pusing masih dirasakan, namun berusaha menguatkan diri. Seketika, ia teringat kejadian kemarin; bayangan beberapa orang berlalu lalang, membawa tandu, dan suara riuh yang menyebut nama Rachel.
Sontak, manik abu Sadewa membulat sempurna. "Rachel ...."
Sindy yang mendengar itu pun berubah muram. Ia sudah tahu penyebab Sadewa babak belur seperti ini, dan ia bersumpah tidak akan memaafkan perbuatan keji si besan.
"Ma, Rachel dirawat di sini juga, kan?"
"Untuk apa kamu mikirin dia?"
Selimut putih yang menutupi setengah badan Sadewa, disibakkan. Ia menatap sang mama dengan saksama. "Aku mau lihat kondisi Rachel."
"Gak, Dewa! Kondisimu saja belum stabil!" Sindy berucap dengan intonasi tinggi, tidak memberi izin pada Sadewa untuk berurusan dengan mantan menantunya. "Dewa!"
Namun, Sadewa tak menggubris sama sekali dan terus melangkah menyusuri koridor. Ia belum tahu di mana ruangan tempat Rachel dirawat, yang menjadi tujuannya saat adalah meja resepsionis. "Sus, pasien atas nama Angelica Rachel, dirawat di mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)
Romantik[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa & Samantha dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ "Gue cuma pengin melampiaskan kangen ke lo, wajah yang selama ini gak bisa gue lupain." Sadewa hendak meraih tengkuk Samantha, namun ditepis. "Kalo waktu bisa diputar...