63. Reveal The Truth ✨

773 70 32
                                    

"Boleh larut dalam cerita, tapi tetap tinggalin jejak komen dong 😔."

"Dewa, jelasin ke aku, kenapa kamu resign?" Samantha jengkel, pertanyaannya tak kunjung dijawab oleh lelaki yang terus menggiringnya menuju tempat parkir. "Aku gak mau pulang sama kamu, kalau kamu gak jelasin semuanya."

Helaan napas berat diembuskan, Sadewa menatap Samantha dengan gusar. "Okay, aku jawab, tapi gak di sini. Sekarang, masuk," titahnya memaksa Samantha masuk ke mobil, dengan kesal wanita itu pun menurut, meletakkan buket bunga itu di jok belakang.

Kini keduanya bertukar pandang. "Ayo, jelasin sekarang." Samantha bersedekap dada, menatap tajam manik abu di hadapannya.

Sadewa mencondongkan tubuh ke arah Samantha, tangannya menarik seat belt untuk disampirkan ke tubuh perempuan itu. Seketika, Samantha terkesiap dengan pergerakannya. "Kita cari tempat lain."

Samantha mendengkus, apa susahnya bicara sekarang, di tempat ini? Toh, pada akhirnya juga akan dibicarakan. Apa lagi, di mobil ini juga hanya ada mereka berdua.

Manik hitam Samantha terus mengamati jalanan, menerka-nerka ke mana Sadewa akan membawanya. Lama-lama, ia mulai menyadari tempat yang dituju adalah taman di sekitar sekolah Cleo, tempat pertama kali mereka bertemu setelah dipisahkan selama lima tahun terakhir.

Duduk di bangku yang menghadap ke danau, tak jauh dari tempat mobil Jeep itu diparkir. Samantha mengintimidasi lewat tatapannya, agar Sadewa segera menjelaskan apa pun yang ditutupi lelaki itu.

Perasaan Sadewa tak keruan, sepanjang perjalanan ia membatin seraya merangkai kata, mencari cara untuk menjelaskan yang sebenarnya. Ia takut wanita di hadapannya ini akan kembali membencinya setelah semuanya terkuak.

"Sebelumnya, aku mau minta maaf." Sadewa menjeda, menghirup udara sebanyak-banyaknya, berusaha mengatur detak jantung yang berpacu semakin cepat. "Alasan ketidakhadiran Fahri di kantor, ada hubungannya dengan kasus David."

"Hah?"

"Fahri menjebak David, dituduh menggelapkan uang perusahaan."

Samantha terbelalak, refleks menutup mulut dengan tangannya. Tak sanggup melanjutkan pembahasan ini, namun Samantha harus tahu seluruh kejadian yang menimpanya. "Gak mungkin, Wa. Fahri yang aku kenal, dia orang baik. Gak mungkin dia punya niat jahat ke David."

"Gak ada yang gak mungkin. Orang baik belum tentu selamanya jadi baik, begitu juga dengan Fahri. Aku yang udah kenal dia bertahun-tahun juga gak nyangka, kalau dia tega melakukan itu." Sadewa menggelengkan kepala, dua tangan tertaut di atas paha.

"Apa alasan Fahri ngelakuin itu?" Hening, kedua netra saling bertatapan. Samantha meremas tangan Sadewa dengan mata memerah dan berair di pelupuknya. "Jawab aku!"

Menghela napas panjang, sesak dirasakan Sadewa. Apa pun akhirnya, ia siap menerima konsekuensinya. "Bukan untuk Fahri," jedanya sesaat, menatap dalam-dalam mata Samantha. "Tapi, Rachel."

Samantha semakin terenyak, matanya membulat sempurna. Ia menggeleng dengan tatapan tak percaya. "Rachel?"

"Dia merasa terancam dengan kehadiranmu, yang bisa kapan pun kembali bersamaku."

"Gak! Itu gak mungkin, Dewa." Samantha menyela, amarah menguasai dirinya. "Kita sama-sama udah berkeluarga, gak mungkin aku mengkhianati David dan jadi perusak hubungan kalian. Kenapa dia harus menjadikan David sasaran atas rasa bencinya ke aku? Apa masih belum cukup dia memfitnahku, sampai aku dikeluarkan dari kerjaan?"

Sadewa diam, menyandarkan punggung di bangku besi itu seraya memejam. Kalah telak, mengetahui jika mantan istrinya itu benar-benar keterlaluan. "Aku udah coba jelasin hubungan kita yang hanya sebatas rekan kerja, tapi dia gak percaya." Kembali membuka mata, Sadewa melirik Samantha yang juga sedang menatapnya. "Karena dia tau, aku masih menyimpan rasa untuk kamu."

Samantha semakin kalut, hatinya mencelos. Ia menggeleng beberapa kali, berusaha menepis semua yang didengar, termasuk pernyataan Sadewa yang kembali mengusik benaknya. "Apa jangan-jangan, dia juga yang menyebabkan aku kecelakaan?"

Sadewa semakin tertunduk, tidak kuat melihat ekspresi lawan bicaranya yang berurai air mata. Kedua tangannya mencengkeram kuat bangku itu, menahan sesutu yang menggebu-gebu dalam dirinya.

"Benar, kalau itu dia?" Samantha mengulang, suaranya lirih. Sedetik kemudian, ia menjerit melihat anggukan Sadewa. Tangannya menutupi wajah, menangis sejadi-jadinya. Untung saja, taman siang hari itu sepi, sehingga tidak ada sepasang mata pun menyaksikan mereka. Bisa-bisa, Sadewa dituduh telah berbuat hal yang enggak-enggak ke Samantha. "Kenapa dia sejahat itu sama aku? Apa salahku? Bukannya aku udah mengalah supaya kalian bisa bersama, tapi kenapa dia masih mau menghancurkan aku?"

"Sam!" Sadewa berhambur memeluk Samantha, menenangkan perempuan itu dan menahan diri atas setiap pukulan yang dilayangkan Samantha ke pundaknya. "Maaf, aku gak bisa melindungi kamu. Aku juga baru tahu kebenaran ini setelah Fahri mengungkap semuanya."

"Hukum sedang berjalan, mereka terjerat sanksi yang berat untuk bertanggungjawab atas perbuatannya." Sadewa berusaha meyakinkan, melepas dekapan itu dan mengusap air mata di wajah Samantha. "Tolong, jangan benci aku." Samantha mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Rachel juga lagi kritis, di rumah sakit." Suara gemetar terucap, Sadewa trauma atas kejadian yang kembali menghantuinya. "Papa Rachel kemarin nyuruh aku ke rutan, dia lampiaskan amarahnya, karena gak terima atas masalah yang menimpa Rachel, juga karena permohonan cerai yang aku ajukan."

Samantha kembali menatap Sadewa dengan satu alis terangkat. "Cerai?"

"Aku gak bisa melanjutkan hubungan rumah tangga dengan perempuan berhati busuk kayak dia." Sadewa menghela napas panjang dan diembuskan perlahan. "Papa Rachel berniat mau bunuh aku, tapi tembakannya meleset dan mengenai mata Rachel. Dia buta."

Samantha semakin kehabisan kata-kata, perasaannya berkecamuk. Baru saja hendak menuntut atas perbuatan Rachel, namun Tuhan sudah lebih dulu membalaskan rasa sakit hatinya. Pandangannya tidak fokus menekuri sepasang sandal hitamnya, tangannya mengepal, lantas ia berucap, "she deserved it."

A/N: Samantha semoga gak benci Dewa 😭 kan, dia udah ngomong jujur huhu...

Menurut kalian, chapter ini gimana?

Sudah puas kan, akhirnya Samantha tau pelakunya. 😭

Published; 12 October 2021

Love,

Max

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang