14. Titah bukan Pilihan

1.1K 77 11
                                    

Save me!” - Samantha.

💦

Samantha mendongak saat namanya disebut oleh suara berat yang cukup dikenali. Sedetik kemudian, matanya membulat sempurna melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Ia meneguk saliva dengan kasar, dan tak berkedip. Apakah ini mimpi?

“Sam?” Sadewa kembali mengucapkan nama yang sangat dirindukan. Ia melambaikan tangan di depan wajah Samantha, membuat gadis itu kontan mengerjap beberapa kali saat tersadar dari lamunannya. Sadewa mengamati sang mantan dari atas sampai bawah, setelan serba biru yang digunakan membuatnya yakin jika saat ini Samantha tengah bekerja di suatu tempat.

Suasana halte tak terlalu ramai, meskipun sudah malam, halte itu dijadikan sebagai titik jemput para supir ojek online, termasuk Samantha yang tengah menunggu kedatangan si supir.

Sadewa duduk di sebelah kiri Samantha. “Lo kerja di mana, Sam?”

Samantha diam, tak tahu harus jawab apa. Dalam benaknya, ia benar-benar kalut. Ada perasaan rindu yang membuncah dan sangat ingin dilampiaskan, namun ia pendam. Pandangannya menekuri layar ponsel yang menunjukkan keberadaan driver ojek yang sebentar lagi mau sampai. Melihat itu, Sadewa pun merampas ponsel Samantha, dan benar saja ... dengan cara seperti itu, Samantha baru menatap wajahnya.

“Balikkin.” Satu kata berhasil lolos dari mulut Samantha, meski dengan suara bergetar, ia berusaha untuk tidak terlihat goyah. “Dewa, balikkin hape gue.”

Sadewa masih tak bergeming. Ponsel hitam itu disembunyikan dalam saku kemejanya, kemudian ia menahan tangan Samantha yang berusaha untuk merebutnya. Keduanya saling bertukar pandang, ingatan masa lalu ... saat Sadewa mengambil buku pelajaran milik Samantha, kembali terulang di pikiran mereka.

Tuhan, tolong hentikan waktu ini, sebentar saja.” Sadewa membatin. Iris abunya terus menatap iris hitam yang sudah lama tak ia pandang. Sorot hangat wanita itu masih sama seperti lima tahun silam, hanya saja sorotnya saat ini tampak kosong seperti tak ada cinta dan sayang yang menghangatkannya. “Gue seneng banget bisa ketemu lo di sini.”

Ini salah! Gue gak boleh lama-lama di dekat dia!” jerit Samantha dalam hati. Ketika seorang ibu yang duduk di sebelah kanannya bangkit, lantas Samantha mengambil jarak. Ia sudah tak memikirkan perihal ponsel, dan mengalihkan pandangan ke depan. “Pak ojol kenapa lama banget, sih?”

Sadewa yang melihat kegelisahan Samantha pun paham tentang apa yang dipikirkannya. Satu menit kemudian, driver tua menepi di pinggir jalan seraya menatap layar ponsel dan celingukan. Merasa yakin jika itu adalah ojek yang dipesan, lantas Samantha bangkit, namun saat hendak melangkah, tangannya dicekal oleh Sadewa. “Lepas! Gue mau pulang!”

Sadewa mengernyit, apakah dirinya memang sudah asing bagi Samantha? Ia berdeham, lalu bangkit menghampiri supir ojek itu dan berbisik. Tangannya bergerak mengambil dompet dari saku celana, kemudian mengeluarkan selembar uang seratus ribu pada si supir.

Kontan, Samantha melotot saat lelaki tua itu pergi meninggalkan dirinya. Ia mendengkus kesal dan kembali duduk di posisi awal. Kini, Sadewa berdiri di hadapannya dan berkata, “Pulang bareng gue.”

Samantha mendongak, menatap sinis pada iris abu cowok itu. “Lo pikir lo siapa, ngajak gue pulang bareng?” Suaranya yang agak meninggi, membuat beberapa orang yang masih bertahan di sekitar halte itu pun menoleh ke arahnya.

Tanpa meminta persetujuan lebih dulu, Sadewa langsung menarik pergelangan tangan Samantha dan menggiring gadis itu untuk masuk ke dalam taksi yang sedari tadi menunggunya. “Masuk!”

“Gak!” Samantha memberontak, berusaha melepaskan cekalan tangannya. Namun, Sadewa terus mendorong tubuhnya agar masuk ke mobil. “Kalau lo gak lepasin gue, gue bakal teriak ke semua orang ... lo berniat jahat ke gue!”

Sadewa menatap Samantha dengan sorot dingin, tanpa aba-aba ia langsung membekap mulut wanita itu dan mendorongnya masuk. Lantas, ia membanting pintu cukup keras dan memberi arahan pada supir untuk segera melajukan mobil ke tempat tujuan.

Sementara Samantha terus berontak, berteriak dan memukul-mukul kaca jendela. Namun, semua itu sia-sia. Kini, ia hanya berusaha menjauhkan diri dari Sadewa dan menangis sejadi-jadinya. Ia tahu betul watak cowok itu, jika ada kemauan harus dituruti, tidak menerima penolakkan atau dirinya akan berada dalam bahaya.

Samantha terenyak saat dagunya disentuh Sadewa, namun sentuhan itu langsung ditepisnya. Isak tangis dan permohonan untuk diturunkan dari mobil, tak diindahkan Sadewa. Cowok itu pun tak peduli jika si supir berpikir buruk terhadap dirinya, karena sebelumnya ia sudah menjanjikan bayaran yang cukup banyak sebagai uang tutup mulut.

Sadewa mengubah posisinya, menghapus jarak antara keduanya, dan berbisik di telinga Samantha.  “Lo gak usah takut. Gue gak bakal macem-macem sama lo.”

💦

A/N: Kan, Dewa kumat lagiii 😭 aku lebih suka bikin scene mereka berantem, daripada scene uwu Dewa sm Rachel wkwkw . Ada yang sama? 😂

.

Share cerita ini ke teman kalian, ya. Supaya lebih banyak yang mengenal kisah SamSad Couple 😙

.

Published: 15 Maret 2021

Love,

Max

Klik 🌟, ya!

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang