17. Halo, Nenek! 👵

1K 78 4
                                    

"Kakak-kakak, tolong vote dan comment, ya. supaya author semangat ngetik cerita ini." - Chloe

💦

"Mommy, masih lama ya, sampai ke lumah nenek? Chloe gak sabal ketemu nenek sama Tante Lala." Chloe menatap Rachel yang duduk di sebelahnya dan menjawabnya dengan senyuman.

Gadis itu sudah lama mengajak ke rumah Sindy-neneknya, tapi Sadewa masih belum memiliki waktu luang, dan setelah drama rengekan Chloe ... Sabtu sore ini mereka berangkat menyambangai rumah Sindy, sepertinya sudah tiga atau empat bulan sejak ke sana terakhir kali.

"Nanti Chloe ajak Tante Lala main, boleh ya, Mom?" tanya Chloe lagi, sesaat menjeda tontonan kartun di iPad yang ia genggam.

"Iya, boleh. Tapi, jangan ganggu Tante Lala kalo dia lagi belajar, ya?" pinta Rachel dengan nada lembut. Chloe mengangguk seraya mengulas senyum semringah, menampilkan deretan gigi susunya. Sementara Rachel kembali menoleh ke arah luar jendela, rautnya berubah datar. Entah apa yang sedang dipikirkan saat ini, namun ia terlihat tidak antusias.

Jarak rumah mereka dengan rumah Sindy tak begitu jauh, hanya sekitar empat puluh lima menit. Pak Samsul, supir yang telah mengabdi pada keluarga Thomas menjadi teman bicara Sadewa yang duduk di sebelahnya. Hanya ngobrol basa-basi, karena Sadewa pun terlihat sibuk dengan ponselnya, mungkin sebenarnya lelaki itu memang belum memiliki waktu yang longgar. Namun, jika terlalu egois memikirkan kesibukan sendiri, lantas Sindy dianggap apa? Bagaimana pun, Sindy adalah tanggung jawab Sadewa.

Beberapa bulan lalu, Sadewa pernah mengajak Sindy untuk pindah ke rumahnya, lebih tepatnya bekas rumah keluarga Rachel, namun Sindy menolak dengan alasan lokasi kampus Lala lebih dekat dengan rumah mereka. Sementara, hubungan Sindy dengan Rachel pun tidak begitu baik, seperti masih ada sekat yang membuat mereka tak bisa menyatu.

Kini, mobil Toyota Vellfire warna hitam keluaran terbaru itu sampai di depan perumahan mewah. Pak Yosef langsung membuka palang dan mempersilakan masuk. Pintu rumah nomor empat itu terbuka lebar. Sindy tampak menanti di depan halaman, sementara di sebelahnya terdapat Lala yang tak sabar menanti kedatangan keponakannya.

Bicara soal Lala, kini gadis itu duduk di bangku kuliah semester tiga. Ia mengambil jurusan sastra Inggris di salah satu kampus ternama di Jakarta. Meskipun kondisinya dalam kekurangan, namun tak mengurangi minat untuk menimba ilmu. Ia tetap semangat kuliah, dibantu Pak Ridho yang selalu mengantar jemput dirinya.

"Hai, Ma." Sadewa menyalami Sindy seraya memberi kecupan singkat di kedua pipi wanita itu. Sedetik kemudian, tubuhnya langsung didekap dengan erat, seperti sudah seratus tahun mereka tak berjumpa. "Mama, Dewa bau keringet nih. Betah banget peluknya?"

Mendengar itu, Lala dan Sindy pun tertawa geli. Sindy mengelus pipi Sadewa dan mengamati putra sulungnya yang telah sukses menjadi presiden direktur utama di perusahaan yang ia pimpin. "Kamu tuh durhaka ya, sama Mama? Kenapa gak pernah main sini, sih? Mama kangen banget sama kamu," ujarnya seraya mencubit dua pipi Sadewa, sontak lelaki itu meringis kesakitan.

Sadewa menahan tangan Sindy, lalu menyuruh Rachel dan Chloe memberi salam pada wanita yang telah berkepala lima. "Assalamualaikum, Ma," sapanya dengan sopan seraya menyalami tangan yang mulai keriput itu.

"Chloe kangen banget sama nenek!" Chloe berseru dan langsung mendekap kaki Sindy. Namun, bukannya menjawab salam, Sindy justru abai dan menggiring Sadewa masuk ke rumah.

Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang