“Vote & Comment, yok bisa yok!”
💦
“Chel ....” Sadewa membuka pintu kamar secara perlahan, dan berucap lirih ketika melihat Rachel sibuk memasukkan kembali barang-barangnya ke dalam koper. Ia bergegas menghampiri sang istri, lalu meraih tangan putih yang tampak bergetar. “Besok aja ya, kita pulang. Sekarang istirahat. Kasihan Chloe, kecapekan karena nangis.”
Rachel diam sesaat, menatap putrinya yang tertidur di kasur, dan kembali melanjutkan aktivitasnya. “Aku mau balik sekarang.”
“Chel, perjalanan ke rumah lumayan jauh, kasihan Chloe kena angin malam,” jawab Sadewa. Ia berusaha sabar menghadapi permasalahan yang tak ada akhirnya . “Kamu tau kan, Mama kalo marah emang kayak gitu. Jangan diambil hati, ya?”
Peralatan make up dalam pouch pink itu dibanting secara kasar ke dalam koper putih berukuran sedang, lantas Rachel menoleh dengan tatapan sinis. “Omongan Mama udah kelewat batas! Mana bisa aku berdiam diri, saat anak kita dihina sama neneknya sendiri? Anak haram, itu kalimat yang gak pantes diucapin ke anak kecil yang gak tau apa-apa!”
Helaan berat diembuskan Sadewa. Ia duduk di pinggir kasur seraya mengamati Rachel yang mengamuk. Pertama kalinya ia lihat emosi si istri berada di puncak seperti ini. “Anggap aja Mama khilaf.”
“Khilaf?” Senyum getir terukir di bibir Rachel. Ia menyibakkan rambutnya sambil mendesah. Baginya, ini batas kesabarannya menghadapi kelakuan mertua yang selalu bertindak semena-mena. Dulu, saat awal menjalin rumah tangga bersama Sadewa, Sindy kerap meminta Sadewa untuk menceraikan dirinya. Padahal saat itu usia kehamilannya sudah memasuki delapan bulan.
“Selama lima tahun ini, aku selalu sabar sama sikap Mama. Semua omongan dan sikap kasarnya gak pernah aku masukkin hati, karena apa? Karena aku cinta sama kamu! Aku selalu maafin Mama, meskipun keberadaanku sangat tidak diinginkan. Tapi, apa memang seburuk itu aku di mata beliau?” tanya Rachel. Air mata mulai membasahi pipinya. Ia tertunduk, pundaknya bergetar tatkala ia mencoba menahan tangis, agar Chloe tak terusik dari tidurnya.
Sadewa meraih tangan Rachel, menggiring wanita itu agar berdiri tepat di hadapannya. “Asal kamu tau, lihat perlakuan Mama ke kamu sama Chloe bikin aku sakit. Apalagi lihat kamu nangis kayak gini,” ujarnya seraya mengusap pipi Rachel dengan ibu jarinya. “Maaf, aku belum bisa jadi suami dan ayah yang baik. Aku gak bisa jaga kalian dari perbuatan buruk orang lain, termasuk mamaku.”
Sedetik kemudian, tangis Rachel pun pecah. Kedua kakinya tak kuasa menopang tubuhnya, ketika ia hendak tumbang ... Sadewa langsung menangkapnya dan menggendongnya. Lelaki itu menidurkan dirinya tepat di samping Chloe, lalu merapikan koper yang isinya cukup berantakkan untuk diletakkan di karpet putih berbulu.
Sadewa beralih menghampiri Rachel yang masih terisak seraya menatap ke arah balkon kamar yang pintu kacanya tidak ditutupi gorden. “Apa ucapan Mama tadi benar?” tanya Rachel.
Sadewa duduk di dekat Rachel sambil mengusap rambut wanita itu. “Yang mana, hm?”
“Tentang kamu dan Samantha,” jawab Rachel dengan lirih. Ia melirik Sadewa dengan sorot sayu. “Apa kamu masih cinta sama dia?”
“Aku rasa kamu gak perlu bahas dia lagi,” sergah Sadewa. Pandangannya beralih ke arah balkon, ekspresinya tampak enggan membahas sang mantan. “Gak ada gunanya bahas masa lalu—”
“Tapi, feeling aku mengatakan kamu masih mikirin dia,” sambung Rachel. Ia beringsut duduk, kemudian mengarahkan wajah Sadewa untuk ditatapnya. “Apalagi sekarang Chloe sama Cleo satu sekolah, otomatis banyak kesempatan buat kalian untuk bertemu.”
“Kalau aku ketemu Cleo, apa itu salah? Kamu tau kan, dia juga anakku. Darah dagingku,” ucap Sadewa. Iris abunya terlihat gentar ketika dirinya kembali teringat pada bocah lelaki yang sampai saat ini belum pernah ia rengkuh dalam dekapan. “Sejak Cleo lahir, aku belum pernah ketemu dia. Dan sekarang, Tuhan menakdirkan seorang ayah yang dipisahkan dari anaknya, untuk bertemu kembali. Apakah itu sebuah kesalahan?”
Rachel menggeleng. Kedua tangannya saling tertaut, memainkan jari kukunya seraya menggigit bibir bagian bawah. “Aku takut, cintamu untuk Samantha kembali bersemi.”
“Is that possible?”
“Nothing is impossible.”
Sadewa mendesah. Tak ada gunanya berdebat tentang perasaan saat sang istri dilanda cemburu buta. Ia kembali menyibakkan rambut panjang Rachel yang tergerai, kemudian mencondongkan tubuhnya. Ditatapnya iris hitam itu lekat-lekat seraya berkata, “Aku emang cowok brengsek, tapi aku gak mungkin menduakan cinta kita. Aku gak mau mengulang kesalahan yang sama di masa lalu, dan berakhir kehilangan sesuatu hal yang berharga—”
“Apa sekarang Sam masih berharga buat kamu?”
Sadewa semakin menghapus jarak, deru napasnya menyapu lembut leher jenjang Rachel, kemudian ia berbisik, “Apa gunanya menjadikan istri orang lain berharga dalam hidupku? Kalau sekarang aku udah punya kamu?” ucapannya terhenti. Sadewa langsung mendaratkan ciuman di bibir Rachel. Ciuman panas dengan desahan dari bibir masing-masing, tak peduli dengan keberadaan sang buah hati.
Sadewa terus melahap bibir ranum itu, mengulum dan menggitinya dengan ganas, seakan tak memberi jeda pada si lawan untuk sekadar menghela napas. Tangan kanannya merengkuh tengkuk Rachel guna memperdalam ciumannya, kedua matanya memejam, namun dalam hati ia terus berucap, “Maaf, gue bohongin lo, Chel.”
💦
A/N: Hello. Maaf ya, lama update. Kena writer's block. Btw, gimana menurut kalian dengan part ini?
.
Share cerita Sadewa yuk, biar dikenal sama banyak orang. Terima kasih.
.
Published: 26 Maret 2021
Love,
Max
Klik 🌟, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa & Samantha dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ "Gue cuma pengin melampiaskan kangen ke lo, wajah yang selama ini gak bisa gue lupain." Sadewa hendak meraih tengkuk Samantha, namun ditepis. "Kalo waktu bisa diputar...